Ousman Manneh gembira bukan kepalang. Setelah empat laga bersama SV Werder Bremen yang berakhir tanpa gol (hanya mencetak dua asis), akhirnya ia mampu mencetak gol ketika mengantarkan Bremen meraih kemenangan atas Bayer Leverkusen 2-1 di Weserstadion. Gol yang ia sambut dengan penuh sukacita.
“Saya benar-benar tidak percaya. Malah saya menyangka bahwa ini semua adalah mimpi. Sulit bagi saya mengungkapkan perasaan saya,” ujar Manneh.
“Saya bangga karena menjadi orang Gambia pertama yang bermain di Bundesliga. Sekarang saya lebih bangga lagi karena saya menjadi pemain Gambia pertama yang mencetak gol di Bundesliga. Sungguh, saya merasa sangat bahagia,” tambahnya.
Mungkin ketika mencetak gol ini, Manneh kembali teringat masa lalunya. Masa lalu yang begitu sulit ia lalui di negara asalnya, Gambia, sebelah barat Benua Afrika.
Hidup Di Bawah Kekuasaan Diktator Yahya Jammeh
Manneh kecil mungkin tak akan pernah lupa, masa kecilnya di Gambia berlangsung di bawah rasa takut dan kengerian. Ketika ia lahir pada 1997 silam, Gambia sedang berada di bawah kekuasaan Yahya Jammeh, presiden Gambia yang memperoleh kekuasaannya lewat sebuah kudeta militer yang dilancarkan pada 1994.
Sesudah Jammeh menjadi presiden, ia menerapkan sistem kediktatoran yang begitu kuat. Orang-orang tidak diperbolehkan untuk melawan atau bahkan hanya sekedar mengkritik presiden yang konon katanya dapat mengobati AIDS ini. Bukan hanya itu, jika dipanggil oleh orang atau dituliskan namanya dalam secarik kertas, ia ingin orang-orang memanggilnya dengan sebutan khusus; Yang Mulia Syeikh Profesor Alhaji Dr. Yahya Abdul-Azziz Jemus Junkung Jammeh.
Presiden (diktator) Gambia, Yahya Jammeh. Sumber: okayafrica.com
Kediktatoran selama pemerintahannya begitu terasa. Ia tak segan membunuh atau menyiksa orang-orang yang dianggap mengkritisi, merongrong, atau berusaha untuk menurunkannya dari kursi jabatan presiden. Ancaman pembunuhan dan penculikan adalah hal yang lazim di Gambia selama masa kepemimpinan Jammeh ini (yang masih berlangsung sampai sekarang)
Seorang aktivis Muslim, Imam Baba Leigh, bahkan pernah menjadi korban dari keberingasan rezim Jammeh ini akibat mengkritisi kepemimpinan Jammeh. Beruntung Imam Baba Leigh masih bisa diselamatkan setelah dikurung oleh anak buah Jammeh di sebuah tempat rahasia di Gambia.
Inilah yang membuat Manneh kecil, yang sudah belajar menendang bola sejak 2004 di Rush Soccer Academy di Bakau, hidup dalam penuh ketakutan. Semakin beranjak remaja, ia semakin sadar bahwa tidak ada masa depan yang cerah baginya di Gambia. Akhirnya ketika ia berusia 17 tahun, ia memutuskan untuk kabur, mencari suaka sekaligus tempat yang aman bermain sepakbola. Mendaratlah ia di tanah Jerman, sebagai pengungsi.
Masa-masa Menjadi Pengungsi dan Bermain Sepakbola di Jerman
Pada usia 17 tahun, sampailah ia di tanah Jerman. Statusnya sebagai pengungsi membuat ia akhirnya dianggap sebagai pencari suaka. Akhirnya ia ditempatkan di salah satu rumah yang dikhususkan untuk pengungsi di daerah Bremen. Meski hidup serba pas-pasan, kecintaannya terhadap sepakbola tidaklah luntur.
Selama menghabiskan waktu sebagai pengungsi, ia tidak lupa untuk tetap bermain sepakbola. Sejak 2014, ia bermain bersama Blumenthaler SV U-18, klub lokal amatir di Bremen. Tak lama kemudian ia bermain untuk Blumenthaler SV U-19 di liga youth regional (Regionalliga). Bersama Blumenthaler U-19, ia sukses mencetak 15 gol dari 11 pertandingan.
Penampilan gemilangnya bersama Blumenthaler ini membuat ia mendapat beberapa tawaran trial dari beberapa klub, seperti FC St. Pauli, Hamburg SV, Schalke 04, dan VfL Wolfsburg. Meski mendapatkan banyak tawaran trial, ia memutuskan untuk tetap membela Werder Bremen. Bremen pun akhirnya menyodorinya kontrak sampai 2018 nanti. Ia memulai petualangannya dengan bermain di tim youth Bremen.
Tampil satu musim bersama SV Werder Bremen II, ia sukses menjaringkan lima gol dari 36 penampilannya di 3. Bundesliga. Penampilannya yang mengesankan ini membuat pelatihnya di tim youth yang diangkat menjadi pelatih senior, Alexander Nouri, membawanya ke tim senior Bremen. Ia resmi mencatatkan penampilan perdananya di Bundesliga pada 21 September 2016 melawan FSV Mainz 05.
Sampai sekarang, ia sudah mencatatkan empat penampilan dalam ajang Bundesliga. Setidaknya meski ia adalah pengungsi, ia tidak lupa untuk bermain sepakbola yang begitu dicintai. Mungkin juga untuk melupakan kesedihan di masa kecilnya.
**
Hijrah memang adalah sesuatu yang penting dalam hidup. Ibarat sebuah perubahan, seseorang harus hijrah (berpindah) jika memang dirasa ia sulit untuk berkembang di suatu tempat. Manneh sudah melakukan hal itu dengan pindah dari Gambia ke Jerman, meski berstatus sebagai pengungsi.
Sekarang ia sudah mencatatkan gol pertamanya di Bundesliga. Dengan kemampuannya yang apik dalam mencetak gol, bukan tidak mungkin gelontoran gol-gol akan tetap datang. Bukan tidak mungkin juga kelak ia akan dipanggil timnas Gambia.
Tapi yang mungkin membuat Manneh lebih puas adalah, dari semua yang telah ia dapatkan sekarang, ia dapat bermain sepakbola dengan bebas di sini, tanpa kekangan dari diktator yang kejam. Ia bisa bebas mengejar bola di lapangan, tanpa ada ancaman pembunuhan ataupun penculikan yang acap terjadi di negaranya.
foto: bundesliga.com
Komentar