Manuel Lanzini, Permata yang Tumbuh di Genangan Minyak

Cerita

by Redaksi 34 27011

Redaksi 34

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Manuel Lanzini, Permata yang Tumbuh di Genangan Minyak

Anggapan bahwa kompetisi di Uni Emirat Arab tidak menarik harus dibuang jauh-jauh oleh pemain sepakbola. Pasalnya, kompetisi di daerah kaya minyak tersebut menawarkan pundi-pundi yang menjadi kebutuhan primer manusia.

Kebutuhan akan pundi-pundi (baca: uang) serta menit bermain, menuntut banyak pemain Eropa yang sudah habis atau sedang menuju habis memilih kompetisi UEA. Banyak eks pemain di kompetisi Eropa pun memilih Liga UEA, atau yang lebih dikenal dengan nama UAE Arabian Gulf League, menjelang akhir karirnya; di antaranya adalah Gyan Asamoah (eks Sunderland), Mirko Vucinic (eks Juventus), Jefferson Farfan (eks Schalke 04), dan Moussa Sow (eks Fenerbahce).

Banyaknya pemain uzur yang masuk ke kompetisi tersebut bahkan membuat stereotip bahwa kompetisi di UAE dikhususkan untuk pemain usia tua. Anggapan tersebut pun langsung melebur saat ada pemuda berusia 21 tahun bernama Manuel Lanzini yang menginjakkan kaki di Al-Jazira.

Awalnya kedatangan Lanzini dikira karena kegagalannya bersinar bersama klub top Eropa, namun ternyata tidak. Lanzini merupakan salah satu pemain penting yang membawa River Plate bermain baik pasca degradasi pada 2011/2012. Penampilan gemilang Lanzini di tahun tersebut pun membuatnya diincar oleh beberapa klub besar Eropa, seperti Lazio, Tottenham, dan Villarreal, namun dia memilih bermain untuk Al-Jazira.

“Abu Dhabi memberikan banyak pengalaman untukku. Liga disana memang tidak seperti Inggris, Italia, atau Argentina. Tapi di sana, kita bisa mengumpulkan banyak uang. Saya membuat keputusan tersebut bersama keluarga. Dengan bermain di sana, saya dapat berkembang dan belajar dari banyak pesepakbola besar seperti Mirko Vucinic dan Jucilei,” jelas Lanzini kala diwawancarai Daily Mail (23/12).

Lahir di kawasan Ituzaingo, Buenos Aires, ia mencintai sepak bola sejak kecil. Kawasan Ituzaingo yang terkenal dengan sepakbola jalanan dan basis suporter River membuat Lanzini kecil memilih menyukai River ketimbang Boca Juniors. Karir sepakbolanya pun berjalan lancar sejak usia dini. Di mana, ia membuat debut kala ia masih berusia 17 tahun dan sempat mengenakan nomor 10 River Plate yang legendaris.

Sebelum menerima tawaran Al-Jazira, Lanzini mengaku masih menginginkan bermain untuk River. Namun, tidak ada kata sepakat yang tercapai antara dirinya membuat ia memilih untuk hengkang dan menerima tawaran dari klub UEA tersebut.

Kedatangan Lanzini langsung dibesar-besarkan media UEA kala itu. Ia menjadi salah satu bibit muda non-arab yang mampu tampil baik layaknya para seniornya. Beberapa aksipun ditunjukkan oleh Lanzini, di antaranya adalah gol dari sepakan corner dan aksi solo kala menghadapi Al-Shabab. Aksi-aksi tersebut membuat ia mendapat julukan La Joya atau permata. Hingga akhir musim, ia mampu menyumbang delapan gol dari 24 penampilannya di Al-Jazira.

Memasuki musim 2015/16, Lanzini menjadi pemain baru West Ham yang didatangkan bersama Dimitri Payet. Keriuhan suporter West Ham kala Payet datang tak terjadi saat West Ham mengenalkan Lanzini. Ia pun hanya dikenalkan ke publik bersama manajer baru West Ham, Slaven Bilic.

Pada 6 Agustus 2015, Lanzini menjalani debutnya bersama The Hammers, kala timnya bertandang ke Rumania untuk melawan Astra Giurgiu dalam lanjutan kualifikasi Europa League. Meski mencetak gol, Lanzini tak mampu membawa timnya lolos ke babak selanjutnya karena West Ham kalah agregat 4-3. Penampilan baiknya terus ia tunjukkan bersama West Ham kala melawat ke Anfield. Lanzini berhasil menjadi salah satu pencetak gol kemenangan 0-3 West Ham atas tuan rumah.

Pujian pun diberikan Bilic kepada Lanzini, di mana ia mengaku terkejut dengan performa baik yang ditunjukkan Lanzini. “Saya tidak percaya ia mampu melakukannya, saya pikir dia hanya butuh waktu untuk menjadi pemain terbaik di kompetisi ini. Sebab sebelumnya ia bermain untuk kompetisi yang tidak terlalu mengandalkan fisik,” ujar Bilic pasca laga melawan Liverpool (29/8).

Penampilan Lanzini kala Payet cedera pun semakin menegaskan bahwa West Ham tak rugi merekrut kawan dekat winger Tottenham, Erik Lamela ini. Hingga pekan ke 20 Liga Primer Inggris, stabilnya performa Lanzini menjadi salah satu alasan mengapa West Ham dapat bertengger di zona Eropa. Ia pun menjadi pencetak gol terbanyak kedua bagi West Ham hingga saat ini, dimana ia telah mengoleksi empat gol dari 14 penampilan. Tak hanya itu, ia menjadi pemain West Ham dengan caps di atas 10 laga yang membuat dribble terbanyak serta akurasi umpan terbaik.

Wakil Chairman West Ham, David Sullivan pun merencanakan untuk mempermanenkan status Lanzini. “Lanzini telah bermain baik sejauh ini, kami pun berencana untuk menjadikannya proyek jangka panjang,” jelasnya kepada The Guardian.

Harapan Sullivan kepada Lanzini pun menegaskan, bahwa West Ham siap membuat bakat Lanzini berkembang. Seperti pernyataan yang mengatakan bahwa berlian akan semakin bagus jika diasah, akankah penampilan Lanzini yang disebut sebagai La Joya akan semakin bagus musim ini?

Sumber : The National, Gulfnews, Abudhabiweek, The Guardian

Komentar