Di Ashton-under-Lyne, wilayah Kota Manchester, Inggris, lahir seorang anak yang kelak menjadi pesepakbola profesional walau ia lahir dari orang tua yang memiliki pub hiburan malam dan menjual minuman keras. Dan uniknya, pria itu tidak menjadi pemain sepakbola di klub Manchester atau Tim Nasional (Timnas) Inggris. Melainkan ia membela Italia dan berkarir di sana, bahkan berhasil menjuarai Piala Dunia 2006 di Jerman.
Bocah dari kota Manchester itu bernama Simone Perrotta, tapi memulai karier sepakbolanya di Reggina sejak 1995. Kemudian pemain berposisi gelandang itu direkrut Juventus pada transfer musim panas 1998. Namun ia disia-siakan kesebelasan tersebut karena minimnya kesempatan bermain. Hingga akhirnya Perrotta memilih hengkang ke Bari pada 1999.
Bersama Bari, pria kelahiran 17 September 1977 ini diberi kesempatan bermain lebih banyak. Perrotta tampil sebanyak 56 kali dan mencetak satu gol selama dua musim. Tapi ia tidak bisa menyelamatkan Bari dari degradasi pada musim keduanya. Kendati demikian, Perrotta tetap bisa menikmati Serie-A karena direkrut Chievo yang promosi ke Serie-A 2001/2002.
Nah, bersama klub itulah namanya mulai mencuat. Duetnya bersama Eugenio Corini di lini tengah, Perrotta berhasil membawa Chievo yang baru promosi mengakhiri musim di peringkat lima Serie-A 2001/2002 sehingga klub tersebut mendapatkan tiket ke Liga Eropa pada musim selanjutnya.
Penampilan gemilangnya bersama Chievo membuatnya dipanggil untuk pertama kalinya ke Timnas Italia senior pada 2002 lalu. Dan penampilan impresifnya terus berlanjut hingga AS Roma merekrutnya pada bursa transfer musim panas 2004.
Bersama klub asal ibukota Italia itulah ia meraih gelar pertamanya di Liga Italia. Perrotta membantu Roma menjuarai dua gelar Coppa Italia dan satu Piala Super Italia. Hanya gelar Scudetto yang belum pernah diraihnya. Kendati demikian, ia berkontribusi menjadikan Roma sebagai runner-up sebanyak empat kali.
Bersama Roma-lah ia melampiaskan kesetiaannya. Ketika kontraknya berakhir pada 30 Juni 2013, saat itu usianya sudah 35 tahun. Dan ia menyadari jika kesebelasannya itu sudah tidak terlalu membutuhkan tenaganya. Apalagi Roma memiliki stok gelandang yang jauh lebih muda dan berkualitas seperti Miralem Pjanic, Kevin Strootman, Radja Nainggolan dan lainnya.
Akhirnya ia lebih memilih pensiun di akhir kontraknya. Sebab, Perrotta tidak ingin pensiun bersama kesebelasan lain. Pemain bernomor punggung 20 itu bersikeras ingin pensiun di Roma. Padahal saat itu ia mengakui masih sanggup bermain untuk beberapa musim lagi.
"Nyatanya saya lebih memilih untuk mengakhiri karier saya sebagai seorang pemain Roma daripada pemain klub lain," ujarnya yang pernah diungkapkan kepada Teleradiostereo.
Atas raihannya bersama Roma dengan Italia, Perrotta dianggap salah satu pemain yang turut membanggakan masyarakat Ashton-under-Lyne. Bahkan Perrotta dibuatkan sebuah patung di luar Stadion Tameside, Ashton-under-Lyne. Pasalnya, Perrotta dianggap sebagai pemain berbakat yang pernah lahir dan tinggal di sana.
Bukan berarti tidak setia dengan daerah kelahirannya, melainkan hati Perrotta lebih cinta kepada asal darah yang mengalir di tubuhnya, yaitu darah Italia. Kesetiaannya itu pun telah dilimpahkan ke Roma. Dan bagi yang setia mengaguminya, bisa menyaksikan aksinya langsung pada pertandingan antara Calcio Legend menghadapi Primavera Baretti di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Sabtu (21/5).
Komentar