Sebutan "ugly ducking" atau Bebek Buruk Rupa, sama dengan sebutan lain yang bersifat negatif, mungkin akan menyisakan luka bagi orang yang tersemat julukan tersebut. Apalagi jika Bebek Buruk Rupa ini direlasikan dengan kemampuan bermain sepakbola yang dinilai buruk oleh orang lain karena tidak kunjung mencatatkan prestasi yang menjanjikan.
Itulah hal yang terjadi kepada seorang Ederzito Macedo Lopes atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Eder. Adalah Fernando Santos, pelatih timnas Portugal, yang menyematkan sebutan Si Bebek Buruk Rupa pada Eder yang sempat ia ragukan kemampuan dan kelihaiannya dalam mencetak gol ke gawang lawan.
"Ia adalah Si Bebek Buruk Rupa," ujar Santos pada suatu hari.
Dan, sebutan Si Bebek Buruk Rupa ini memang sesuai dengan karier yang ia jalani sebagai seorang pesepakbola. Dilahirkan di Guinea-Bissau, pada usia tiga tahun Eder dibawa oleh orang tuanya ke daerah Coimbra dan dititipkan di sekolah Lar de Girassol di daerah Coimbra karena orang tuanya tidak mampu merawatnya.
"Masa-masa di sana (Lar de Girassol) benar-benar membantuku untuk tumbuh menjadi diriku yang sekarang. Tentu saja di sana aku mengalami masa-masa sulit. Namun, aku menikmatinya. Aku bertemu banyak teman di sana, dan mengalami banyak pengalaman hidup," ujar Eder mengenang masa lalunya di Lar de Girassol.
Cukup lama ia hidup di sana, akhirnya kesukaannya terhadap sepakbola, yang kerap membawa dirinya kepada masalah di Lar de Girassol, membawa dirinya mampu membela sebuah klub profesional pada 2008, sebuah klub bernama Academica yang berlaga di Superliga Portugal.
Pada 2012 karier sepakbolanya mulai sedikit menanjak saat dirinya memutuskan untuk membela Sporting Braga. Cetakan 13 gol dari 18 laga pada musim itu membuat dirinya mulai diperhatikan oleh banyak orang. Salah satunya adalah Andre Villas-Boas, yang ketika itu menjadi manajer Tottenham Hotspur.
Namun, yang terjadi malah sebuah nasib yang sama seperti sebutan Si Bebek Buruk Rupa bagi dirinya. Eder mengalami cedera robek ligamen yang membuat dirinya harus beristirahat lama selama musim 2013/2014. Beruntung, Braga masih memberikan dirinya kesempatan dengan memperpanjang kontrak dirinya pada musim 2014/2015. Eder membalasnya dengan memberikan penampilan yang baik lewat cetakan 13 gol di semua kompetisi.
Penampilannya selama di Braga ini membawanya ke Swansea City, Liga Primer Inggris. Namun, bukannya menjadi sosok kunci di Swansea, dirinya malah menjadi pesakitan. Ia benar-benar menjadi Si Bebek Buruk Rupa dari deretan para pemain Si Angsa. Masa di Swansea ia habiskan dengan banyak dipinjamkan di OSC Lille, klub Prancis, yang puncaknya berujung kepada Lille yang membeli dirinya dari Swansea pada akhir musim 2015/2016.
Eder pergi dari Swansea dengan gelar Si Bebek Buruk Rupa, mencetak hanya 11 penampilan dan tanpa mencetak shoot sama sekali selama membela Swansea. Ia pun pergi ke Prancis dengan perasaan duka yang cukup mendalam.
Keraguannya yang tidak mencatatkan prestasi sepanjang musim 2015/2016 (yang ia habiskan setengah musim di Swansea dan setengah musim di Lille) membuat Fernando Santos pun sedikit "berjudi" dalam memanggil dirinya ke timnas Portugal untuk Piala Eropa 2016. Apalagi, ditambah catatan buruknya untuk timnas yang kala itu baru mencetak 28 penampilan dan mencetak tiga gol.
Selama gelaran Piala Eropa 2016 pun, ia hanya dimainkan dalam pertandingan melawan Austria dan Islandia. Itu pun sebagai pemain pengganti. Selama babak 16 besar, delapan besar, dan semifinal, ia tidak mengambil bagian penting dan kalah oleh nama-nama mentereng seperti Luis Nani, Cristiano Ronaldo, Raphael Guerrero, dll.
Tapi, semua berubah saat memasuki partai final Piala Eropa 2016.
**
Friedrich Nietzsche pernah berkata bahwa "Apa yang tidak membunuh kita, menjadikan kita lebih kuat". Tampaknya, Eder mengamalkan apa yang Nietzsche ucapkan ini. Meski memang ia jarang mendapatkan kesempatan, namun, itu tidak membuat dirinya terbunuh dan menjadikan dirinya lebih kuat. Hal ini terlihat dalam partai final Piala Eropa 2016.
Ketika kawan-kawannya mengalami kebuntuan dalam mencetak gol, Si Bebek Buruk Rupa ini mulai menunjukkan kepakan sayapnya. Satu kepakan yang ia lakukan, akhirnya berbuah gol ke gawang sang tuan rumah, Prancis, yang membuat Portugal menjadi juara dan mengubah dirinya menjadi seorang "beautiful swan".
"Dulu ia adalah Si Bebek Buruk Rupa. Sekarang, ia sudah berubah menjadi Angsa Cantik. Itulah Eder," aku Fernando Santos.
Tampaknya, suporter Swansea pun akan mengalami sebuah kejutan yang besar. Eder, orang yang dulu tidak mereka kenal sama sekali, sekarang tiba-tiba menjadi pusat perhatian timnas Portugal. Di sisi lain, striker andalan mereka, Bafetimbi Gomis, malah tidak dipanggil oleh timnas Prancis sama sekali.
Sedangkan suporter Lille, mereka akan tetap mengenang Eder sebagai pahlawan. Dirinya pernah membawa Lille dari peringkat ke-15 menjadi peringkat kelima pada musim 2015/2016.
Dan, bagi Eder sendiri, meski kelak nanti orang-orang akan menganggap bahwa apa yang ia dapat ini adalah sebuah keberuntungan, sekarang dirinya sudah mencatatkan diri sebagai pencetak gol dalam laga final Piala Eropa 2016, berbarengan satu prasasti dengan Portugal yang juga sudah mencatatkan diri mereka sebagai seorang juara Eropa.
Komentar