Oleh: Prasetyo
Setiap jeda antarmusim, bursa transfer menjadi hal yang paling dinanti-nanti oleh setiap suporter kesebelasan. Momen bursa transfer bisa membuat pendukung sebuah kesebelasan bersorak kegirangan saat kesebelasan pujaan mereka berhasil mendapatkan pemain berkualitas. Sebaliknya, bursa transfer juga bisa membuat suporter gigit jari dan geram saat pemain incaran tim mereka “direbut” oleh klub lain atau saat klub mereka terlihat lambat bergerak di bursa transfer.
Di sisi lain, bursa transfer juga bisa menjadi ajang pembuktian pemain dan pengakuan terhadap kualitas mereka, terutama bagi pemain-pemain yang baru “lulus” dari akademi sepakbola.
Setiap tahun akademi-akademi sepakbola dari berbagai klub “meluluskan” puluhan hingga ratusan alumni. Bagi mereka yang berbakat, mencari klub bukan menjadi persoalan. Klub tempat mereka menimba ilmu pun biasanya menaikkan kelas mereka ke tim senior, belum lagi tim-tim lain yang berebut tanda tangan mereka. Agen-agen pun mendekat seperti semut mendekati gula. Singkatnya, masa depan mereka terjamin.
Lihat saja Gianluigi Donnarumma, kiper masa depan Italia yang menembus skuat inti AC Milan pada usia 17 tahun. Kiper belia tersebut menyingkirkan nama-nama yang sudah mapan seperti Abbiati dan juga Diego Lopez. Tak tanggung-tanggung, agen yang mendekatinya pun bukan agen sembarangan, Mino Raiola. Klien Raiola sendiri kebanyakan pemain-pemain kelas wahid macam Zlatan Ibrahimovic, Paul Pogba, Mkhitaryan (ketiganya pindah ke MU musim ini), Marek Hamsik, dan Romero Lukaku. Di masa lalu ia adalah agen dari Pavel Nedved, Dennis Bergkamp, dan Frank Rijkaard.
Tetapi bagaimana dengan pemain-pemain dengan kualitas yang tidak menonjol? Mereka yang beruntung mungkin dipertahankan oleh tim mereka, namun dipinjamkan ke klub lain agar mendapat jam terbang dan pengalaman. Sebagian pemain benar-benar dilepas dan mencari peruntungan di klub lain bahkan di negara lain. Contoh nyata untuk kondisi ini adalah Hal Robson Kanu, striker asal Wales yang “diluluskan” akademi Arsenal pada usia 15 tahun. Namun, ia harus mengembara ke klub-klub di level kedua dan ketiga Liga Inggris.
Tak Mudah Jadi Pesepakbola Profesional
Mengarungi belantara dunia sepakbola tentu bukan hal mudah bagi pemain-pemain yang saat dilepas klub, mereka masih berusia muda. Banyak tantangan yang harus dihadapi pemain-pemain tersebut. Tak ubahnya seperti pelamar kerja yang mencari lowongan pekerjaan, para pemain tersebut harus bersaing dengan pemain lain bahkan untuk sekedar mendapatkan kesempatan trial di sebuah klub. Itu pun dengan kondisi bahwa pemain tersebut belum tentu mendapatkan posisi di tim tempat ia beruji coba.
Selain itu, kejamnya penipuan juga mengancam para pesepakbola. Lemahnya pengawasan dari FIFA dianggap menjadi penyebab penipuan yang mengatasnamakan agen pemain. Ada beberapa modus yang kerap digunakan oleh para agen palsu ini, salah satunya menawari pesepakbola di belahan negara ketiga untuk menjadi peserta trial di klub-klub Eropa atau Amerika dengan membayar sejumlah uang.
Sasarannya biasanya mereka yang tinggal di Afrika, Asia, atau Amerika Latin. Tak jarang pesepakbola asal Eropa pun turut menjadi korban. Modus lainnya adalah agen palsu berperan menjadi scout atau pemandu bakat yang mewakili klub-klub tertentu. Jalan untuk menjadi pemain sepakbola profesional memang tidak semudah yang kita bayangkan.
Ada kalanya, justru sang agen yang kesulitan mencari pemain padahal sejumlah klub telah memesan pemain kepadanya dengan spesifikasi tertentu. Akibatnya, sang agen kelimpungan, dan tidak mampu memenuhi ekspektasi klub-klub tersebut hingga akhirnya reputasinya kurang baik di kalangan klub dan pelatih.
