Cristiano Ronaldo tersenyum dengan memamerkan giginya. Tidak ada perayaan gol yang berlebihan. Ia mrangkul Jese Rodriguez yang berjasa memberinya assist. Di penghujung laga, senyuman itu tidak dikenang sebagai senyuman paling ikhlas yang tersemat pada wajah Ronaldo.
Real Madrid memang menang besar 5-1 atas Getafe pada Sabtu (16/4) pekan lalu. Namun, Ronaldo cuma menyumbang satu gol. Padahal, dari peluang yang ada, semestinya, ia bisa mencetak hattrick. Sayangnya, rekan-rekannya lebih memilih menembak langsung ke gawang ketimbang memberinya umpan.
Dalam pertandingan tersebut, Ronaldo menutup kemenangan Madrid. Namun, ia terlihat tak senang-senang amat, berbeda seperti yang ia tunjukkan saat mencetak hattrick ke gawang Wolfsburg. Ini wajar karena gol yang ia cetak ke gawang Vicente Guaita, bukanlah representasi dari tiga gelar Ballon d’Or yang pernah ia raih. Malah, sepertinya tanpa latihan keras yang ia lakukan selama bertahun-tahun pun siapapun bisa mencetak gol dari kondisi tersebut.
Ronaldo tentu sudah kebal dengan kritikan dan cemoohan dari para pembencinya. Apa yang pernah ia capai, seolah tak berarti apa-apa. Misalnya saja, meski mencetakgol, Ronaldo akan tetap jadi bahan pergunjingan. “Masa cuma cetak satu gol?” mungkin begitu yang ada di pikiran para pembencinya.
Tentu sulit menjadi seorang Ronaldo. Ia dituntut untuk selalu melakukan sesuatu yang spesial. Kita bisa saja memaafkan seorang Thomas Mueller karena tidak mencetak gol, karena ia adalah seorang pembaca ruang sejati. Namun, saat Ronaldo memerankan seorang Mueller, hal tersebut tidak bisa diterima, karena satu-satunya syarat atas diakuinya kehebatan Ronaldo adalah capaian gol.
Hal ini semakin rumit setelah banyak yang menyoroti kekesalan Ronaldo saat tak diberikan bola. Mungkin Anda masih ingat saat Gareth Bale mencetak gol, Ronaldo malah menunjukkan ekspresi wajah tidak senang. Padahal, kalau dipikir-pikir Ronaldo sebenarnya sudah menunjukkan ekspresi yang tepat. Lho, Bagaimana bisa?
Begini. Dua gol Madrid ke gawang Getafe sejatinya amat mungkin dicetak oleh Ronaldo. Pada proses gol kedua, Isco yang melakukan satu-dua dengan Karim Benzema, memilih melepaskan tembakan ketimbang mengumpan pada Ronaldo yang tidak terjaga di sisi seberangnya.
Mirip dengan gol kedua, gol ketiga Madrid yang dicetak Bale pun sejatinya bisa diumpan kepada Ronaldo yang tidak terjaga di sisi sebaliknya. Namun, Bale lebih memilih melepaskan tembakan yang berbuah gol.
Dari dua gol tersebut terlihat kalau Ronaldo tidak begitu bersemangat merayakan gol bersama para pencetak gol. Ia pun bukan orang pertama yang dipeluk sang pencetak gol. Padahal, jarak keduanya tidak bisa dibilang terlalu jauh.
Tentu tidak sedikit yang merasa kalau Ronaldo adalah seseorang yang egois. Ia dianggap lebih mementingkan capaian pribadi dengan mencetak gol ketimbang kemenangan tim. Sejatinya, kalau dipikirkan lebih jauh, hal tersebut tentu jauh dari kenyataan.
Ronaldo adalah simbol kemenangan bagi Real Madrid itu sendiri. Di saat para pemain lain performanya angin-anginan, Ronaldo tak boleh demikian. Ia mesti selalu sigap dan menjadi kunci kemenangan. Salah satu contohnya adalah bagaimana ia menjadi ujung tombak kemenangan Madrid atas Wolfsburg. Hasil tersebut membuat Madrid lolos ke babak semifinal Liga Champions setelah di leg pertama tertinggal 0-2.
Untuk terus mencetak gol, Ronaldo mesti terus mengusahakannya. Ia harus berlari membuka ruang dan memberikan kesempatan agar rekan-rekannya mampu mengirimkan umpan. Sialnya, sejumlah peluang justru dikonversi sendiri oleh rekan-rekannya yang lain. Untung kalau berbuah gol, bagaimana kalau tidak?
Wajar rasanya kalau Ronaldo uring-uringan. Mungkin ia berpikir andai bola diumpan kepadanya, ia bisa mengonversi peluang tersebut menjadi gol dan membawa kemenangan untuk Madrid.
Apabila kondisi tersebut terjadi pada pembaca, mungkin Anda pun akan melakukan hal yang sama. Penulis misalnya, pernah bermain bola dan mendapati diri dalam kondisi tak terkawal. Namun, rekan yang lain di sisi seberang lebih memilih membuang peluang ketimbang mengirim umpan. Kalau kejadiannya cuma sekali dua kali mungkin bisa dimaafkan, tapi kalau berkali-kali ya kesal juga.
Bermain sebagai penyerang tentu berbeda dengan pemain belakang. Waktu memegang bola bisa jadi lebih sedikit dan tidak seleluasa pemain belakang. Saat memegang bola, musuh sudah keburu menekan dan bola mesti segera dipindahkan.
Tekanan ini yang membuat segala peluang mestinya harus dimaksimalkan, dan Ronaldo (menganggap dirinya) adalah sebuah jawaban. Apa yang dilakukan Ronaldo semestinya bisa dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Capaian pribadinya sejalan dengan capaian klub itu sendiri.
***
Di Wikipedia, profil beberapa pemain dituliskan dengan lengkap. Salah satunya adalah momen ketika mereka mencetak gol, atau saat mereka menjadi pemain yang berpengaruh buat tim. Namun, tidak bagi Ronaldo, karena menuliskan satu-persatu momen di mana ia mencetak gol, hanya akan membikin laman Wiki-nya kepanjangan.
Senyuman paling ikhlas Ronaldo terjadi bukan di akhir pertandingan kala mengalahkan Getafe, tetapi saat Messi mencetak golnya yang ke-500. Sembari tersenyum, mungkin ia akan bilang begini, “Welcome to the club!”
NB: Hingga saat ini, Ronaldo sudah mencetak 535 gol di segala ajang untuk timnas dan klub!
foto: whitegadget.com
Senyuman Paling Ikhlas dari Cristiano Ronaldo
Ceritaby Redaksi 46 18/04/2016 13:43 26640
Komentar