Beberapa waktu lalu penulis menghadiri acara wisuda salah satu universitas negeri di Bandung. Seperti acara wisuda lainnya, banyak orang yang hadir untuk sekadar mengucapkan selamat. Acara tersebut sekaligus menjadi reuni kecil-kecilan dengan beberapa teman SMA, SMP ataupun teman SD.
Banyaknya teman yang hadir membuat penulis juga merasakan nostalgia dengan teman-teman SMA. Kami berbicara banyak hal dari naiknya berat badan teman yang keliatan lebih subur, masalah pekerjaan, soal hubungan asmara, dan tentu saja mengungkit hal-hal yang terjadi pada saat SMA dulu.
Kami akhirnya membahas mengenai pacar kami saat SMA yang kini telah menjadi mantan. Tanpa disadari, satu persatu "mantan" yang diceritakan datang menghampiri. Kami pun mulai menunjukkan sejumlah sikap yang berbeda. Ada yang biasa saja, ada pula yang langsung menyapa. Namun, lebih dari itu, ada rasa yang amat dominan saat bertemu mantan: canggung!
Rasa canggung biasa timbul ketika bertemu dengan mantan. Banyak hal bisa menjadi alasannya misalkan ada urusan yang masih jadi perdebatan hingga sekarang atau pun masih ada rasa berharap dari keduanya namun tak tersampaikan.
Kecanggungan seperti ini juga sempat di rasakan oleh beberapa pemain seperti Robin van Persie. Kala itu The Flying Dutchman berjanji tidak akan melakukan perayaan gol bila mencetak gol ke gawang Arsenal. Seperti diketahui, Van Persie telah delapan tahun memperkuat Arsenal sejak 2004 sampai 2012. Dari 194 laga, pemain berkebangsaan Belanda ini mempersembahkan 96 gol untuk The Gunners. Walalupun tidak mendatangkan gelar bergengsi untuk Arsenal, nama Van Persie kadung menjadi idola bagi Gooners. Terlebih ia pun pernah menjadi pencetak gol terbanyak dan pemberi assist terbanyak untuk Arsenal pada musim 2008/2009.
Meski menjelma sebagai pemain penting di lini serang Arsenal, tapi Van Persie seperti sulit mendapatkan gelar. Ia menganggap Arsenal kurang berambisi meraih gelar. Hal tersebut membuatnya hijrah ke Manchester United pada 2012 dengan mahar 24 juta poundsterling. Ia pun langsung memberikan garansi kualitas yang salah satunya dengan mencetak hattrick ke gawang Southampton dan mengantarkan kemenangan bagi United 3-2. Aksi Van Persie pun berlanjut saat menjadi penentu kemenangan Setan Merah pada menit-menit akhir lewat tendangan bebas. Gol tersebut membuat MU mengalahkan Manchester City di Stadion Etihad.
Aksi-aksi itu pun tidak mengurangi rasa hormat Van Persie pada Arsenal. Pada akhirnya, Van Persie bertemu Arsenal pada musim 2012/2013. Dari dua pertandingan di Stadion Old Trafford ataupun di Stadion Emirates, Van Persie tak merayakan golnya. Ia seakan enggan untuk berbahagian di atas penderitaan mantannya. "Saya tidak akan pernah melakukan perayaan gol setiap melawan Arsenal," ungkap pemain kelahiran 1983 tersebut kepada Daily mail.
Namun, pada musim selanjutnya Van Persie mampu move on dari bayang-bayang Arsenal yang melekat dalam dirinya. Usai mencetak gol lewat sundulan memanfaatkan umpan sepak pojok Wayne Rooney, Van Persie langsung berlari dengan penuh emosional. Ia menghampiri Rooney dan langsung meluncur dengan kedua lututnya. Teriakan emosionalnya pun disambut oleh pelukan dari rekan satu timnya. Aksinya tersebut ditutup dengan kepalan tangan yang ditujukan buat pendukung Setan Merah.
