Borussia Dortmund, yang musim lalu tampil sangat buruk sehingga menghabiskan jeda musim dingin di zona degradasi, kini sama sekali berbeda. Die Schwarzgelben menduduki peringkat kedua Bundesliga, mengausai puncak klasemen Grup C Europa League, dan baru saja menang besar 7-1 dengan pemain-pemain lapis kedua di ajang DFB-Pokal.
Dortmund sudah mencetak 29 gol di 10 pertandingan Bundesliga, enam gol di tiga pertandingan Europa League (gol-gol di putaran final saja), dan sembilan gol dalam dua laga DFB-Pokal. Sosok yang membawa Dortmund menjadi mesin pencetak gol (dan kemenangan; Dortmund baru kalah satu kali musim ini, dan itu pun karena Bayern München) adalah sang pelatih kepala baru, Thomas Tuchel. Apa yang berbeda antara Dortmund era Klopp dan Tuchel?
Sebagai permulaan: kamus formasi Tuchel jauh lebih kaya dari Klopp. Tuchel bahkan dapat mengubah formasi saat pertandingan sedang berjalan. Selain itu Tuchel, seperti Pep, paham bahwa penguasaan bola adalah alat, bukan filosofi permainan. Dengannya Tuchel melakukan banyak hal, termasuk menciptakan peluang dan menerapkan kebijakan rotasi tanpa menurunkan kualitas kesebelasan.
Jangan bayangkan Tuchel datang membawa perubahan dengan menghapus segala hal yang ditinggalkan Klopp. Ia mempertahankan serangan cepat tanpa kompromi dan permainan menekan. Namun ia juga membekali para pemain Dortmund dengan penguasaan bola dan positioning ketika menyerang (di era Klopp, serangan sepenuhnya diserahkan kepada kreativitas para pemain). Dengan penguasaan bola dan positioning ini Dortmund menjadi lebih baik. Mereka sekarang mampu membongkar pertahanan yang tidak terbuka.
Bek sayap (sebut saja Marcel Schmelzer dan ?ukasz Piszczek, walau pada praktiknya mereka juga tidak lepas dari kebijakan rotasi) memainkan peran penting dalam serangan Tuchel. Keduanya harus selalu berada dekat garis tepi ketika kesebelasan menguasai bola. Tujuannya: memperlebar area permainan. Dan keduanya harus selalu berada setidaknya sejajar dengan para gelandang.
Positioning Dortmund membuat lapangan permainan banyak dihiasi pola segitiga dan berlian. Hal ini bertujuan menjaga aliran bola tetap berjalan, terutama ketika Mats Hummels atau Sokratis Papastathopoulos ditekan lawan ketika menguasai bola. Schmelzer dan Piszczek bermain melebar untuk menciptakan situasi dilematis bagi lawan. Jika lawan bermain melebar untuk memotong bola yang mengarah kepada keduanya, maka lawan membuka celah di tengah. Namun jika lawan bertahan di tengah, maka bebaslah para Schmelzer dan Piszczek menyerang.
Jika tekanan di tengah berhasil diatasi, bola diarahkan ke sayap kepada Henrikh Mkhitaryan atau Marco Reus jika memungkinkan, namun seringnya kepada Schmelzer atau Piszczek. Anggaplah Schmelzer yang menerima bola, maka Dortmund menyerang dari sisi kiri. Mkhitaryan membantu jika diperlukan; jika tidak, ia masuk ke kotak penalti. Pierre-Emerick Aubameyang beroperasi di sekitar tiang dekat sementara Shinji Kagawa bermain di tiang jauh. Marco Reus mencari peluang di depan kotak penalti.
?lkay Gündo?an bergerak mendekat ke sisi serangan karena ia bertugas menjadi jembatan, penjaga aliran dan penguasaan bola. Jika serangan dari sisi Schmelzer gagal ia akan menerima bola dan memindahkannya ke sisi yang berseberangan. Semua dilakukan dengan cepat menggunakan alat bernama umpan-umpan pendek. Seringkali lawan terlalu fokus ke satu sisi dan telat bereaksi ketika bola berpindah ke sisi lainnya. Dengan serangan-serangan seperti inilah Dortmund meraih kemenangan demi kemenangan. Memanfaatkan umpan-umpan pendek membuat Dortmund, tidak jarang, unggul langkah dari lawannya. Assist berupa cut-bak adalah pemandangan yang tidak asing musim ini.
Walau demikian gaya bermain seperti ini menyimpan kekurangan. Bek sayap yang bermain begitu tinggi membuat lini pertahanan rentan terhadap serangan balik, melalui celah-celah yang terbuka di kedua sisi pertahanan. Kebanyakan gol yang bersarang di gawang Dortmund tercipta dengan cara itu. Hannover 96, contohnya, mencetak kedua golnya (Hannover kalah 2-4) ke gawang Dortmund pada pekan keempat dengan menyerang sisi kiri yang ditinggalkan Schmelzer. Bek tengah yang bermain begitu tinggi juga dapat dieksploitasi lawan. Bayern, ketika mengalahkan Dortmund 5-1 di pekan kedelapan, banyak melancarkan serangan cepat dengan umpan-umpan langsung.
Walau demikian, fakta bahwa Dortmund baru kalah satu kali dalam 22 pertandingan berarti mereka baik-baik saja. Walau kebobolan banyak, Dortmund mencetak gol dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan banyak variasi mencetak gol, serangan Dortmund menjadi begitu ampuh hingga kebobolan bukan masalah.
Komentar