Bicara mengenai flare, atau yang lebih dikenal dengan nama suar dalam padanan bahasa Indonesia, tidak akan pernah ada habisnya. Selama masih ada stadion, dan selama masih ada suporter yang menonton di stadion, akan selalu ada kemungkinan bahwa suar-suar masih menyala dengan terang, beserta dengan asapnya yang tebal.
Suar sendiri, jika digunakan secara tepat, sebenarnya adalah alat yang berguna untuk memberi tanda ketika kita tersesat di hutan atau tempat-tempat gelap yang membutuhkan penerangan. Suar termasuk ke dalam kategori pyrotechnic. Sedangkan untuk penggunaannya sendiri, FIFA tidak melarang secara langsung, dan semua kembali kepada kebijakan dari masing-masing tiap federasi sepakbola negara.
Sekarang ini, suar mulai kembali mencuat ke permukaan karena mulai banyak suar-suar yang kembali menyala di stadion. Malah, ada juga suar-suar yang menyala dalam acara besar seperti Piala Eropa, termasuk juga Piala Eropa 2016 ini. Beberapa suporter dari negara peserta Piala Eropa 2016 tak segan dan tak sungkan untuk menyalakan suar di stadion.
Namun, dari semua kejadian suar, ataupun yang berkaitan dengan kembang api yang dinyalakan di dalam stadion selama gelaran Piala Eropa 2016, yang cukup menyita perhatian adalah kejadian pelemparan suar/kembang api ke tengah lapangan oleh para pendukung Kroasia ketika pertandingan antara Kroasia vs Republik Ceko. Pertandingan sendiri berkesudahan dengan skor 2-2.
Di tengah-tengah pertandingan, tepatnya ketika Kroasia sedang unggul dengan skor 2-0, tiba-tiba saja kembang-kembang api/suar-suar berjatuhan dari tribun-tribun suporter Kroasia. Kembang-kembang api/suar-suar itu berjatuhan ke lapangan, dan sempat membuat pertandingan dihentikan untuk sementara waktu. Wasit yang memimpin pertandingan, Mark Clattenburg menghentikan pertandingan sementara waktu dengan alasan keamanan.
Nada-nada sumbang pun bermunculan akibat dari kembang api/suar yang berjatuhan ke lapangan ini. Pelatih Kroasia, Ante Cacic, mengecam tindakan ini dan mengatakan bahwa yang melemparkan kembang api/suar itu ke lapangan itu bukan suporter, mereka hanyalah sebatas pengacau.
“Aksi pelemparan tersebut adalah sebuah aksi teror. Mereka hanyalah sekawanan pengacau, mereka bukanlah suporter. Tempat mereka bukanlah di stadion,” ujar Cacic seperti dilansir Daily Mail.
Tapi, seperti yang diutarakan oleh seorang Dennis Bergkamp, bahwa “behind every kick of the ball there has to be a thought”. Mari melihat sisi yang lain, apakah makna ataupun pemikiran di balik kembang api dan suar yang dilemparkan ke stadion itu.
Semua Itu Berawal dari Kekecewaan kepada Federasi
Ada aksi, ada reaksi. Itulah kira-kira yang diucapkan Sir Isaac Newton dalam hukumnya yang ketiga. Ketika kita melakukan sebuah aksi, maka akan ada sebuah reaksi yang mengikutinya. Itulah kiranya yang sekarang sedang terjadi di dalam tubuh sepakbola Kroasia.
Terlalu banyak tangan-tangan kotor yang bermain di dalam tubuh CFF (federasi sepakbola Kroasia), dan hal itu sudah diketahui sejak lama oleh para ultras klub Kroasia, utamanya dua ultras yang tergolong besar di Kroasia, yaitu Bad Blue Boys (BBB), ultras klub Dinamo Zagreb dan Torcida, ultras dari klub Hajduk Split. Dua ultras inilah yang paling keras menyuarakan perubahan di tubuh CFF.
Bad Blue Boys (BBB) mulai menanamkan kebencian kepada CFF setelah Zdravko Mamic menjabat sebagai wakil presiden CFF dan juga chief executive dari klub Dinamo Zagreb, secara halus mulai menyingkirkan BBB dari tribun Stadion Maksimir karena menyanyikan chant-chant yang menyindir Mamic yang dianggap menggunakan Dinamo Zagreb sebagai alat untuk meraih kepentingan pribadi.
