Saat konferensi pers yang diselenggarakan pada 8 Juli 2016, manajer anyar City, Pep Guardiola, berujar bahwa ia akan sulit untuk mengubah sepakbola Inggris yang ia nilai memiliki akar budaya yang kuat. Namun, meski tidak bisa mengubah sepakbola Inggris secara keseluruhan, setidaknya, ia mampu melakukan revolusi kecil di tubuh Manchester City.
Selain mulai rajin membeli pemain muda, Pep mulai memperlihatkan tajinya dalam menangani Manchester City. Dua pertandingan resmi The Citizens, satu dalam ajang Liga Primer Inggris melawan Sunderland dan satu lagi melawan Steaua Bucarest dalam babak playoff Liga Champions Eropa, berhasil ia menangkan.
Ada yang berbeda dengan permainan City usai tampuk manajerial beralih dari Manuel Pellegirini kepada Pep. Salah satunya, tentunya permainan pass and move, serta umpan-umpan pendek dan pressing tinggi, yang menjadi trademark dari permainan Pep Guardiola selama ia menangani Barcelona dan Bayern Muenchen. Di City, hal ini kembali terlihat, utamanya dalam laga melawan Steaua Bucarest pada Rabu (17/8) dini hari.
Di tengah mulai masuknya filosofi permainan Pep dalam tubuh City, ada satu pemain yang juga mulai menunjukkan sinar terangnya. Ia adalah Raheem Sterling, pemain yang City beli dari Liverpool pada awal musim 2015/2016 seharga kurang lebih 49 juta paun. Perlahan, setelah mengalami masa-masa buruk musim lalu bersama City, juga hinaan dan cacian atas penampilan buruknya dalam ajang Piala Eropa 2016 bersama timnas Inggris, ia mulai bangkit dan menunjukkan sinarnya.
Bangkit dari Cacian Usai Piala Eropa 2016
Usai Piala Eropa 2016, Sterling banjir hinaan. Ia dianggap tidak tampil maksimal untuk timnas Inggris dalam ajang tersebut. Orang-orang menyebut bahwa harga 49 juta paun yang City anggarkan untuk membelinya sama sekali tidak pantas jika dibandingkan dengan penampilannya di Prancis.
Sterling pun bukannya tidak tahu akan hal ini. Ia pun melabeli dirinya sebagai The Hated One akibat boo yang selalu ia terima dalam ajang Piala Eropa. Usai ajang yang mungkin akan ia kenang sebagai yang terburuk dalam kariernya tersebut, ia juga mulai sedikit resah akan kariernya di klub. Pasalnya, The Citizens membeli pemain-pemain yang satu posisi dengannya.
Ada nama Nolito, Leroy Sane, Oleksandr Zinchenko, juga Marlos Moreno, belum lagi Jesus Navas, David Silva atau Samir Nasri. Hal itu tentu semakin menambah beban berat pemain yang menghabiskan masa youth nya di Liverpool dan QPR ini. Namun, alih-alih terpuruk, Sterling justru mulai bangkit. Apalagi Pep pun mengatakan bahwa ia sebenarnya adalah pemain berbakat dan Pep berharap bisa bekerja sama dengannya di City.
Merespon keinginan dari sang manajer, dalam beberapa pertandingan pramusim, ia mulai memperlihatkan kemampuannya sebagai winger jempolan. Puncaknya, dalam pertandingan melawan Sunderland, ia menjadi salah satu pemain yang berperan penting dalam kemenangan City 2-1 atas Sunderland. Satu dribble yang ia lakukan berhasil memaksa Patrick van Aanholt untuk melanggarnya di dalam kotak penalti.
Selain berhasil menciptakan sebuah tendangan penalti untuk City, ia pun dapat beradaptasi dengan baik dalam permainan pressing tinggi Pep. Maka, usai pertandingan, Pep tidak ragu untuk menyebutkan bahwa permainan dari pemain berusia 21 tahun ini "luar biasa". Ia berhasil mengobrak-abrik pertahanan Sunderland lewat dribble yang ia lakukan.
