Kalau saja Hidetoshi Nakata, salah satu bintang timnas Jepang era 2000-an, ingin kembali ke masa lalu, mungkin ia ingin kembali ke Piala Dunia 2006. Ketika itu, Nakata menjadi salah satu pemain yang dibawa oleh Zico, pelatih Jepang asal Brasil, ke Piala Dunia 2006 Jerman. Di Piala Dunia 2006 itulah, ia mengalami sebuah momen buruk yang selalu ia ingat. Maka, jangan heran kalau setelah Piala Dunia 2006 ia langsung pensiun dari timnas Jepang.
Kenangan buruk itu terjadi saat Jepang menghadapi Australia di babak penyisihan grup F Piala Dunia 2006. Sampai menit ke-84, skor masih 1-0 untuk keunggulan Jepang yang mencetak gol di menit ke-26 lewat sepakan Shunsuke Nakamura dan semua tampak baik-baik saja. "Saat itu, kami sudah mengira bahwa kami akan menang. Dan, tiba-tiba Tim Cahill mengubah segalanya. Setelah itu, saya tidak tahu apa yang terjadi," ungkap Nakata seperti yang dilansir oleh ESPN FC.
Tim Cahill, yang masuk sejak menit ke-53 menggantikan Mark Bresciano, mulai menunjukkan aksinya tepat ketika pertandingan memasuki menit ke-84. Memanfaatkan kemelut di depan muka gawang Jepang, Cahill berhasil menyepak bola ke gawang Yoshikatsu Kawaguchi saat itu. Skor 1-1. Setelah itu, barulah petaka buat Jepang terjadi.
Menit ke-86, Cahill kembali berhasil mengubah papan skor menjadi 2-1 untuk keunggulan Australia lewat sepakannya di luar kotak penalti. Ditambah dengan gol solo run dari John Aloisi di menit ke-92, kemenangan Jepang di depan mata pun sirna. Nakata sampai sekarang beranggapan bahwa, Tim Cahill lah yang memberikan pengaruh cukup besar saat itu bagi Australia sehingga Socceroos dapat bangkit dan meraih kemenangan.
Sejak saat itulah, Cahill mulai dikenal oleh publik sebagai pesepakbola yang hebat. Hal ini memberikan dampak yang cukup besar kepada negara tempat ia dilahirkan, Australia. Setelah mengalahkan Jepang dan lolos ke babak perdelapan final, sebelum dikalahkan oleh Italia 1-0, Australia mulai dikenal luas, utamanya di konfederasi tempat mereka bernaung sekarang, AFC (Asian Football Confederation).
Australia sendiri baru bergabung dengan konfederasi Asia pada 1 Januari 2006 dan meninggalkan zona Oceania karena mereka merasa Oceania kurang kompetitif bagi mereka. Awalnya Australia hanya dianggap sebagai pengganggu di zona Asia. Namun, seiring dengan prestasi yang mereka raih, utamanya karena mereka rutin mengikuti ajang Piala Dunia sejak 1974, nama mereka mulai bergaung di Asia dan muncul sebagai kompetitor menyaingi Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Asia Barat.
Mulai terkenalnya Australia di Asia ini, salah satu faktor yang disinyalir paling berpengaruh adalah karena adanya Tim Cahill. Saat membela Australia di Piala Dunia 2006, Cahill sedang membela klub Everton, salah satu klub di Liga Primer Inggris. Pada musim-musim tersebut, Liga Primer Inggris sedang mengalami perkembangan, ditandai dengan masuknya Arsenal ke final Liga Champions Eropa musim 2005/2006. Belum lagi Liverpool yang di musim sebelumnya di musim 2004/2005 yang menjadi juara Liga Champions Eropa.
Meskipun banyak juga pemain Australia lain yang bermain di Liga Primer Inggris, seperti Mark Viduka dan juga Harry Kewell, namun mereka tidak memberikan sebuah pengaruh bagi Australia di Asia. Viduka yang sempat membela Leeds United dan Newcastle United hanya sekali mengikuti Piala Asia bersama Australia, yaitu pada tahun 2007. Kewell, meskipun ia merupakan salah satu pemain berbakat Australia, tidak pernah memberikan pengaruh berarti bagi timnas.
Lagipula, kedua pemain tersebut tidak menjadi legenda layaknya Cahill yang dianggap sebagai legenda Everton. Cahill membela Everton sejak 2004 sampai 2012. Ia mencatatkan 271 penampilan serta mencetak 66 gol dan 29Â assist. Sebuah catatan yang luar biasa bagi orang Australia di tanah Inggris. Inilah yang membuat pengaruh Cahill di Asia sangat kuat, apalagi ia juga sekarang membela klub Chinese Super League, Hangzhou Greentown.
Kekuatan Cahill ini pun diakui oleh pemain timnas Korea Selatan, Park Ji-Sung, yang berhadapan dengan Cahill di Piala Asia 2011. "Ia benar-benar pemain yang hebat. Anda tidak boleh melepaskan pandangan kepadanya selama 90 menit penuh. Ia juga pemain bermental baik. Semakin tinggi tekanan dalam sebuah pertandingan, ia malah bermain semakin baik," ujar Park.
Mike Cockerill, penulis kenamaan sepakbola asal Australia juga mengungkapkan pujiannya terhadap Cahill. "Cahill adalah pemain terbaik Australia. Memang ia tidak berbakat, namun ia mampu bermain sampai usia nya sekarang dan memiliki daya tahan yang kuat," ujar Cockerill.
Dengan usianya yang sekarang sudah mencapai angka 37, ia masih ingin membela Australia di Piala Dunia 2018. Dan, sebagai wajah Australia di Asia, bahkan dunia, orang-orang tahu, bahwa Australia akan lolos ke putaran final Piala Dunia 2018.
Sumber: ESPN FC
(sf)
foto: abc.net.au
ed:Â fva
Komentar