Suning Group benar-benar membawa pengaruh yang cukup besar sejauh ini. Pendapat ini pantas dikeluarkan usai melihat aktivitas transfer Inter di musim panas 2016/17. Setelah secara mengejutkan mendatangkan Ever Banega, Christian Ansaldi, dan Antonio Candreva, Inter disebut sedikit lagi mendapatkan jasa Gabriel Barbosa dan telah resmi mendaratkan Joao Mario.
Jika melihat kabar yang beredar mengenai banderol Joao Mario, ia otomatis akan menjadi pemain termahal Inter di bursa transfer musim ini. Eks pemain Sporting CP Lisbon tersebut disebut Football Italia dipinjam oleh Inter dari Sporting dengan biaya 10 juta euro, yang nantinya bisa ditebus dengan harga 35 juta euro di 2017.
Banderol 45 juta euro yang diberikan Sporting untuk Joao Mario dinilai banyak orang sebagai harga yang begitu mahal. Pasalnya, selain masih berusia muda, Joao Mario belum pernah mengoleksi gelar liga di level klub.
Meski demikian, jika melihat caps yang sudah dia koleksi untuk timnas Portugal, rasanya harga tersebut begitu pantas. Seperti yang diketahui, Joao Mario yang telah berkostum Sporting sejak usia 11 tahun telah mengoleksi 82 caps di tim junior Portugal.
Nama Joao Mario sendiri mulai berkibar usai tampil di Piala Eropa 2016 lalu. Bersama Adrien Silva, Renato Sanches, dan William Carvalho, ia menjadi kunci di lini tengah Portugal. Kombinasi keempatnya pun berbuah dengan trofi juara di penghujung turnamen empat tahunan antar negara Eropa tersebut.
Namun, tampaknya bukan penampilan Joao Mario di Piala Eropa 2016 yang membuat banyak kesebelasan mengarahkan bidikannya ke pemuda asli Porto ini. Semua mata pemandu bakat kesebelasan Eropa sudah mulai mencium potensi yang dimiliki oleh Joao Mario sejak ia bermain reguler untuk Sporting di musim 2015/16.
Seperti halnya pemain muda lainnya, kesempatan bermain Joao Mario juga datang dari bencana yang ditimpa oleh winger kanan Sporting, Andre Carillo. Tapi tunggu, berkah atas cederanya Carillo tidak langsung datang. Pelatih Sporting, Jorge Jesus, lebih dulu menggunakan jasa pemain muda Sporting lainnya, Gelson Martins, sebagai pemain inti menggantikan Carillo.
Kesempatan pun datang kepada Martins. Tapi mendapat kesempatan tampil sebagai pemain inti justru malah membuat Martins tak mampu menunjukkan kualitasnya. Pada akhirnya, akibat tidak adanya lagi stok di posisi sayap kanan, Jesus menjatuhkan pilihannya pada Joao Mario.
Sebelumnya dipilih sebagai pemain sayap kanan, Joao Mario sendiri telah mendapatkan satu tempat di lini tengah. Tapi, karena dianggap kurang memuaskan, Jesus kerap mengorbankan Mario dan memberikan tempatnya kepada William Carvalho.
Ditempatkan sebagai sayap kanan, justru membuat nama Joao Mario bersinar. Tidak hanya memiliki kelebihan soal visi bermain dan kecepatan, Joao Mario juga mampu tampil sebagai sosok gelandang bertahan ketika diserang.
Baiknya penampilan yang ditunjukkan oleh Joao Mario di musim tersebut pun membuatnya banyak dipuji oleh banyak pihak. Tak terkecuali eks pemain Timnas Portugal, Paulo Futre dan Luis Vidigal.
“Dia adalah pemain paling luar biasa di Liga NOS musim lalu,” ucap Futre kepada Agencia Lusa. “Kesempatan bermain yang diberikan oleh Fernando Santos di Piala Eropa 2016 saya rasa sudah cukup tepat.”
Futre yang menjadi runner up Ballon d’Or edisi 1987 tersebut juga menambahkan, “Jika dia bisa terus berkembang, dalam dua tahun ia akan menjadi sosok yang bakal menyamai kualitas Andres Iniesta di Barcelona.”
Sementara Vidigal punya pendapat lain: “Joao Mario adalah talenta yang sangat jarang dimiliki oleh persepakbolaan Portugal. Bisa dibilang, dia adalah salah satu dari gelandang terbaik yang pernah diproduksi oleh negara ini (Portugal).”
Atas segala prestasi di atas, Joao Mario tak hanya disebut sebagai pengukuh kekuatan akademi Sporting sebagai penghasil pemain muda terbaik yang sebelumnya juga menghasilkan, Rui Costa dan Cristiano Ronaldo. Tapi juga sebagai orang yang pantas untuk mengenakan nomor 10 di timnas Portugal.
Ya, seiring berakhirnya karier internasional Anderson Luís de Souza atau yang akrab disapa Deco, Portugal benar-benar kehilangan sosok pengkreasi serangan tim. Harapan besar munculnya penerus Deco baru terwujud pada 2014 lalu, ketika Joao Mario memulai sepak terjangnya di timnas Portugal. Dua tahun setelah debutnya, puasa gelar Portugal berhasil dituntaskan oleh Joao Mario.
Kali ini, giliran Interisti yang menggantungkan harapannya kepada Joao Mario. Nah, apakah Joao Mario mampu tampil sebagai oase di tengah padang pasir bagi Inter Milan, yang terakhir kali mengoleksi gelar major di 2010 lalu?
Komentar