Napoli wajib kerja keras lagi untuk mempersiapkan musim depan. Ketika dikalahkan Udinese pada 3 April lalu, Pelatih Napoli, Maurizio Sarri, berkata seperti ini, "Anda sudah tahu apa yang saya pikirkan tentang masalah ini. Saya tidak menyukai ini karena ini tidaklah adil."
Saat itu, Sarri menyalahkan jadwal pertandingan Serie-A 2015/2016. Ia mengeluhkan Napoli yang selalu berlaga lebih dahulu ketimbang Juventus, sebagai pesaingnya untuk meraih Scudetto. "Ini adalah keenam kalinya kami telah bermain setelah Juve dan mereka sepertinya selalu menang. Bermain dengan beban berat di pundak kami dapat merusak kepercayaan diri, tapi sejauh ini belum terjadi," imbuh Sarri.
Apalagi ketika menghadapi Udinese, Sarri harus melihat penyerang andalannya, Gonzalo Higuain, diusir dari lapangan karena mendapat kartu kuning kedua. Hukuman Higuain pun semakin berat karena mengecam wasit dengan cara mendorongnya. Emosinya meletus saat itu. Teman-temannya sampai harus turun tangan untuk menahan emosinya. Tapi, Higuain masih mengamuk kepada wasit seperti Gunung Vesuvius yang meletus.
Higuain pun tampak meniru aksi emosional Sarri kepada Roberto Mancini, Pelatih Internazionale Milan, pada ajang Coppa Italia 2015/2016. Saat itu Sarri melontarkan kalimat yang mengandung homophobia karena frustasi akibat tersingkir dari Coppa Italia. Dan kemudian giliran Higuain dan rekan-rekannya yang frustasi mengejar Scudetto.
Tanpa adanya Higuain, justru skuat asuhannya berhasil mengalahkan lawan berikutnya dengan skor sangat besar. Kala itu Bologna dicukur dengan skor 6-0. Bahkan Napoli mampu melepaskan 14 tendangan mengarah ke gawang Bologna yang merupakan terbanyak sepanjang musim ini. Padahal, Bologna notabene selalu menyulitkan kesebelasan raksasa di Serie-A. Juventus dan AS Roma pun diimbangi skuat besutan Roberto Donadoni itu.
Setidaknya, hasil itu sedikit mengembalikan Napoli ke jalur Scudetto. Mereka mulai terbiasa bertanding tanpa adanya Higuain. Tapi di sisi lain, mental adalah persoalan yang harus dibenahi Napoli untuk berburu gelar juara pada musim depan. Mental juara adalah sesuatu yang penting jika ingin mendapatkan sebuah gelar.
Tengok setelah dikalahkan Juventus pada giornata ke-25. Mereka pulang dari Stadion Juventus dengan kelemahan mental yang begitu dalam. Sebagai kesebelasan yang kuat, kekuatan mereka tidak muncul kembali sejak dikalahkan Juventus.Tapi mereka menjadi kesebelasan yang hancur. Hal itu terlihat ketika bermain imbang dengan Fiorentina dan AC Milan, kemudian dikalahkan Inter dan Udinese. Marek Hamsik dkk., pun disingkirkan Villareal dari Europa League 2015/2016.
Sampai pada akhirnya gol Radja Nainggolan, gelandang Roma, memastikan Juventus menjuarai Serie-A 2015/2016. Tidak lama setelah sampenye dituangkan di Turin, Napoli sempat menjadi pemburu yang sedang diburu, karena mereka harus memperjuangkan peringkat kedua agar lolos otomatis ke Liga Champions musim depan; Walau sebetulnya perburuan juara Napoli sudah selesai sejak dikalahkan Inter dan Udinese. Lagipula tidak ada yang salah bagi Napoli yang waktu itu tetap memburu kemenangan di Stadion Olimpico. Toh mereka pun berutang diri kepada para suporternya, walau saat itu Juventus pun sudah juara secara matematis.
Kendati demikian, Napoli bisa bangga dengan apa yang telah mereka capai musim ini. Mereka sudah menjadi bagian dari perburuan gelar yang berarti bersama Juventus. Sekarang, mereka tengah berjuang mempertahankan peringkat kedua dan peluang itu begitu besar. Napoli unggul tiga poin atas Roma. Selain itu, Napoli menjalani partai lebih mudah ketimbang pesaingnya itu. Roma harus bertandang ke Milan, sementara Napoli akan menjamu Forsinone pada partai terakhir Serie-A 2015/2016.
Napoli harus menjadikan musim ini sebagai pelajaran sebagai konsistensi mengangkat Scudetto di Serie-A 2016/2017. Daripada mengkhawatirkan target transfer atau penjualan pemain, Napoli lebih baik membasmi penyimpangan-penyimpangan mental yang mengganggu jiwa kolektif mereka. Toh musim depan belum tentu Higuain memiliki kecakapan mencetak gol seperti sejauh ini.
Mereka pun membutuhkan pemain pengganti yang memiliki peran dan memberikan dampak signifikan, layaknya Francesco Totti yang masih mendapatkan suara meriah dari Stadion Olimpico walau turun dari bangku cadangan. Kesebelasan berjuluk Partenopei ini tidak bisa hanya bermodal permainan yang keren. Mereka harus bisa benar-benar menantang agar mendapatkan penghargaan di musim depan. Sarri pun harus mengambil pendekatan yang lebih pragmatis soal ini.
Napoli telah membuat diri mereka bangga pada musim ini dari musim yang begitu fenomenal, sehingga ketragisan mereka wajib dijawab dengan lolos otomatis ke Liga Champions. Jika tidak, Napoli akan tetap mengingat kembali Stadion Olimpico sebagai penyesalan.
ed: fva
Komentar