Sejak menandatangani kontrak 3 tahun di Liverpool pada 3 Oktober 2015, Jürgen Klopp sudah mengguncang sepakbola Inggris dengan sepakbola pressing yang penuh energi. Dari sinilah istilah “heavy-metal football” muncul. Sebuah sistem yang sudah ia peragakan dari saat ia melatih Borussia Dortmund.
Sistem yang juga kita kenal dengan gegenpressing ini dilakukan dengan maksud merusak skema operan lawan dan bertujuan mendapatkan penguasaan bola sesegera mungkin. Ia melakukannya dengan memaksa 2-3 pemain Liverpool untuk menutup pergerakan dan jalur operan satu pemain lawan yang sedang menguasai bola yang berada pada wilayah pertahanannya sendiri.
Liverpool memainkan formasi dasar 4-3-3 atau 4-2-3-1, tapi ketika bertahan, formasi The Reds bisa menjadi 4-1-5. Berisiko bukan?
Mengesampingkan risiko tersebut, hal ini Klopp lakukan untuk membuat Liverpool memiliki opsi mengoper yang bervariasi jika mereka bisa menguasai kembali bola sesegera mungkin, karena akan ada banyak pemain Liverpool pada saat itu, yaitu 2-3 pemain, tergantung berapa banyak yang melakukan pressing.
Semakin jauh Liverpool menekan ke wilayah pertahanan lawan, maka akan semakin baik untuk Liverpool, tapi seperti yang sudah disampaikan: semakin besar juga risikonya. Jika pemain yang ditekan mampu keluar dari tekanan, tim lawan akan mampu memembus lini tengah Liverpool dengan 1-2 buah operan saja.
Musim lalu kita masih sering melihat risiko itu menghantui Liverpool. Tidak heran, itu adalah musim pertama Klopp di Liverpool. Tapi musim ini Liverpool mengalami peningkatan dengan tekanan mereka yang bisa semakin efisien.
Salah satu hal yang banyak membantu Liverpool sejauh musim ini adalah mereka yang bermain tanpa penyerang (maaf, ya, Sturridge). Seperti yang Michael Cox tulis di The Guardian, Liverpool menunjukkan dinamisme mereka dalam mengisi ruang saat menyerang – utamanya melalui Philippe Coutinho, Sadio Mané, Roberto Firmino, (“trio sakit kepala” Liverpool di FPL), dan Adam Lallana.
Jika Mané mengisi posisi penyerang, posisinya di kanan akan di-cover oleh Nathaniel Clyne (bek sayap kanan) atau Lallana, dan Firmino akan turun ke posisi yang lebih dalam. Namun, biasanya Firmino yang lebih sering mengisi posisi penyerang.
Kemudian jika Liverpool mendapatkan bola dari gegenpressing, dikombinasikan dengan kecepatan dan operan mematikan, hal ini yang paling menunjukkan dinamisme tersebut. Selain itu, pergerakan cair para pemain ketika menyerang ini yang membuat lawan kewalahan jika ditugaskan menjaga pemain Liverpool dengan man-to-man marking.
Pemain yang paling diuntungkan dari cara menyerang Liverpool ini adalah Coutinho (catat ini, FPL managers). Coutinho bukanlah gelandang kiri murni, ia sebenarnya lebih cocok bermain di tengah. Pemain asal Brasil ini diperbolehkan mencari ruang ke tengah ketika tidak menguasai bola maupun melakukan cut inside ketika sedang menguasai bola (karena Coutinho berkaki alami kanan).
Namun dengan gegenpressing, Dejan Lovren, Joël Matip, atau siapapun duet bek tengah Liverpool, sering naik sampai ke wilayah yang tinggi di lapangan. Hal ini yang bisa dieksploitasi lawan jika Liverpool tidak mendapatkan penguasaan bola.
Banyak kesebelasan yang membangun timnya dari pertahanan, tapi Klopp tidak. Ia membangun timnya dengan permainan yang menekan di wilayah yang tinggi, dikombinasikan dengan operan dan dinamisme pergerakan para pemainnya di depan.
Buahnya, dalam 10 pertandingan di Liga Primer ini, Liverpool sudah mencatatkan 24 gol (terbaik di Liga Primer bersama dengan Manchester City), 69 shot on target (terbaik di Liga Primer), dan 148 operan kunci (terbaik di Liga Primer).
Baca juga: Mengenal Istilah-istilah Statistik di Sepakbola
Tapi lain halnya soal bertahan. Klopp masih butuh lini pertahanan untuk lebih solid. Sejauh ini Liverpool baru kecolongan tembakan (ditembak) 78 kali di Liga Primer. Ini adalah angka terendah di Liga Primer, yang mana sebenarnya, seharusnya, merupakan pertanda bagus; berarti mereka jarang ditembus.
Tapi jika melihat angka kebobolan mereka, 13 (peringkat 10 di Liga Primer) dengan baru sekali clean sheet, ini mendandakan pertahanan mereka tidak efisien, karena sekalinya mereka berhasil ditembus, risiko kebobolan mereka akan semakin besar juga.
***
Permainan seperti Klopp di Liverpool ini sebenarnya menunjukkan kejeniusan diploma sports science dari Goethe University di Frankfurt, Jerman, ini, dalam meracik taktik. Tapi bisa dibilang Liverpool, bersama dengan Chelsea juga, diuntungkan karena mereka tidak berkompetisi di Eropa, baik di Liga Champions maupun Liga Europa.
Bagaimanapun, permainan heavy-metal Klopp sangat menguras fisik. Maka ada risiko Liverpool bisa “kehabisan bensin” kapan saja. Jika mereka sudah mendapatkan distraksi dari kompetisi Eropa, ada tuntutan tambahan bagi Klopp untuk menemukan taktik alternatif. Yang jelas, dan dengan gegenpressing juga, sebelumnya Klopp pernah menunjukkannya di Borussia Dortmund yang merupakan langganan Liga Champions sejak 2011/12.
Bukan bermaksud PHP, tapi inilah kenapa sekarang saat yang tepat bagi Liverpool untuk menunjukkan superioritas mereka, yaitu ketika mereka bisa berkonsentrasi penuh di kompetisi domestik. Seheboh apapun suporter kesebelasan lain mengejek Liverpool karena tak main di Eropa, semua memang ada hikmahnya.
Komentar