Manfaatkan Versatility dan Pressing Kuat dari Sterling
Usai bermain full 90 menit dan memberikan kontribusi maksimal dalam laga melawan Sunderland, Pep kembali memercayakan posisi winger kanan kepada Sterling dalam pertandingan melawan Steaua Bucarest dalam babak playoff Liga Champions Eropa. Kembali diberikan kepercayaan, Sterling mampu menjawabnya dengan penampilan mengesankan.
Berkontribusi dalam gol pertama yang dihasilkan oleh David Silva usai berhasil merebut bola dari Alin Tosca, juga berkontribusi dalam gol kedua yang dcetak oleh Sergio Aguero usai menerima umpan matang dari Nolito, Sterling tampaknya mulai memahami keinginan sang gaffer bahwa para penyerangnya harus memberikan tekanan lebih kepada bek lawan.
Selain itu, sang manajer asal Spanyol ini juga memuji versatility dari Sterling. "Ia adalah pemain yang fantastis. Ia cepat, memiliki etos kerja yang baik, juga dapat bermain dalam berbagai posisi di lini depan, seperti di kanan, kiri, ataupun tengah," ujar Pep.
Memang, dalam beberapa kesempatan Sterling selalu bergerak dari kanan ke kiri, juga sebaliknya. Hal itu terlihat dalam pertandingan melawan Sunderland, ketika ia bergerak dengan liar untuk mengacaukan pertahanan The Black Cats.
Area gerak Sterling saat melawan Sunderland. Sumber: whoscored.com
Namun, dalam pertandingan melawan Steaua, ia lebih banyak bergerak di kanan. Pergerakannya ke kiri ia bagi dengan Nolito, yang juga bermain baik dalam pertandingan tersebut dan berhasil mencetak gol. Sedangkan untuk pergerakan ke tengah, yang beberapa kali ia lakukan, Sterling bagi dengan David Silva dan Kevin de Bruyne yang juga rajin muncul dari second line untuk kemudian masuk ke dalam kotak penalti.
Area gerak Sterling vs Steaua. sumber: whoscored.com
Namun, versatility yang ia lakukan dalam menyerang, akan menjadi salah satu nilai plusnya yang bisa ia sajikan untuk Pep Guardiola, yang juga memang menyenangi penyerang yang lebih versatile. Modal ini pulalah yang bisa ia gunakan untuk bersaing dengan para winger lain semisal Nolito, Sane, Navas, Zinchenko, Moreno, ataupun dengan nama senior seperti Nasri ataupun Kevin de Bruyne.
Bersama Guardiola, Sterling Menjadi Lebih Berani
Musim pertama bersama City, kemampuan dribble Sterling yang terkenal berani mulai menghilang. Rataan dribble-nya yang mencapai angka 3.0 per pertandingan bersama Liverpool pada musim 2014/2015 seolah hilang hanya menjadi 1.3 per pertandingan dalam musim pertamanya di City.
Namun, sekarang keberanian itu kembali muncul. Dalam dua pertandingan terakhir, ia mulai lebih berani melakukan duel dengan full-back lawan, dan menggunakan dribble-nya untuk menembus pertahanan lawan. Rataannya dribble-nya dalam pertandingan melawan Sunderland mencapai angka enam, plus empat succesful take-on dalam laga melawan Steaua.
Hal ini menunjukkan bahwa Sterling menjadi lebih berani dalam melakukan dribble karena kepercayaan penuh yang diberikan manajer, sesuatu yang pernah ia rasakan di Liverpool ketika ditangani oleh Brendan Rodgers yang begitu memercayainya.
***
Kompetisi Liga Primer Inggris masih panjang. Sterling sudah melakukan start yang baik. Jika Pep mampu memaksimalkan kemampuannya, ia akan menjadi salah satu senjata mematikan City dalam menyerang.
Apalagi usia Sterling masih muda, 21 tahun. Ia masih mungkin berkembang asal dipoles dan diasah dengan benar, sehingga bisa memunculkan sinar terang yang akan kembali membawa City meraih kejayaan baru di era Pep.
foto: @MCFCInfo
Komentar