Rafael Benitez, manajer asal Spanyol, diagungkan Kopites, sebutan untuk pendukung Liverpool, atas hasil yang terjadi di final Liga Champions pada 2005 yang digelar di Istanbul, Turki. Menghadapi AC Milan, Liverpool sempat tertinggal 0-3 sebelum akhirnya menyamakan kedudukan 3-3 untuk memaksa pertandingan berlanjut hingga babak tambahan waktu dan adu penalti. Liverpool akhirnya keluar sebagai juara setelah menang 2-3 pada adu penalti.
Tapi keajaiban bukan hanya milik Rafael Benitez semata. Keajaiban pun tidak hanya terjadi di Istanbul, karena pada dasarnya keajaiban itu berserakan di mana pun dan semua tergantung kepada bagaimana keajaiban itu dipungut, kemudian diwujudkan menjadi sebuah kenyataan. Juergen Klopp, manajer asal Jerman yang sekarang menukangi Liverpool, sudah melakukannya saat ia memungut satu keajaiban yang ada di Anfield.
Siapa sangka, dari skor yang mulanya 0-2, lalu menjadi 1-2, kemudian menjadi 1-3, tiba-tiba saja berakhir menjadi 4-3? Kalau bukan karena kerja keras dan perubahan strategi atau taktikal yang dilakukan oleh manajer pasti ada sebuah tangan keajaiban yang menolong di situ. Setidaknya, itulah yang Liverpool rasakan pada Jumat (15/4) dini hari WIB saat mereka mengalahkan Borussia Dortmund di babak delapan besar Europa League.
Dengan kemenangan ini, mereka berhak melaju ke babak semifinal Europa League bersama dengan tiga kontestan yang lain, yaitu Sevilla, Villarreal, dan Shakhtar Donetsk. Kesempatan untuk berlaga di Liga Champions Eropa melalui jalur Europa League, seperti yang pernah digemborkan oleh Klopp, bisa saja terjadi musim ini.
Tapi, keajaiban pun awalnya tidak berjalan mulus di Anfield. Di awal pertandingan, keajaiban sempat menjauh dari genggaman para pemain Liverpool saat Henrikh Mkhitaryan dan Pierre-Emerick Aubameyang mencetak dua gol untuk membawa Dortmund unggul. Meski sudah tertinggal dua gol, wajah Klopp tetap santai dan tidak terlalu gusar. Lewat suntikan motivasi yang diberikan di waktu jeda, Divock Origi mampu memperkecil ketertinggalan menjadi 1-2.
Namun, di pertengahan babak kedua, ekspresi Klopp mulai berubah menjadi lebih keras ketika Dortmund memperbesar kedudukan lewat gol dari Marco Reus. Saat itulah, Klopp mulai mengeluarkan ekspresi magisnya dengan berteriak-teriak dan menyuruh para pemainnya agar berlari lebih cepat dan berjuang lebih keras dari sebelumnya dan menekan para pemain Dortmund.
Ekspresi Klopp itu berhasil membungkus sebuah keajaiban bagi Liverpool yang kemudian ia bagikan kepada Anfield. Lewat perintahnya agar para pemain Liverpool bergerak lebih cepat, keajaiban itu pun datang. Pelan-pelan, Phillipe Coutinho dan Mamadou Sakho mulai bisa mewujudkan keajaiban tersebut lewat gol-gol yang mereka cetak sehingga kedudukan berubah dari 1-3 menjadi 3-3. Thomas Tuchel mulai cemas, Klopp malah semakin agresif dalam memberikan instruksi.
Sampai akhirnya, tepat di masa injury time, Dejan Lovren membuat keajaiban bagi Liverpool menjadi nyata lewat sundulannya. Bukan di Istanbul, tapi di Anfield, markas mereka sendiri, rumah bagi para Liverpudlian, keajaiban itu terjadi. Liverpool menang 4-3 setelah sempat tertinggal 0-2 dan 1-3.
Tuchel terdiam, Klopp dan pelatih kiper Liverpool, John Achterberg, bersorak dan merayakan kemenangan itu di lapangan. Keajaiban kembali meliputi kubu Liverpool, yang sontak mengingatkan kembali pada memori Istanbul 2005.
Juergen Klopp berhasil mengantarkan Liverpool melaju ke babak semifinal Europa League. Bukan hanya itu, ia juga unggul segalanya atas Tuchel, setelah di leg pertama, perasaan yang ia bawa ke Westfalen/Signal Iduna Park membuat laga berakhir imbang 1-1. Sekarang, dengan semangat membara yang ia tunjukkan, Liverpool mampu menang dramatis 4-3.
Sekali lagi, keajaiban bukan hanya milik Rafael Benitez. Keajaiban juga milik Juergen Klopp.
foto: skysports.com
ed: fva
Juergen Klopp Pun Bisa Hadirkan Keajaiban Bagi Liverpool
Beritaby Redaksi 33 15/04/2016 10:22
Komentar