Sebelum menghadapi Torino pada laga pekan ke-11 Serie-A 2015/2016, Roberto Mancini, pelatih FC Internazionale Milan, nampak skeptis ketika ditanya apa yang akan dicapai kesebelasannya dalam situasi di papan atas klasemen sementara saat ini. Mauro Icardi dkk memiliki poin sama dengan Fiorentina di puncak klasemen dengan perolehan 27 poin dari 11 laga.
Tapi Mancini enggan berargumen terlalu jauh karena menganggap masih banyak yang harus dilakukan skuat besutannya. Selain itu ia melakukan pembelaan terkait beban lebih yang diembankan para pendukung Inter dan Media kepada Geoffrey Kondogbia. Apalagi jika harga transfernya yang mencapai 35 juta euro dianggap mahal untuk pemain 22 tahun dan baru pertama kali merasakan Serie A.
Mancini pun melakukan pembelaan terkait penampilan Kondogbia yang beberapa kali melakukan kesalahan. Tetapi ia tetap yakin mantan gelandang AS Monaco tersebtu memiliki kualitas. Lalu Kondogbia membuktikan kualitasnya ketika hari melawan Torino telah tiba di Stadion Olimpico, Turin, pada Minggu (8/11) lalu.
Dirinya mencetak gol resmi perdananya untuk Inter dari sontekannya setelah mendapatkan bola liar hasil sundulan Rodrigo Palacio. Golnya itu menjadi satu-satunya yang diraih dari kemenangan I Nerazzurri, julukan Inter, atas tuan rumah Torino saat itu. Kondogbia pun mengaku puas dari kemenangan 1-0 melawan Torino tersebut. Atas gol semata wayangnya itu juga dianggap pelunasan olehnya karena hasil dari persiapan diri selama satu minggu sebelum pertandingan pekan ke-11 tersebut.
Padahal nada pesimisme ada dalam skuat Inter sebelum menghadapi Torino. Wajar karena Torino cukup kuat jika berlaga di kandang mereka karena hanya kalah dua kali sejauh tahun ini dan mereka tidak pernah menang di Stadion Olimpico Torino sejak 2012. Dirinya seolah menegaskan tidak peduli terhadap kritik yang menyerangnya dan gaya permainan Nerazzurri sejak awal musim ini, "Tujuannya adalah untuk membuat tiga poin. Kemenangan 1-0 membuktikan kekuatan kami saat bertahan dan menyerang sebagai satu unit," kata Kondogbia.
Baca juga : Kesempurnaan Awal Inter Milan Adalah Keberuntungan?
Soal kemenangan tipis 1-0 merupakan hal yang wajar. Bahkan pada awal 90-an menjadi popularitas Arsenal ketika masih dibesut George Graham dengan menjadikan kesebelasan tersebut sangat defensif dan agak membosankan untuk ditonton. Sementara ketika usai mengalahkan Torino, Mancini ditanya tentang keputusannya karena menerapkan formasi 3-5-2, bukan 4-3-1-2 yang biasa dipakainya dan memarkir Stevan Jovetic dan Ivan Perisic di bangku cadangan, bahkan nama pertama tidak diturunkan sama sekali pada pertandingan tersebut.
Sementara Mauro Icardi kembali dimainkan sejak menit awal setelah disimpan ketika menghadapi AS Roma pada laga Serie-A 2015/2016 sebelumnya. Tapi pertanyaan itu justru ditepis mantan pelatih Galatasaray tersebut sebagai bantahannya, "Saya tidak melihat bagaimana orang selalu memperlihatkan sesuatu yang kontroversial," cetus Mancini dikutip dari Football-Italia. "Kami menggunakan 3-5-2 karena nampaknya itu cara terbaik untuk menyerang Torino. Jelas jika kita menggunakan sistem ketika melawan Roma maka mereka akan menang 3-0," terangnya lebih lanjut.
Inter di bawah asuhan Mancini kali ini agak sedikit berbeda dari masa lalu. Sekarang ia lebih memberikan hampir seluruh kepercayaan kepada skautnya agar mampu bisa lepas dari situasi yang sulit. Dirinya memutuskan siapa saja pemain yang benar-benar layak diatur di lapangan tanpa pandang bulu, dalam artian lain tidak ada anak emas baginya. Walau pun dalam urusan mendatangkan pemain baru ia sangat keras kepala.
Jika mengulas strategi 3-5-2 kala mengalahkan Torino itu ia menetapkan tiga bek kepada Joao Miranda, Jeison Murillo, dan Juan Jesus. Sementara itu Danilo D'Ambrosio menempati wing-back kanan dan Yuto Nagatomo di sebelah kiri. Dua wing-back itu benar-benar dijadikan sebagai penyokong cara bertahan permainan Inter saat itu menjadi lima bek ketika manjaga sepertiga akhir areanya sendiri.
Pragmatisme terkadang menjadi istilah yang merendahkan dalam dunia sepakbola, tapi Mancini mampu meringkasnya menjadi pendekatan yang sangat baik untuk Nerazzurri. Ketika kesebelasan lain menunjukan jika sepakbola menyerang adalah cara terbaik untuk menjadi hiburan massa, namun Mancini menyulap pertahanan menjadi sesuatu yang berbicara tentang konsistensi.
Baca juga : Memahami Oriundo dalam Visi Pragmatisme Antonio Conte
Samir Handanovic pun telah memainkan peran besar untuk membantu melakukan hal itu, terutama dalam dua pertandingan terakhir Serie-A 2015/2016. Di sisi lain pasalnya para pendukung Nerazzurri sudah cukup sakit hati untuk masalah konsistensi kesebelasan pujaanya tersebut. Sebelumnya tidak ada jaminan ketenangan pada satu pertandingan yang bisa membuat mereka hancur ketika pertemuan selanjutnya.
Tapi kali ini setelah melewati waktu yang cukup lama, akhirnya mereka telah menemukan konsitensi itu. Sekarang sebagaian besar para pendukung Inter sudah cukup terhibur dengan posisi teratas Inter saat ini. Mancini seolah tidak mempedulikan strategi yang terus berganti-ganti setiap pertandingannya, namun baginya yang terpenting bagaimana konsitensi positif ini tetap bertahan.
Komentar