Advertorial. Dalam era digital ketika satu individu dengan mudah terhubung dengan individu lain yang berjarak puluhan ribu kilometer, dan dunia menjadi kampung global, kita masih kesulitan untuk membangun keterikatan yang menjadi perekat masyarakat.
Ini karena kita juga hidup dalam dunia yang penuh dengan âgangguanâ. Kita selalu terhubung dengan email, dengan pesan singkat, dengan sosial media, dan kita menggunakan telepon genggam kita selama 24 jam setiap harinya. Kita datang ke restoran, dan kita melihat bahwa masing-masing anggota keluarga kita menggunakan telepon genggam untuk mengakses banyak hal dan malah tidak saling memperhatikan satu sama lain.
Komunikasi nyata yang semula dilakukan dengan membaca bahasa tubuh, raut muka, dan juga nada suara, direduksi dengan barisan kalimat beserta emoticon atau emoji yang dikirimkan lewat telepon genggam. Empati semakin tergerus dan berganti dengan individualisme dan juga kemudahan untuk mengeluarkan cacian di media sosial.
Di sinilah makna olahraga sebagai cara membangun ikatan sosial menjadi penting.
Dengan turun ke lapangan, kita memaksa diri kita untuk bertemu dan berkoneksi dengan orang lain. Hal ini yang tidak mungkin disubstitusi melalui permainan komputer atau telepon genggam. Tidak peduli apakah kita melakukan olahraga tim atau individual, ketika bertanding kita akan selalu belajar dan terhubung dengan orang lain dan belajar dari mereka.
Misalnya saja ketika bermain futsal, voli, atau sepak bola. Ketika bermain kita dipaksa untuk mengenal bagaimana rekan setim kita mengambil keputusan atau bereaksi terhadap sesuatu. Kita akan menyaksikan mereka marah, kecewa, senang, atau mengalami kesulitan, dan pada akhirnya pengalaman-pengalaman ini akan menjadi pembelajaran kita untuk mempunyai empati.
Ketika berolahraga, seseorang juga dipaksa untuk mengenali dan mengendalikan emosinya sendiri. Bagaimana menghadapi rintangan kemalasan yang sering datang ketika pertama kali berolahraga, bagaimana mengatasi rasa iri atas prestasi orang lain yang lebih tinggi, atau bagaimana caranya terus menyemangati diri ketika target dan tujuan kita belum juga tercapai.
Serangkaian pengalaman terhadap orang lain dan terhadap diri kita sendirilah yang pada akhirnya membuat seorang individu merasa tergabung di dalam suatu komunitas.
Itu baru membangun rasa sense of belonging di level individu.
Olahraga juga menjadi penting untuk membangun ikatan antarkelompok masyarakat, karena hanya di atas lapangan olahragalah kita akan saling bertarung dan berteman tanpa mengenal suku, ras, agama, dan antargolongan.
Tanpa berbicara dengan satu bahasa yang sama, satu kelompok pemuda atau pemudi bisa bermain sepak bola untuk mencapai kegembiraan. Atau ambil lah contoh Persib Bandung yang menjadi juara dengan pemain-pemain yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari negara lain.
Ketika Manny Pacquiao berhadapan dengan Floyd Mayweather Jr. dalam pertarungan tinju paling akbar dalam satu dekade terakhir, bukankah tidak ada yang mempermasalahkan bahwa Pacquiao seorang Asia dan Mayweather Jr. dari Amerika?
Pada hakikatnya, olahraga memang tidak mengenal pemisahanantara kelompok dan golongan. Olahraga juga menjadi salah satu cara paling efektif untuk menyatukan keretakan yang terjadi di masyarakat.
Terutama dalam masyarakat Indonesia yang terkenal karena kemajemukannya. Berteman dan bertarung di atas lapangan akan mencairkan sekat-sekat yang mungkin tercipta karena perbedaan budaya dan bahasa. Melalui terlibat olahraga juga lah terjadi perbenturan budaya yang pada akhirnya mendorong masyarakat Indonesia bisa saling mengenal dan berempati pada budaya masing-masing.
Hal ini yang menjadi semangat yang akan ditularkan oleh Olimpiade dan juga Asian Games 2018 yang akan digelar di Jakarta dan Palembang. Usai bertarung di arena, para atlet dari berbagai negara ini kemudian akan menjalin persahabatan baik ketika berada di dalam arena maupun ketika bersama-sama tinggal di kampung atlet.
Semangat inilah yang tak boleh hilang tertutupi oleh gegap gempita ambisi masing-masing negara mengukir prestasi.
Ayo Olahraga!
Advertorial.
Komentar