Hegemoni Tandingan Nabil Husein dan Dugaan-dugaan Sepakbola Gajah

Cerita

by Randy Aprialdi 47083

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Hegemoni Tandingan Nabil Husein dan Dugaan-dugaan Sepakbola Gajah

Euforia Pusamania Borneo FC (PBFC) menjuarai Piala Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) masih terasa. Begitu juga euforia kelelahan dari turnamen itu juga masih mereka rasakan kala menjalani Piala Bhayangkara 2016. Tapi sejuknya Kota Bandung, yang kebetulan sedang diguyur hujan, membantu dinginkan suasana para awak PBFC selama berada di salah satu hotel di kawasan Ciumbuleuit.

Saat itu para pemain PBFC sudah kembali santai meski baru dikalahkan Sriwijaya FC dengan skor 3-1 pada laga pertama Grup A Piala Bhayangkara di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung. Tak salah memang, toh ini hanya turnamen, bukan kompetisi resmi.

Tapi tampaknya hal tersebut tak berlaku bagi Nabil Husein, Presiden PBFC. Bahkan Nabil sempat tidak dalam mood yang bagus ketika dikalahkan PS TNI pada 22 Maret lalu. Sehingga ia sempat menunda jadwal wawancara khusus dengan Pandit Football.

Hanya saja cuaca kota Bandung membuatnya lebih tenang pada keesokan harinya. Ia mulai bersedia menemui kami di lobi hotel setelah menikmati tidur siang. Ia akhirnya tiba di lobi hotel, berjalan menuju sofa yang diduduki Pandit Football dengan santai. Setelah saling berjabat tangan, Nabil mulai menduduki sofa yang begitu dekat dengan Pandit Football. Ia sempat mengutarakan rencananya di Kota Bandung pada hari itu. Nabil berencana pergi ke mall-mall Kota Bandung bersama beberapa pemainnya.

Ia pun mengumbar rencananya yang berada di Bandung hingga akhir bulan Maret. "Selamat malam Bandung, love this place so much...!" begitulah kicauan di akun Twitter miliknya tentang Kota Bandung pada 24 Maret lalu.

Kami pun berbincang-bincang sana sini dan hingga suasana semakin cair. Situasi semakin cair ketika ia memesan secangkir hot cappuccino. Dan kemudian pembicaraan lebih intim pun dimulai.

Berawal dari Football Manager

Permainan virtual Football Manager memang mampu menghipnotis pecinta sepakbola yang memainkannya. Anda bisa menghabiskan waktu yang begitu lama hanya untuk menyelasaikan musim per musim di dalam Football Manager. Jangankan satu musim, Anda pun akan memakan waktu lama ketika merancang kesebelasan idaman agar berprestasi di dunia Football Manager.

Tidak terkecuali bagi Nabil. Permainan tersebut membangkitkan gairah untuk memiliki sebuah klub sepakbola secara nyata. Hingga pada akhirnya ia membuat PBFC setelah mengakuisisi klub Perseba Super Bangkalan pada 7 Maret 2015 silam.

"Dan saat ada momennya, temen-temen saya memberi tahu ada klub yang mau dijual dari Liga Nusantara, yang penting budgetnya masuk. Akhirnya udah oke-oke, komunikasi bagus, tiba-tiba ada presscon di Samarinda dan menanyakan, bagaimana jika ada klub Liga Nusantara dijual? Saya bingung dan saya pikir kalau budgetnya masuk, kenapa tidak. Saya sendiri punya terget positif bangun tim yang bisa berprestasi," jawaban pertama Nabil pada sesi wawancara dengan Pandit Football.

Kita bisa membeli berbagai macam pemain yang diinginkan di dalam Football Manager. Bahkan membeli pemain dengan mengabaikan saran dari pemandu bakat permainan tersebut. Siapapun pemainnya dan asalkan budget mencukupi untuk membelinya, ya direkrut. Atas dasar itulah yang membuat Football Manager bisa membantu kita membangun kesebelasan yang benar-benar kita inginkan. Kita bisa membeli pemain dari tipikal A sampai Z, bahkan Cristiano Ronaldo sekalipun.

Tapi berbeda dengan para pemain Football Manager pada umumnya. Nabil sudah mewujudkan mimpinya untuk memiliki klub sepakbola secara nyata. Bahkan tidak diragukan lagi jika PBFC selalu dihuni pemain-pemain bintang sejak lolos dari Liga Nusantara, Divisi Utama. Seperti representasi para penikmat Football Manager, Nabil pun hobi mengoleksi pemain-pemain bintang keinginannya. Bahkan pemain-pemain top sudah ia kumpulkan ketika belum adanya pelatih resmi. Nabil sendiri mengaku sudah membangun koneksi dengan pemain sejak 2007. Saat itu ia sudah mulai mencoba mengenali satu per satu pemain sepakbola Indonesia.

"Jadi gini, sebelum saya merekrut pemain memang sih rata-rata pilihan saya. Cuma saya selalu berkomunikasi dengan pelatih. Nah, mungkin saya belum publikasi pelatih bukan berarti saya tidak menentukan pilihan. Jadi saya komunikasikan, kami selalu sharing, kami mau yang terbaik dan pelatih juga pasti mau yang terbaik," kata Nabil.

Kemudian, ketika ditanya tentang pemain yang paling berhasrat direkrutnya, jawabannya adalah Firman Utina. Nabil merasa memiliki kedekatan dari darah keturunan Manado dengan Firman. Alasan itu menjadi hal lain bagi idolanya sejak kecil itu.