Apa yang ditunjukkan Van Persie sama halnya yang biasa dilakukan sejumlah orang saat bertemu dengan mantan pacar. Sikap diam tanpa perayaan gol yang meledak-ledak di awal pertemuan, adalah upaya menghormati. Ini sama seperti kita yang kadang enggan untuk berekspresi terlalu berlebihan saat bertemu mantan. Sikap ekspresif yang ditunjukkan Van Persie semusim kemudian, menunjukkan kalau ia sudah lepas dari bayang-bayang mantannya, Arsenal. Ia mungkin mengingat-ingat kalau delapan tahunnya di Arsenal hanya berhasil mendatangkan satu gelar, itu pun gelar Piala FA. Lain halnya saat ia berseragam Manchester United, di mana ia cuma membutuhkan semusim buat langsung merengkuh gelar Liga Primer. Ini seolah mengisyaratkan kepada Arsenal bahwa, âEh, gue tuh bisa ya tanpa lo!â
Lain lagi dengan Frank Lampard yang dipinang kesebelasan MLS, New York City FC, saat kontraknya habis dengan Chelsea. Karena NYFC adalah kesebelasan ekspansi Manchester City di Amerika Serikat, hal tersebut membuat Lampard kembali ke Premier League dengan berkostum biru langit milik Manchester City, sembari menunggu libur kompetisi MLS.
Saat menjadi bagian dari City, santer terdengar kalau Lampard meminta agar ia tak dimainkan kala menghadapi Chelsea. Namun, Manuel Pellegrini menolaknya. "Saya akan berbicara mengenai hal itu dengannya. Tapi dia pemain Manchester City. Lampard akan bermain di setiap pertandingan yang dia dibutuhkan untuk turun," ungkap pendahulu Pep Guardiola di City tersebut seperti dikutip dari Sportsmole.
Sebagai pemain profesional, Lampard pun mesti berlaga melawan Chelsea di Stadion Etihad. Saat itu, City tertinggal 0-1 yang membuat Pellegrini mesti memasukkan pemain yang bisa memecah kebuntuan. Pada menit ke-78, Lampard pun masuk menggantikan Aleksandar Kolarov. Menjelang pertandingan berakhir, para penggemar Chelsea seolah tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Sang legenda, Frank James Lampard Jr., justru mengoyak gawang Chelsea yang dijaga Thibault Courtouis.
Momen ini adalah momen yang amat canggung buat Lampard. Tanpa ekspresi, ia berjalan ke pinggir lapangan dengan menengadahkan kepalanya ke langit seakan tidak percaya kalau ia membobol gawang kesebelasan yang dibelanya selama 13 tahun. Apa yang dirasakan Lampard?
âIni sangat sulit. Aku memiliki masa 11 tahun yang menakjubkan dengan Chelsea. Aku tidak berharap untuk mencetak gol," ujar Lampard dilansir oleh Squawka. "Fans Chelsea menyanyikan namaku. Itu pertandingan emosional, aku tidak ingin mengucapkan perpisahan dengan cara ini," tambahnya lagi.
Sikap Lampard memang wajar atas hal tersebut. Dirinya memiliki kenangan manis bersama Chelsea, salah satunya ketika kesebelasan asal London tersebut diantarkannya menjadi juara Liga Champions pada 2012. Kala itu, ia mendapatkan kehormatan menjadi kapten karena John Terry tak bisa bermain. Ia pun menjadi pencetak gol terbanyak Chelsea sepanjang masa dengan 211 gol. Terlalu banyak memori indah bersama Chelsea dan begitu berharganya Chelsea di mata seorang Frank Lampard. Hal itulah yang membuat keduanya tidak mampu move on satu sama lain.
Cerita yang berkaitan dengan mantan ini memang tidak akan ada habisnya. Setiap orang pasti memiliki cara masing-masing ketika bertemu dengan mantan. Penulis sendiri ketika pada kejadian wisuda tersebut hanya bersikap tenang ketika kebetulan bertemu dengan mantan. Banyak dorongan dari teman-teman untuk menyapa atau âmelakukan perayaanâ ketika berpapasan dengannya.
Namun sikap tenang dan tidak mempedulikan hal tersebut adalah hal yang sepatutnya diambil oleh kedua belah pihak. Di dalam konteks sepakbola, fans atau pun tim sendiri tidak harus melulu memedulikan mantan pemainnya akan jadi seperti apa dan memenangkan gelar apa, cukup fokus kepada prestasi klub itu sendiri. Pemain pun tak perlu memikirkan mantan klubnya, karena kariernya lah yang jauh lebih penting. Begitu juga dalam konteks hubungan. Biarkanlah mantan menjalani kehidupan pribadinya. Kita tak perlu menguras energi untuk memikirkan apakah ia bahagia atau sengsara. Sudah semestinya kita fokus untuk menjadi lebih baik dan setia bersama dengan "klub" yang kita bela sekarang, karena sesungguhnya penulis pun amat ingin meraih "prestasi" setinggi-tingginya bersama "klub" yang penulis bela saat ini.
sumber gambar : dailymail.co.uk
(upi)
Komentar