Sulit untuk menyebut Leicester sebagai kesebelasan yang medioker secara penampilan. Meski Arsenal memuncaki klasemen, tapi Leicester merupakan pencetak gol terbanyak di Liga Primer Inggris dengan 37 gol bersama Manchester City.
Semalam, kedua kesebelasan bertemu dan sama-sama kesulitan mencetak gol. Buat Leicester ini merupakan periode buruk. Pasalnya, mereka selalu berhasil mencetak gol ke gawang 17 kesebelasan lain di Premier League. Namun, jelang paruh pertama berakhir, Leicester justru tak bisa mencetak gol dalam dua pertandingan terakhir mereka yaitu ketika menghadapi Liverpool dan Manchester City.
Pertanyaan pun mengemuka. Inikah akhir dari sensasi yang dibuat Leicester? Mungkinkah stabilitas permainan dan kemenangan mereka berakhir di Desember?
Teorinya Mudah
Sebenarnya ada tiga hal penting untuk mencegah Leicester bisa mencetak gol: jangan biarkan Vardy dan Mahrez masuk ke dalam kotak penalti, tekan gelandang Leicester agar tak bisa mengumpan, jangan hilang fokus pada babak kedua.
Berdasarkan penelitian penulis, semua gol Leicester berasal dari dalam kotak penalti. Fakta selanjutnya adalah sebanyak 75% gol berasal dari kaki Riyad Mahrez dan Jamie Vardy. Dari fakta di atas, sejatinya cukup mudah menghentikan Leicester mencetak gol: 'matikan' Mahrez dan Vardy, jangan biarkan mereka beredar di dalam kotak penalti.
Namun, kenyataan di atas lapangan memang tidak semudah itu. Kesebelasan yang paling sedikit kebobolan, Tottenham Hotspur, sekalipun mesti mengalami bagaimana rasanya dibobol oleh Mahrez.
Grafis umpan Leicester. Saat menghadapi Liverpool, Leicester masih mengarahkan bola ke sisi kanan kepada Mahrez. Kala menghadapi Man City, bola diarahkan pada Albrighton yang justru sudah dimatikan.
Hal ini berpengaruh pada faktor nomor dua: gelandang Leicester. Secara permainan, Leicester tidak selalu bermain bertahan. Namun, proses gol mereka umumnya tidak dilakukan lewat penguasaan bola. Gol-gol tersebut, seperti yang terjadi ke gawang Tottenham, berasal dari umpan panjang dari lini belakang yang disundul Vardy, lalu dikreasikan menjadi gol oleh Mahrez.
Dari fakta di atas terlihat bahwa gelandang Leicester memiliki peluang besar untuk memberikan assist. Mereka tak perlu terlibat hingga sepertiga akhir lapangan. Mereka hanya perlu melihat celah dan memberikan umpan panjang di waktu yang tepat. Hal ini yang terjadi saat Vardy mencetak gol ke gawang Manchester United. Full-back kiri, Christian Fuchs, mengiriman bola panjang pada waktu yang tepat kepada Vardy. Oleh karena itu, penting untuk terus melakukan pressing saat gelandang Leicester saat menguasai bola.
Fakta terakhir merupakan yang paling penting. Sehebat apapun kesebelasan Anda, jangan pernah berpuas diri, karena berpuas diri akan menghilangkan fokus pada pertandingan. Hal ini pula yang terjadi pada enam kesebelasan di mana mereka telah unggul, tapi Leicester berhasil menyamakan kedudukan; yang dua di antaranya berakhir untuk kemenangan Leicester. Uniknya, Leicester selalu mencetak gol penyeimbang pada babak kedua!
Dari sini bisa terlihat kalau Ranieri memerhatikan betul bagaimana lawan mereka bermain. Di ruang ganti, Ranieri melakukan sejumlah perubahan serta memberikan formula mencetak gol ke gawang lawan.
Baca juga:
Halaman berikutnya, Apa sebenarnya yang dilakukan Liverpool dan Man City agar Leicester tidak bisa mencetak gol?
Komentar