"Makanya saya bilang, kan, kalau mau pensiun ya di Borneo aja. Bang Firman itu punya sesuatu yang pemain lain nggak punya tapi dia punya. Walau pun faktor umur, tapi bukan alasan bagi saya untuk tidak mengidolakan dia. Dia istimewa, lah sebagai playmaker Indonesia, dia istimewa," ujar Nabil.

Kesatuan yang Memanfaatkan Kekecewaan

Terkadang, banyaknya rasa kekecewaan yang menumpuk, bisa menjadi sebuah kekuatan yang besar. Hal itu terjadi di dalam situasi sepakbola Samarinda. Seperti sudah umum diketahui, jika sepakbola di sana sangat kental dengan Persisam Samarinda selama era Indonesian Super League (ISL). Nabil pun kadang menyaksikan Persisam di Stadion Segiri waktu itu.

Tapi seiring waktu, intensitas Nabil di Segiri berkurang karena ia lebih menghabiskan waktunya di Singapura, Malaysia dan Jakarta untuk berbagai keperluan, termasuk studi. Ketika pulang ke Samarinda, maka menonton Persisam di Stadion Segiri adalah salah satu cara untuk menyalurkan hobinya.

"Saya nggak (terlalu fanatik Persisam). Saya cuma suka nonton bola," terangnya. "Karena hiburan sepakbola di Samarinda itu cuma sepakbola yang ada di Samarinda," sambung Nabil.

Kini, sudah tidak ada nama Persisam di tanah Borneo. Persisam yang dulu dielu-elukan sudah menjadi idola baru bagi rakyat Bali dengan nama Bali Pusam United. Hal tersebut karena keberanian Nabil yang membuat sebuah klub di Samarinda, membangun sebuah klub yang -- harus diakui-- berhasil menggeser Persisam. Tapi ia bukan tanpa alasan membangun PBFC di Samarinda. Semua berawal dari kekecewaan para suporter Persisam kepada klub itu sendiri.

Nabil memanfaatkan kekecewaan itu menjadi suatu kekuatan baru di sepakbola Samarinda. Apalagi ia punya kedekatan yang kental dengan para suporter Persisam saat itu. Kendati Nabil merupakan salah satu orang yang terpandang di Samarinda, tapi ia mengaku hidupnya lebih bermasyarakat, "Jadi dari suporter, infonya mereka sempat kurang puas. Jadi ya mungkin mereka sudah galau, sempat bingung juga. Jadi mereka ajak saya untuk bangun klub. Kebetulan suporter juga teman-teman saya karena kerap nonton bola di Samarinda. Saya pecinta sepakbola Samarinda, makanya saya bikin tim di samarinda juga," beber Nabil.

Lalu bagaimana tanggapannya atas nasib Persisam yang kini sudah menjadi Bali United? "Jadi tanggapan saya ketika mereka pindah ke Bali ya tidak masalah. Seperti tim kami dari Bangkalan yang tiba-tiba pindah ke Samarinda. Ya begitu juga dengan Samarinda (Persisam)," celotehnya Nabil lebih lanjut.

Di Balik Mulut Besar Iwan Setiawan

Nabil sudah mengenal Iwan Setiawan sejak bertemu di Divisi Utama. Saat itu Nabil terkesan dengan kinerja Iwan dan menganggapnya sebagai salah satu pelatih yang pintar. Satu tahun kinerja Iwan bersama PBFC pun memuaskan Nabil. Iwan yang baik ke pemain dan ramah kepada masyarakat membuat Nabil terus memercayainya. Bahkan untuk kedua kalinya sejak Piala Gubernur Kaltim 2016.

Sebelumnya, Iwan mengundurkan diri sebagai Pelatih PBFC pada November 2015. Ia mundur dengan rekam jejak kontroversial atas psy war yang dilakukannya kepada tim lawan. Hobi psy war Iwan membuat Nabil terkejut karena tidak ada masalah selama satu tahun bersama PBFC.

"Waktu Piala Presiden, kami bisa dibilang sedikit arogan, padahal itu bukan tipe saya sebagai tim yang arogan. Jadi selama semusim di divisi utama juga saya tidak menemukan yang namanya sifat arogan dari coach Iwan. Cuma di Piala Presiden saya cukup kaget dan saya cukup tertekan juga. Tapi itu selalu menjadi bahan pembelajaran saya yang mana harus siap dalam semua situasi," aku Nabil.

Iwan Setiawan 1

Tapi ia masih belum bisa move on dari Iwan. Masih tersimpan sosok satu tahun Iwan bersama PBFC dalam hati dan pikirannya. Itulah alasan Nabil memanggilnya kembali sejak Piala Gubernur Kaltim 2016. Mereka kembali membangun komitmen. Nabil menegaskan kepada Iwan jika PBFC sekarang harus mengusung "talk less do more" yang menuntut prestasi tanpa banyak bicara.

Awalnya, Iwan mampu melakukannya dengan membawa PBFC menjuarai Piala Gubernur Kaltim 2016 tanpa psy war dan lainnya. Tapi Nabil menganggap Iwan telah melanggar komitmennya pada Piala Bhayangkara 2016. Iwan melontarkan psy war yang tidak bisa diterima Nabil. Sehingga Nabil benar-benar berubah pikiran tentang sosok Iwan yang sempat membuatnya kagum.

"Cuma waktu di Piala Bhayangkara, terjadilah psy war yang tidak saya sukai karena kami punya komitmen. Jadi hingga saya sedikit keras dengah coach Iwan. Karena walaupun memang kami berbeda umur tapi saya tidak memandang umur, karena di sini kami memandang pekerjaan dan syukur coach Iwan juga profesional, ia bisa menerima kritikan saya dan memang ada masalah internal juga sehingga coach Iwan kami lepas," beber Nabil.

Tentang Sepakbola Gajah dan Ekses-eksesnya

Komentar