Di sisi lain, Torcida mulai tidak menyukai CFF karena mereka merasa tidak dianggap sebagai bagian dari Kroasia. Mereka juga menganggap CFF selalu berat sebelah dalam memberikan hukuman kepada Torcida saat ultras klub Hajduk Split ini terlibat dalam masalah. Ke-berat sebelah-an hukuman yang diberikan oleh CFF adalah pemberian denda yang lebih besar jika dibandingkan denda yang diberikan kepada suporter klub lain untuk masalah yang sama.
Karena ketidakadilan yang dirasakan ini, maka BBB dan Torcida kerap bersatu menjadi suporter Kroasia garis keras ketika Kroasia bertanding di manapun. Mereka tidak ragu untuk melakukan aksi yang bersifat radikal. Aksi ini tidak lain dan tidak bukan mereka lakukan agar suara mereka ini didengar oleh CFF.
Aksi radikal berupa pelemparan suar ke lapangan pun bukan kali ini saja terjadi. Pada 2014 lalu, saat timnas Kroasia bertandang ke Milan untuk menghadapi timnas Italia dalam lanjutan babak kualifikasi Piala Eropa 2016, BBB dan Hajduk yang bergabung menjadi suporter garis keras timnas Kroasia tanpa ragu melemparkan suar ke dalam lapangan. Padahal, ketika itu timnas Kroasia berhasil menyamakan kedudukan 1-1 lewat gol Ivan Perisic.
Akibat dari aksi itu, maka partai leg kedua yang mempertemukan Kroasia dan Italia pada 2015 pun dilangsungkan tanpa penonton. Pertandingan sendiri dilangsungkan di kandang Hajduk Split, stadion yang jarang sekali digunakan sebagai kandang timnas Kroasia, dengan tujuan untuk meraih simpati dari para pendukung Hajduk.
Namun, tampaknya kekesalan para suporter garis Kroasia, utamanya BBB dan Torcida kepada CFF memang sudah sampai ke ubun-ubun. Mereka tidak sungkan untuk membuat nama timnas Kroasia menjadi jelek di mata dunia dengan melakukan aksi radikal seperti pelemparan suar ke lapangan ini, selain tentunya tujuan akhir dari aksi-aksi mereka ini adalah agar mata dunia terbuka bahwa ada sebuah borok di dalam tubuh federasi.
Tujuan yang Bagus, Namun Caranya yang Salah
Dengan menelisik lebih dalam apa maksud dari suar-suar dan juga kembang api yang dilemparkan ke dalam lapangan oleh para pendukung Kroasia, maka jelaslah bahwa mereka memiliki tujuan yang baik dan aksi ini tidak semata-mata dilakukan hanya untuk membuat ricuh belaka.
Melemparkan suar ke dalam lapangan, seperti halnya melemparkan suar di tengah hutan gelap untuk memberikan tanda bahwa ada kehidupan yang butuh diselamatkan, juga menjadi bukti dan tanda bagi para petinggi CFF yang korup (saat cerita ini ditulis, Mamic, musuh BBB dan Torcida, sudah masuk penjara) bahwa akan selalu ada pihak yang menghalangi tujuan-tujuan federasi yang sifatnya negatif.
Tapi, seperti yang Aleksandar Holiga (kontributor untuk media-media besar seperti Guardian ataupun FourFourTwo) katakan, sepositif apapun tujuan dibalik pelemparan suar dan kembang api ini ke lapangan, tetap saja ini adalah cara yang salah. Efek yang ditimbulkan dari perbuatan suporter garis keras Kroasia ini pada akhirnya hanya akan merugikan timnas Kroasia yang tidak tahu apa-apa.
Pada akhirnya, metode mereka ini juga malah membuat suporter Kroasia yang lain menjadi kesal. Akhirnya, seperti yang terjadi dalam partai Kroasia vs Republik Ceko dalam ajang Piala Eropa 2016, terjadi keributan antar suporter Kroasia itu sendiri, antara suporter garis keras yang memiliki tujuan sendiri dengan suporter biasa yang hanya ingin melihat timnas Kroasia berjaya.
Tapi tetap saja, setidaknya, ada tujuan baik dibalik pelemparan suar dan kembang api itu. Bandingkan dengan di Indonesia, yang berdalih bahwa suar dan kembang api katanya adalah simbol dari kreativitas. Loh, bukannya dengan menyanyi-nyanyi di tribun dengan menggunakan lagu ciptaan sendiri juga merupakan simbol dari kreativitas? Buat apa menggunakan simbol kreativitas yang pada akhirnya malah hanya membikin orang lain keracunan zat pyrotechnic dan membuat klub didenda? Ngawur.
foto: en.wikipedia.org
Komentar