Klub-klub yang kesulitan mencari pemain tersebut pun pada akhirnya tak bisa mengarungi kerasnya pertarungan di liga yang mereka ikuti secara maksimal. Entah karena pemainnya terkena cedera, atau pemain mereka silih berganti terkena hukuman. Bisa juga karena pemain yang ada tidak cocok dengan skema yang diterapkan oleh pelatihnya. Padahal, di luar sana tersedia ribuan pemain sepakbola di berbagai posisi dengan berbagai karakter dari berbagai belahan dunia.
Jejaring Sosial Sebagai Solusi
Rupanya, berbagai masalah di atas (sedikit demi sedikit) bisa diatasi dengan jejaring sosial. Ya, jejaring sosial. Salah satu jejaring sosial tersebut adalah Fieldoo, yang dipelopori oleh orang berkebangsaan Slovenia, Klemen Hosta.
Jika dilihat sepintas, situs tersebut mirip seperti jejaring sosial profesional dengan fitur seperti situs pencarian kerja. Saat ini, situs yang diluncurkan pada 2013 tersebut menaungi tak kurang dari 150 ribu member yang terdiri dari pemain, agen, dan klub.
Prinsip kerja dari Fieldoo sebetulnya sederhana. Mereka menciptakan interaksi antar pemain, agen, dan klub melalui sebuah platform yang mereka bangun. Melalui platform ini, klub sepakbola yang terdaftar bisa memilih di antara daftar pemain yang ada dengan spesifikasi seperti yang mereka harapkan baik dari segi skill maupun kemampuan finansial mereka. Mereka pun bisa memilih untuk mengontak langsung sang pemain atau melalui agen.
Di situs tersebut, seorang pemain bisa mengunggah CV mereka dan link video untuk melengkapinya. Jika tak bisa membuat sendiri videonya, tim Fieldoo pun menawarkan jasa penyuntingan video. Bahkan, Fieldoo juga menyediakan fitur pencatatan statistik di setiap musim yang mereka mainkan. Tentu saja, fitur tersebut hanya diberikan pada user dengan akun berbayar. Untuk akses setahun, Fieldoo mematok tarif antara 150 – 500 euro.
Bekerjasama dengan klub, Fieldoo pun kerap mengadakan trial bagi pemain yang tengah mencari klub. Trial merupakan kesempatan pemain-pemain sepakbola untuk menunjukkan aksinya di hadapan pelatih atau pemandu bakat yang hadir dalam kesempatan tersebut. Tentu saja trial tidak diadakan secara cuma-cuma. Ada sejumlah harga yang harus dibayar oleh peserta baik biaya akomodasi maupun tiket masuk untuk mengikuti trial tersebut. Ibarat pepatah jawa, jer basuki mawa beya (keberhasilan membutuhkan pengorbanan).
Saat klub tersebut sudah cocok dengan sang pemain, kontrak pun dilakukan dengan agen pemain tersebut. Menariknya, jika sang pemain belum memiliki agen, mereka pun bisa mencari agen di situs tersebut. Tentu saja, agen yang bisa dikontak adalah agen yang sudah terdaftar di Fieldoo dan asosiasi sepakbola di negara asal agen tersebut.
Jika beruntung, Anda mungkin bisa mengikuti jejak Jasmin Kurtic, pemain asal Slovenia yang telah membela sejumlah klub Serie-A Italia macam Palermo, Torino, Fiorentina, dan Atalanta. Berkat penampilan apiknya, ia pun berhasil menembus skuat inti timnas Slovenia. Atau barangkali menjadi pemain yang diasuh oleh Josip Maria Minguella, agen yang menemukan Lionel Messi untuk pertama kalinya di Argentina.
Dengan adanya Fieldoo ini, setidaknya Anda juga memiliki kesempatan untuk menjadi pemain sepakbola profesional di era informatika ini. Tinggal unggah CV, link video, dan catatan statistik Anda, siapa tahu kelak klub-klub besar Eropa akan mengontak Anda. Siapa tahu.
*Penulis adalah pendukung AC Milan sejak usia 6 tahun, menggemari cerita-cerita sepakbola di dalam maupun di luar lapangan, saat ini sedang berkerja di sebuah konsultan lingkungan. Dapat dihubungi di akun Twitter @prazztyo
Komentar