Nama Laurent Ciman mungkin kalah beken dibanding Vincent Kompany, Thomas Vermaelen, Jan Vertonghen atau Toby Alderweireld sebagai penjaga pertahanan Belgia. Maklum saja, empat nama terakhir yang disebut di atas merupakan jajaran bek elit yang bermain di liga top Eropa.
Seperti diketahui Belgia kini telah diisi oleh para pemain bintang yang bermain di tim-tim besar Eropa. Sementara itu, Ciman jauh dari hingar bingar sepakbola Benua Biru yang dinilai paling kompetitif dibanding benua lainnya.
Ciman memulai kariernya di Charleroi Sporting. Namun menurut Gazzetta World, pada usia 20 tahun ia dihukum oleh timnya karena kedapatan menggunakan ganja. Setelah direhabilitasi, ia kembali membela Charleroi hingga akhirnysa direkrut Club Brugge.
Setelah dari Brugge, Ciman menghabiskan lima tahun di Standard Liege. Bukannya mengikuti tren yang dilakukan oleh beberapa rekannya, ia justru konsisten untuk bermain di kancah domestik. Hingga akhirnya saat usianya telah menginjak 30 tahun, ia memilih untuk meninggalkan Stade Maurice Dufrasne, dan merantau ke Amerika. Kini ia bermain di di Major League Soccer untuk memperkuat Montreal Impact.
Sebenarnya Marc Wilmots hanya memasukkan nama Ciman sebagai daftar skuat bayangan yang akan dibawa di Prancis. Namun ia telah mendapatkan panggilan setelah Vincent Kompany dipastikan absen setelah mengalami cedera. Kapten Belgia itu mengalami gangguan di pangkal paha kala membela Manchester City di ajang Liga Champions Maret silam.
Ciman merupakan bagian dari skuat Belgia pada Olimpiade 2008 ketika usianya baru menginjak 23 tahun. Bersama Marouane Fellaini, Mousa Dembélé dan Kevin Mirallas, ia sukses meraih peringkat empat ketika disingkirkan Nigeria di babak semifinal dan takluk atas Brasil di perebutan tempat ketiga.
Keikutsertaan Ciman di turnamen internasional bersama tim senior bukanlah untuk pertama kalinya. Di ajang Piala Dunia yang berlangsung dua tahun lalu ia juga terdaftar sebagai bagian dari skuat Belgia. Hanya, ia tidak mendapatkan kesempatan bermain saat itu.
Pada laga uji tanding Belgia melawan Norwegia yang digelar 5 Juni lalu, Ciman berhasil membuktikan kapasitasnya. Meski hanya masuk sebagai pemain pengganti dan baru bermain di babak kedua, ia mampu mengubah keadaan. Eden Hazard dan kawan-kawan saat itu tertahan 2-2 oleh Norwegia. Baru tujuh menit berada di lapangan ia berhasil melesakkan gol kemenangan. Tandukan kepalanya sukses merobek jala Norwegia dan membawa Die Roten Teufel menutup laga persiapan Piala Eropa dengan manis.
Sementara itu kiprah Ciman di MLS juga tak hanya sekadar menghabiskan masa pensiunnya saja. Selain berhasil membawa Montreal Impact menembus babak semifinal play-off wilayah timur, ia juga dinobatkan sebagai bek terbaik MLS di musim lalu. Ciman menjadi pemain Eropa ketiga yang berhasil meriah titel tersebut setelah Luboš Kubík dan José Gonçalves yang juga pernah meraihnya.
Penghargaan tersebut membuktikan bahwa dengan bermain di level yang berada di bawah liga-liga top Eropa ia masih mampu menjaga performanya. Di ajang Piala Eropa kali ini merupakan momentum yang pas untuk menunjukan kiprah perdananya di turnamen internasional.
Sementara itu Belgia akan menjalani laga perdana di grup E melawan lawan yang cukup berat, yakni Italia. Laga tersebut merupakan awal yang penting untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemuncak grup, pasalnya kedua kubu merupakan kandidat kuat yang akan meraih puncak klasemen. Laga selanjutnya Belgia akan menghadapi Republik Irlandia dan Swedia yang relatif lebih mudah dibanding Gli Azzurri.
Menarik untuk dinantikan, pasalnya Ciman memiliki DNA Italia yang mengalir dalam darahnya. Kakeknya berasal dari Verona, sementara ayahnya sejak kecil telah pindah dari sana untuk tinggal di Belgia. Ibunya berasal dari Pulau Sisilia yang berada di sebelah selatan Italia. Kedua orang tuanya bertemu di Belgia, hingga akhirnya Ciman kecil lahir di Farciennes, Belgia. Nama Ciman sendiri merupakan nama keluarga yang sebenarnya berasal dari Italia.
Sedangkan untuk mengisi pos bek tengah untuk menemani trio Vertonghen, Vermaelen dan Alderweireld ia harus bersaing dengan Jason Denayer yang lebih muda 10 tahun darinya. Untuk pertandingan penting tentu pemain dengan jam terbang tinggi serta kaya akan pengalaman akan menjadi pilihan yang tepat. Apalagi ditambah dengan penampilan apiknya di laga uji tanding terakhir, bukan tak mungkin ia akan dipasang untuk melawan negara asal nenek moyangnya.
Foto: wikimedia
Komentar