Investasi justru malah membuat AC Milan menjadi terbelakang dibandingkan klub-klub elit lain di Serie-A 2015/2016. Rupanya investasi 85 juta euro tidak menjamin Milan masuk ke kualifikasi Liga Eropa. Lalu apa yang bisa diharapkan para pendukungnya untuk musim mendatang? ketika saat ini Milan cuma mengakhiri musim lalu di peringkat tujuh. Kemudian mereka terus dibuat bimbang soal investor dari Cina yang simpang siur.
Sesuatu yang bisa diharapkan itu adalah soal pengelolaan pemain. Jika bicara Serie-A 2015/2016, Milan sedikit meningkatkan seluruh aspek. Tapi seharusnya mereka enggan melakukan secara bertahap, melainkan instan. Sehingga situasi Milan bagaikan sedang menaiki tiang yang dilumuri minyak. Mereka berada di dalam situasi ketika Juventus masih sama kuat seperti sebelumnya. Sementara itu Napoli dan AS Roma terus mencari cara untuk mematikan Juventus. Di lain hal, Fiorentina dan Internazionale Milan menjadi ancaman untuk masuk ke zona Liga Champion dan Eropa.
Tapi yang jelas, para klub tersebut tidak menghamburkan dana sampai 85 juta euro dan tetap berjuang, meski di antara mereka diterpa Financial Fair Play (FFP). Sebetulnya Milan sudah bisa menjauhkan tradisi mengandalkan pemain senior seperti Michel Essien, Fernando Torres, Nigel De Jong dan lainnya.
Memang tradisi itu membuat Milan tidak seperti Inter yang menonjol ketika memboyong Geoffrey Kondogbia. Sebab nyatanya ia tidak bisa digunakan secara efektif oleh Inter. Tapi tradisi Milan membuat pemain muda tidak memiliki waktu banyak untuk menetap di Milan seperti Bojan Krkic.
Maka yang bisa diharapkan bagi para pendukung Milan untuk saat ini adalah: memiliki pemain-pemain muda yang berpengalaman di liga domestik. Apalagi Milan tengah melakukan peremajaan selama satu musim terakhir ini. Dan harga pemain yang dimaksudkan itu pasti bisa disanggupi oleh Milan. Toh Armando Izzo dan Leonardo Pavoletti yang sedang naik daun bersama Genoa, keduanya bisa didapatkan dengan harga 7 juta euro. Tapi diyakini prospek kedua pemain itu bisa setimpal nantinya.
Bahkan dengan uang 30 juta euro, Milan bisa membentuk skuat muda dengan merekrut Nicola Sansone, Lorenzo Pellegrini, Andrea Conti, Marco D`Alessandro, Daniele Baselli, Alberto Grassi, Davide Zappacosta dan lainnya. Walau terkadang pemain orbitan Italia tidak selalu terjamin kualitasnya, namun lihatlah bagaimana Juventus menemukan Giorgio Chiellini melalui jalur tersebut. Setidaknya dengan hal itu bisa sebanding dengan 30 juta euro dari Napoli untuk Manolo Gabbiadini, Allan Marques dan Jorginho. Ataupun jika mendapatkan bakat dari luar Italia, Milan harus belajar dari kesebelasan lain. Seperti bagaimana Bologna mendapatkan talenta layaknya Amadou Diawara.
Terkadang membeli banyak pemain memang tidak selalu bekerja dengan baik, tapi itu wajar di setiap transfer. Tapi bagi Milan, poin sebenarnya bukanlah sekadar merekrut pemain muda saja. Tapi bagaimana mereka mengembangkan pemain-pemain tersebut. Tidak hanya menunggu hasil pinjaman dari klub lain, tidak hanya untuk menjualnya secara murah maupun mahal. Andrea Petagna, Riccardo Saponara dan Bryan Cristante sudah menjadi korbannya. Hanya Mattia De Sciglio cahaya yang tersisa di Milan karena gagal dijual.
Dan sistem itu berpengaruh dari rancangan skuat yang mengalami kecelakaan seperti Milan saat ini. Padahal bisa dibayangkan jika bakat berkualitas itu bekerja sama dengan Gianluigi Donnarumma, Luca Antonelli, Alessio Romagnoli, Ignazio Abate, Giacomo Bonaventura, Keisuke Honda, Carlos Bacca, M`Baye Niang dan ya, bahkan Riccardo Montolivo.
Sekarang kesebelasan berjuluk I Rossoneri itu bukanlah klub yang besar. Tapi Sinisa Mihajlovic pernah membuat mereka tidak terkalahkan dalam 12 pertandingan beruntun. Beberapa asupan pemain muda bisa menyadarkan mereka, agar jangan berpikir tentang kejayaan di Eropa secara instan, melainkan bicaralah di Liga Italia lebih dahulu. Contohnya, lihat saja bagaimana Antonio Conte bisa membangun Juventus yang sempat hancur.
Tapi soal pemain muda, sudah waktunya Adriano Galliani menyegarkan pikirannya. Ia perlu semakin menyegarkan pikiran nya untuk memilih atau mengembangkan bakat muda. Soal itu, ia bisa belajar dari suksesnya pengembangan yang dilakukan Gianluca Petrachi bersama Torino, atau Pataleo Corvinho dari Bologna. Toh Giuseppe Marotta bersama Juventus pun pada sebelumnya berhasil mengembangkan bakat di Sampdoria.
Meskipun ada peningkatan kinerja, tapi hasil akhir akan tetap sama untuk Milan jika tidak ada prospek yang jelas. Ini adalah tahun kelima berturut-turut yang dijalani Milan tanpa prestasi. Sebuah klub seukuran mereka jelas tidak bisa bertahan lama tanpa adanya penghasilan tambahan dari kompetisi Eropa.
Ada bukti yang jelas ketika keuangan Sassuolo berubah menjadi lebih baik pada akhir-akhir ini. Mereka asalnya kesebelasan kecil, tapi mampu dikelola dengan baik. Sehingga berhasil merebut slot terakhir Liga Eropa sebagai dampak dari kekalahan Milan di final Coppa Italia.
Di posisi atas, Juventus menunjukan bahwa mental juara itu penting. Mereka mengamankan gelarnya walau terkadang permainan yang dipertontonkan tidak terlalu baik. Mental juara itulah yang disempurnakan Massimilliano Allegri selama mencetak rekor tidak terkalahkan secara beruntun. Sementara fakta bahwa mantan raksasa Milan telah dipandang sebagai underdog, layaknya ada jurang yang telah dibuka untuk klub tersebut.
Milan telah menghabiskan uang banyak di transfer musim panas dan berakhir tanpa meraih apapun. Dan itu seolah menunjukan sebuah musim yang layak untuk mereka. Montolivo dkk perlu berharap itu adalah awal dari episode selanjutnya. Untuk hal tersebut, mereka harus mengambil jalan panjang. Dan siapa tahu mereka bahkan, mungkin lebih menikmatinya.
Komentar