Pendukung Juventus, atau lebih spesifik pengemar pelatih Si Nyonya Tua, Massimilliano Allegri, tampaknya sedikit kecewa atas keputusan FIFA baru-baru ini. FIFA dalam rilisan terbarunya, tak memasukkan nama Allegri sebagai tiga finalis FIFA World Coach of the Year 2015.
Allegri yang sebelumnya masuk dalam nominasi penghargaan pelatih terbaik dunia bersama nama-nama seperti Jose Mourinho, Arsene Wenger, Laurent Blanc, Carlo Ancelotti, dan lima nama lainnya, dikalahkan oleh pelatih timnas Cile, Jorge Sampaoli dan pelatih Bayern Munchen, Pep Guardiola. Satu finalis lagi tentu saja pelatih Barcelona yang sukses meraih Treble Winners musim lalu, Luis Enrique.
Prestasi Allegri musim lalu bersama Juventus yang berhasil meraih dua trofi domestik dan mencapai babak final Liga Champions rasanya pantas membuatnya masuk dalam jajaran tiga terbaik. Namun FIFA tak berpendapat demikian.
Lantas pertanyaan yang muncul ke permukaan adalah, apakah Guardiola dan Sampaoli memang lebih layak menjadi penantang Luis Enrique? Apakah prestasi keduanya lebih baik dari Allegri?
Yang perlu dipahami, FIFA memang tak menentukan kriteria pasti tentang bagaimana cara mereka memilih kandidat-kandidat peraih penghargaan ini. Bahkan tak hanya penghargaan pelatih terbaik, proses penentuan kandidat penghargaan pemain terbaik, pemain perempuan terbaik dan pelatih perempuan terbaik pun hanya FIFA dan Tuhan yang tahu.
Namun jika saya menilik dan membandingkan kiprah Allegri, Guardiola, dan Sampaoli sepanjang 2015, keputusan FIFA tak mencantumkan nama Allegri sebagai finalis pelatih terbaik bisa dimengerti. Tentunya jika kita melihat dari berbagai aspek dan sudut pandang.
Pencapaian Guardiola pada musim 2014/2015 bersama Bayern memang tak sebaik prestasi Allegri bersama Juventus. Pada musim tersebut, pelatih berkebangsaan Spanyol ini hanya meraih satu trofi juara, Bundesliga. Di Liga Champions dan DFB Pokal langkah Bayern terhenti di semi-final.
Tapi meski secara trofi Guardiola kalah dari Allegri, Guardiola lebih baik dari pelatih asal Italia tersebut dari segi konsistensi permainan. Setelah memuncaki klasemen akhir Bundesliga 2014/2015, musim ini Bayern masih perkasa dan berada di peringkat pertama sendirian, di mana mereka juga sempat mencatatkan 10 kemenangan beruntun.
Dari 14 pertandingan di Bundesliga, 13 kemenangan dan satu seri diraih Guardiola beserta anak asuhnya. Pada periode tengah tahun hingga akhir November, baru sekali Bayern mengalami kekalahan, yaitu ketika ditaklukkan Arsenal di Liga Champions.
Pencapaian di Bundesliga kali ini pun membuat Bayern menjadi kesebelasan terbaik dari segi produktivitas gol jika dibandingkan dengan lima liga top Eropa. Sebanyak 42 gol yang telah mereka ciptakan dari 14 pertandingan, lebih banyak dua gol dari Borussia Dortmund yang berada di peringkat kedua dan unggul lima gol dari Paris Saint-Germain yang berada di peringkat ketiga.
Jumlah gol tertinggi ini disempurnakan dengan jumlah kebobolan yang hanya lima gol. Lebih sedikit dari Atletico Madrid (enam gol), PSG (delapan gol) dan Inter (sembilan gol).
Hal itulah yang tak bisa dilakukan Allegri pada musim keduanya bersama Juve. Bahkan Bianconeri sempat terdampar di papan bawah klasemen Serie A di beberapa laga awal sebelum akhirnya merangkak perlahan kembali ke papan atas (saat artikel ini ditulis berada di peringkat kelima).
Penampilan Juventus pada musim 2015/2016 memang sempat tidak konsisten. Dari 14 laga di Serie A, setengahnya gagal berakhir dengan kemenangan. Di Liga Champions pun sempat berada di situasi tak aman setelah dua kali bermain imbang menghadapi Borussia M'Gladbach, sebelum akhirnya menumbangkan Manchester City dan memastikan lolos ke babak 16 besar.
Konsistensi Guardiola bersama Bayern bisa menjadi hal yang membuat FIFA lebih memasukkan namanya ketimbang Allegri sebagai tiga kandidat pelatih terbaik 2015. Bagaimana dengan Sampaoli?
Kiprah Sampaoli memang tak begitu terdengar di Eropa. Apalagi statusnya yang menjadi pelatih tim nasional, akan sangat sedikit tempat baginya untuk menunjukkan kehebatannya seperti pelatih-pelatih yang menangani sebuah klub.
Meskipun begitu, bersama timnas Cile, pelatih asal Argentina ini berhasil menorehkan sejumlah prestasi. Juara Copa America 2015 merupakan pencapaian terbaiknya sebagai pelatih. Di sisi lain, trofi juara tersebut merupakan pertama kalinya bagi Cile dalam sepanjang sejarah Copa America keluar sebagai juara.
Sepanjang 2015, Cile telah melakoni 15 pertandingan. Berkat kejeniusan taktik Sampaoli (tanpa mengesampingkan peran Marcelo Bielsa yang membangun fondasinya), kesebelasan berjuluk La Roja ini hanya tiga kali menelan kekalahan. Sisanya, kemenangan yang diraih mencapai sembilan kali dan hanya tiga kali imbang.
Dari kemenangan-kemenangan yang diraih Cile di antaranya mereka mengalahkan Uruguay, Argentina, Brasil, dan Paraguay. Rentetan hasil positif tersebut kemudian mengantarkan Cile menempati peringkat kelima FIFA (di atas negara-negara kuat seperti Brasil dan Spanyol) yang merupakan peringkat terbaik sepanjang sejarah Cile.
Berdasarkan pencapaian-pencapaian itulah yang (mungkin) membuat FIFA menyejajarkan namanya dengan Guardiola dan Luis Enrique sebagai kandidat pelatih terbaik 2015. Meskipun pada akhirnya gelar pelatih terbaik ini tampaknya akan jatuh ke tangan Enrique dengan segala pencapaiannya bersama Barcelona sepanjang 2015.
foto: espndeportes.espn.go.com
Komentar