Andrea Pirlo dan Sebastian Giovinco tidak disertakan dalam daftar skuat bayangan Italia untuk Piala Eropa 2016 mendatang. Hal ini tak lepas dari komentar sang juru racik, Antonio Conte, yang mengatakan bahwa pemain Italia mesti menerima konsekuensi ketika bermain di Major League Soccer (MLS).
Secara tidak langsung, Conte menyiratkan bahwa mereka yang bermain di MLS tak layak diikutsertakan untuk berlaga di turnamen internasional. Selain itu, MLS dianggap tak lebih kompetitif ketimbang liga lain di Eropa, khususnya Serie A. Kecuali liga domestik, Conte lebih memilih untuk memanggil pemain yang bermain di Liga Primer serta Ligue 1 dan mengesampingkan kompetisi tertinggi di Amerika Serikat tersebut.
Keputusan Conte untuk tidak membawa Pirlo dan Giovinco tentu banyak mengundang kontroversi, mengingat bila dilihat penampilan secara individu mereka layak untuk mendapatkan tempat di skuat Italia. Selain itu, Pirlo selalu bermain di turnamen internasional sejak Piala Eropa 2004. Total, pemain berjuluk Il Metronome itu telah mengecap 116 caps bersama Gli Azzurri dan menjadi pemain terbanyak keempat yang membela Timnas Italia. Ia juga berperan penting dalam kesuksesan Italia meraih trofi Piala Dunia 2006 di Jerman dan menduduki posisi runner-up di Piala Eropa 2012.
Bersama New York City di musim ini, Pirlo masih mampu menunjukkan performa apik. Meski baru menyumbangkan dua assist, umpan Pirlo masih akurat. Terbukti dari 461 umpan tepat sasaran dengan rataan persentase akurasi 81%. Catatan tersebut membuktikan dirinya masih layak untuk berperan sebagai regista yang bertugas mengawali serangan dan mengalirkan bola dari belakang ke depan.
Sementara itu, Giovinco yang bermain apik di musim lalu juga tidak mendapat perhatian dari Conte. Padahal di musim pertamanya bersama Toronto FC ia langsung mengukuhkan diri sebagai top skor MLS dengan 22 gol. Tak hanya itu, mantan pemain Juventus tersebut juga mencatatkan diri sebagai pemberi assist terbanyak dengan 16 assist.
Pada musim ini, Giovinco juga masih menunjukan tajinya. Dari 12 laga yang dilakoninya, Giovinco telah melesakkan delapan gol dan lima asis. Namun torehan tersebut seolah tak ada artinya di mata Conte, dan faktor MLS merupakan masalah utamanya.
Banyak yang menyayangkan kepindahan Giovinco ke MLS, pasalnya ia baru menginjak usia 28 tahun saat memutuskan untuk hijrah ke AS. Selain itu dengan talenta yang dimilikinya, ia masih mampu untuk bermain di liga-liga top Eropa yang lebih kompetitif dibanding MLS. Alhasil, pemain yang telah 23 kali berseragam Timnas Italia itu harus menerima konsekuensi pahit dari pilihan yang ia buat.
Akan tetapi MLS juga tak selamanya dipandang buruk oleh beberapa pelatih. Berikut adalah daftar pelatih yang masih memercayai para pemainnya yang bermain di MLS.
Martin O`Neill (Republik Irlandia)
Arsitek Timnas Republik Irlandia Martin O`Neill masih memercayai dua penyerangnya yang bermain di AS, Robbie Keane serta Kevin Doyle, dan memasukkan mereka ke dalam skuat bayangan yang akan dibawa ke Prancis pada Juni nanti.
Sementara itu, Doyle yang memulai perantauannya di MLS semenjak Maret tahun lalu, sempat merasakan atmosfer Liga Primer. Keane sendiri merupakan langganan timnas dan pemegang penampilan terbanyak di negara yang ber-ibu kota di Dublin itu dengan 143 caps. Meski usianya tak muda lagi, ia berhasil menjaga konsistensi dengan menjadi mesin gol bagi LA Galaxy. Hal tersebut dibuktikan dengan torehan 20 golnya di musim lalu.
Selain itu, ia juga menunjukkan kontribusinya di timnas dengan torehan lima gol yang disarangkannya saat laga kualifikasi Piala Eropa 2016. Di Colorado Rapids ia baru mencetak dua gol setelah bermain selama 731 menit. Akan tetapi hal itu tak menutup kesempatannya untuk berlaga di Piala Eropa, Doyle diplot mengisi sektor depan The Green Army bersama Keane, Shane Long dan Jonathan Walters.
Gianni De Biasi (Albania)
Pelatih Albania, Gianni De Biasi, sejalan dengan yang dilakukan O`Neill. Meski sama-sama berpaspor Italia seperti Conte, ia masih memercayai pemainnya yang bermain di MLS. Hal itu ditunjukan dengan menyertakan nama Shkelzen Gashi dalam skuat bayangan Albania.
Gashi sendiri dianggap telah mengalami anti klimaks dalam kariernya setelah hijrah dari FC Basel menuju MLS untuk memperkuat Colorado Rapids. Gelandang serang berusia 27 tahun itu telah melesakkan dua gol dari 10 laga bersama tim yang berbasis di Denver tersebut. Meski begitu ia tetap diberi kesempatan oleh De Biasi untuk menjadi bagian dari lini serang Albania.
Marc Wilmots (Belgia)
Marc Wilmots yang menjabat sebagai pelatih Timnas Belgia juga masih mempercayai Laurent Ciman yang bermain di MLS, meski hanya berperan sebagai pemain pengganti dalam skuat bayangan yang telah dirilis. Ciman sendiri juga merupakan salah satu bagian dari skuat Piala Dunia 2014 lalu. Setelah bermain lima musim bersama Standard Liège, ia hengkang ke Montreal Impact pada Januari tahun lalu.
Pemain yang identik dengan kepala pelontos tersebut berhasil menunjukkan penampilan apik dan terpilih menjadi bek terbaik di MLS musim lalu. Ciman juga masih menjadi andalan bagi tim yang pernah dua kali menjuarai Canadian Championship tersebut dengan tak pernah absen dalam 12 laga awal di MLS.
Dengan beberapa pertimbangan dan berbagai keputusan yang dipilih para pelatih negara peserta Piala Eropa 2016 di atas, masih layakkah MLS dipandang sebelah mata, seperti yang dilakukan Conte?
Foto: TorontoFC, Goal, minuta90, ussoccerplayers
ed: fva
Komentar