Arema akan menghadapi Persib di laga Final Piala Bhayangkara pada Minggu (03/04). Laga puncak ini jelas akan berlangsung seru dan sengit. Atmosfir pertandingan, dari jam ke jam, terus meningkat. Apalagi intensitas hubungan antara Bobotoh dan Aremania dari tahun ke tahun semakin memanas, walau pun keduanya sebenarnya tak punya sejarah konflik.
Singo Edan mempunyai kenangan indah di Gelora Bung Karno (GBK). Ini bukan semata faktor keakraban Aremania dengan Jakmania. Ada sejarah manis yang pernah ditorehkan Arema di stadion terbesar di Indonesia itu.
Setidaknya ada tiga kejayaan, juga tiga kemenangan, yang pernah ditorehkan Arema di GBK. Tiga laga yang sudah tercatat dalam buku sejarah Arema sebagai fragmen historis yang akan selalu dicatat dan dikenang.
Final Liga Pertamina 2004
Salah satu catatan buruk Arema adalah pernah terdegradasi dari level teratas sepakbola Indonesia. Itu terjadi pada musim 2003. Sejak awal, Arema sudah dilanda beberapa persoalan, terutama masalah pendanaan. Sampai-sampai sempat beredar rumor kemungkinan Arema dilebur dengan Persema bahkan pindah kota.
Faktor penting yang menjadi awal keterpurukan Arema adalah hijrahnya sejumlah pemain pilar ke Persik Kediri. Pemain seperti Khusnul Yuli, Harianto, hingga Johan Prasetyo dibawa Iwan Budianto ke Kediri. Tidak heran jika Arema terseok-seok dan akhirnya terdegradasi karena duduk di peringkat 17 dalam klasemen akhir.
Arema mencoba bangkit di musim berikutnya. Keterlibatan Bentoel di musim 2004, kala Arema hendak berlaga di Divisi 1 (namanya Liga Pertamina), sangat membantu Arema. Salah satu keseriusan Arema kala itu adalah merekrut Benny Dollo, pelatih top yang belum lama berhasil membawa Persita secara mengejutkan lolos ke final Liga Indonesia 2002.
Hasilnya terlihat sangat jelas. Mereka sangat dominan di Liga Pertamina. Mereka mencatatkan 16 kali kemenangan tiga kali imbang dan dan tiga kali kalah. Pada partai puncak yang berlangsung pada 11 Oktober 2004 mereka berhadapan dengan PSDS Deli Serdang yang merupakan wakil dari wilayah timur. Laga digelar di Stadion Gelora Bung Karno.
Berbagai peluang tercipta sepanjang pertandingan, akan tetapi belum berbuah gol. Arema yang kala itu dilatih oleh Benny Dollo itu lebih menguasai pertandingan dengan menghasilkan beberapa peluang. Akan tetapi rapatnya pertahanan Tim Traktor Kuning membuat Arema (ralat: sebelumnya disebut Elie Aboy dkk)Â kesulitan untuk menembusnya.
Ketika seluruh pemain publik di stadion mengira akan terjadi adu penalti pada laga tersbut. Martin Tao berhasil mencetak gol kemenanga di menit ke-119. Sontak gol pemain asal Sorong tersebut membuat ratusan Aremania berhamburan keluar lapangan untuk merayakan gol super dramatis tersebut.
Hasil tersebeut membawa Arema mengukuhkan gelar juara Divisi 1 Liga Indonesia sekaligus membawa klub ayng bermarkas di Stadion Kanjuruhan tersebut kembali ke habitatnya di Divisi Utama pada musim depan.
Kemenangan di GBK itu menjadi awal baru kiprah Arema. Selain kembali ke Divisi Utama, pencapaian di GBK itu seakan menjadi momentum baru bagi Arema. Pelan tapi pasti, sejak itu, mereka menapaki tangga elit sepakbola Indonesia. Kebetulan pada 2004 itu pula, Stadion Kanjuruhan sudah bisa digunakan (Arema berlaga melawan PSS dalam laga persahabatan untuk meresmikan Kanjuruhan).
Kemenangan yang boleh saja diremehkan, karena hanya di final Divisi 1, tapi dampaknya sangat terlihat dalam sejarah Arema di warsa-warsa selanjutnya.
Final Copa Dji Sam Soe 2005
Memori indah Arema di GBK adalah saat mereka tampil di partai puncak Piala Indonesia yang digelar pada 19 November 2005.
Pada laga tersebut Persija unggul lebih dulu setelah Fatecha berhasil memanfaatkan Silas Ohe yang gagal menangkap bola dengan baik. Arema tak tinggal diam, lewat striker andalannya Franco Hila. Mukti Ali Raja tak kuasa menghalau tendangan keras dari pemain yang asal Argentina tersebut. Singo Edan berhasil membalikan keadaan lewat aksi solo run firman Utina. Pemain yang kini memperkuat Sriwijaya tersebut berhasil lolos dari hadangan Ismed Sofyan dan berhasil membuat skor 2-1 untuk Arema.
