Jika sedang mencari kesebelasan untuk didukung di Liga Inggris, Manchester City adalah pilihan tepat. Masa depan mereka terpancar cerah, jaminan prestasi juga bakal datang tak henti-henti seperti hujan di bulan September.
Pernyataan di atas akan jadi lelucon jika diucapkan sepuluh tahun lalu, namun tidak jika sekarang. Semenjak dibeli oleh Sheikh Mansour pada 2008 dengan dana sekitar 265 juta paun, Manchester City menjelma menjadi salah satu kesebelasan yang disegani di Inggris. Jika meragukannya coba tanya lagi kepada diri sendiri, kenapa Derby Manchester hari ini bisa menggema demikian besarnya.
Manchester City tidak hanya tumbuh sebagai kesebelasan yang berprestasi namun juga menjanjikan secara bisnis. Tahun lalu sang pemilik melepas 13% sahamnya ke konsorsium asal Tiongkok demi tambahan modal. Mau tahu berapa besar nilainya? Sama dengan nilai pertama kali Sheikh Mansour membelinya. Jangan dulu protes dengan dalil againts modern football soal hal ini jika kalian masih main Fantasy Premier League.
Sheikh Mansour memang datang ke Manchester dengan rencana jangka panjang berskala besar. Visinya adalah: “We are building a structure for the future, not just a team of all stars”. Kalimat tersebut keluar dari mulutnya ketika pertama kali datang. Sebuah visi yang luar biasa hingga kemudian ditempel di dinding kantor Manchester City.
Untuk mewujudkan mimpinya ia boyong orang-orang terbaik untuk menangani kesebelasan ini. Jauh sebelum Pep Guardiola datang, ia lebih dulu mendatangkan atau mungkin lebih tepatnya membajak Ferran Soriano dan Txiki Begiristain dari Barcelona.
Ferran Soriano ditugasi untuk mengurus segala hal tentang hubungan korporasi perusahaan kesebelasan Manchester City. Tak tanggung-tanggung, mantan wakil presiden Barcelona ini langsung menjabat sebagai CEO.
Sementara untuk Txiki Begiristain menjabat sesuai dengan kapasitasnya dahulu di Barca, yakni sebagai direktur sepakbola. Ia punya pengalaman sebagai seorang pemain besar bersama Barcelona dan timnas Spanyol ditambah dengan ilmu manajemen jempolan. Membuat hubungan antara urusan teknis di lapangan dengan berbagai hal di balik meja bisa berjalan dengan baik.
Menerima Stigma Kesebelasan Instan
Manchester City dan kesebelasan-kesebelasan lain yang mendapat suntikan dana besar dari pemilik baru kerap menjadi sasaran cibiran. Suporternya selalu mendapat cap sebagai anak baru, tak tahu sejarah, dan disebut sebagai karbitan.
Namun bagaimana jika pandangannya dibalik. Apakah di era Liga Primer Inggris sekarang kesebelasan selain Arsenal dan Manchester United bisa bersaing jika tanpa tambahan modal? Silakan tengok daftar juaranya dari awal bergulir pada 1992 sampai musim lalu.
Blackburn Rovers yang menyempil di salah satunya juga berhasil menjadi juara berkat uang melimpah pemilik baru. Pada masa itu mereka menunjuk Kenny Dalglish sebagai manajer. Bukti lain yang tak bisa dibantah adalah rekor transfer yang dipecahkan dengan membeli Alan Shearer.
Setelahnya tentu kita tak pernah lupa bagaimana Chelsea mampu mengalahkan dominasi Arsenal. The Blues menjadi juara dan memaksa anak asuh Wenger tersebut menduduki peringkat kedua pada 2004-2005. Padahal saat itu Arsenal sedang dalam masa puncak, menjadi juara tanpa terkalahkan sepanjang musim sebelumnya.
Roman Abramovich sang pemilik Chelsea mengeluarkan tak kurang dari 100 juta paun untuk beli pemain. Sebuah angka yang sangat fantastis pada masa itu. Uang tersebut belum termasuk mendatangkan Jose Mourinho pada musim keduanya di Stamford Bridge.
Lalu kenapa kedua kesebelasan di atas kemudian bisa mengalahkan dominasi kesebelasan raksasa sebelumnya? Jawabannya sederhana saja, tambahan modal untuk bersaing dengan mereka yang sudah mapan.
Bahkan jika menyebut Leicester sebagai anomali di Liga Inggris karena bisa juara tanpa uang juga sedikit keliru. Mereka menjadi juara melalui proses dengan pelicin dana melimpah juga dari pemiliknya. Vichai Srivaddhanaprabha, pengusaha asal Thailand tersebut terbaru bahkan memberi semua pemain Leicester masing-masing mobil BMW i8s sebagai bonus awal musim.
Paling penting dari tambahan dana tersebut adalah program jangka panjang. Hal ini agar kesuksesan tadi tidak hanya datang sekali itu saja namun bisa terus berulang. Langkah-langkah tersebut sejauh ini sudah dilakukan oleh Man City dengan baik.
Salah satunya adalah membangun akademi sepakbola. Bukan sembarang akademi karena diklaim punya fasilitas terbaik di dunia. Akademi tersebut diberi nama Etihad Campus. Komplek megah seluas 80 hektar tersebut di dalamnya terdapat 16 lapangan sepakbola berstandar FIFA.
Salah satu lapangan dibangun di dalam ruangan, dan satu lainnya dikelilingi oleh tribun yang bisa dipakai pertandingan junior dan perempuan. Komplek tersebut juga langsung terhubung dengan stadion Etihad melalui sebuah jembatan.
Paul Scholes, legenda Man United yang tergabung dalam Class of 92, bahkan menyebut akademi Man City sekarang lebih baik dari punya mantan klubnya. Ia secara terus terang juga mulai khawatir karena anak-anak di Manchester mimpinya bisa berubah. Jika dulu ingin bergabung ke akademi Man United karena ingin main di Old Trafford, kini banyak yang memilih ke Etihad Campus karena fasilitasnya.
Lanjut ke halaman berikutnya
Komentar