Tak lama kemudian Roger Batoum sukses mengeksekusi tendangan penalti untuk membawa macan kemayoran menyamakan kedudukan. Firman Utina kembali memaksa Mukti Ali Raja untuk memungut bola dari gawangnya, setelah melakukan kerja sama yang apik dengan Joao Carlos.
Persija sempat memaksa untuk dilakukannya perpanjangan waktu setelah kembali menyamakan skor. Akan tetapi Firman Utina benar-benar menjadi bintang pada pertandingan tersebut, ia berhasil mengunci kememenangan sekaligus mencetak gol ketiganya setelah memanfaatkanthrough pass dari Franco Hita di babak tambahan.
Skor 4-3 yang bertahan hingga peluit akhir pertandingan, menasbihkan Arema menjadi Juara Copa Dji Sam Soe dan salah satu pemainnya Firman Utin terpilih menjadi pemain terbaik dalam trunamen tersebut.
Ini kemenangan penting karena seperti menjadi awal âsay helloâ Arema bahwa mereka sudah siap bersaing di level elit sepakbola Indonesia. Sejak menjadi juara Galatama 1992, Arema seperti sulit bersaing menjadi juara lagi. Mereka tidak terlalu buruk, sempat masuk ke babak 8 Besar Liga Indonesia, namun menjadi juara rasanya masih terlalu jauh.
Kemenangan sensasional di Copa Dji Sam Soe inilah yang membuat Arema kembali mencuat. Gelar yang prestisius karena diraih hanya selang semusim setelah promosi dari Divisi 1. Arema memperlihatkan diri sebagai tim yang bisa cepat bangkit.
Setahun kemudian, pada 2006, masih di bawah asuhan Benny Dollo, Arema kembali mempertahankan gelar juara Copa Dji Sam Soe. Di laga final, mereka mengalahkan Persipura dengan skor 2-0 berkat gol Aris Budi dan Anthony J. Ballah.
Pentahbisan Kejayaan Arema di ISL 2009/2010
Lawatan kedua yang dilakukan Arema adalah pada lanjutan Indonesia Super League di Musim 20009/2010. Laga yang digelar pada 310 Mei 2010 menjadi rekor dengan penonton terbanyak dalam ajang Liga Indonesia.
Arema yang bermain agresif, membuka keran golnya lewat tendangan bebas Esteban Javier Guillen Tejera di menit ke-8. Menjelang turun minum Pierre Njanka menggandakan keunggulan Singo Edan lewat titik putih. Wasit memberikan hadiah penalti setelah Abanda Herman melakukan handball di kotak terlarang. Pelanggaran tersebut tak hanya berbuah tendangan penalti untuk tim tamu, tetapi juga kartu merah bagi bek yang pernah berkostum Persib tersebut, sehingga harus diusir dari lapangan.
source: wearemania.net
Bermain dengan 10 orang pemain membuat Persija semakin keteteran. Bambang Pamungkas sempat memperkecil ketinggalan lewat gol di menit 60, akan tetapi kegembiaraan publik tuan rumah tak berlangsung lama. Enam menit berselang Arema kembali memperlebar jarak lewat Roman Chmelo.
Kehilangan figur sentral seperti Abanda Herman sangat berpengaruh bagi Persija, hal itu terbukti dengan dua gol Noh Alamshah dan Roman Chmelo dalam tempo waktu dua menit. Arema berhasil meraih kemenangan atas Persija di GBK dengan skor 5-1, akhirnya sukses merengkuh trofi ISL untuk pertama kalinya dibawah asuhan Roberts Alberts.
Kemenangan ini memang tidak mempengaruhi gelar juara. Karena Arema sudah mengunci gelar lebih dulu. Laga itu menjadi penting karena menjadi momen pentahbisan Arema sebagai kampiun sepakbola Indonesia. Lebih istimewa lagi pentahbisan itu berlangsung di stadion paling bersejarah dalam sepakbola tanah air: Gelora Bung Karno.
*****
Final Piala Bhayangkara menjadi sangat menarik karena mempertemuan dua kesebelasan yang punya basis pendukung luar biasa besar. Bagi Arema sendiri, ini akan menjadi laga sangat bergengsi, karena mempertaruhkan gengsi yang tidak kecil. Apalagi ini terjadi di GBK, tempat yang punya arti istimewa dalam sejarah Arema dan dalam ingatan Aremania.
Akankah Arema akan menambah catatan manisnya di GBK? Jelas ini akan menjadi laga yang tidak mudah, bukan hanya bagi Arema tapi juga Persib. Keduanya punya materi pemain yang relatif berimbang. Apalagi lawan Arema kali ini, Si Pangeran Biru, juga punya banyak catatan manis yang pernah mereka torehkan di GBK.
Komentar