Manchester United tidak bermain di Liga Champions ditambah Liverpool dan Chelsea yang bahkan tidak bermain di Liga Europa sekalipun. Kalimat itu umumnya menjadi bahan olok-olok yang paling mainstream di antara sesama suporter sepakbola.
Tidak bermain di Liga Champions pastinya menjadi mimpi buruk bagi manajer, para pemain, dan para pendukung United, Liverpool, dan Chelsea. Meskipun kadang ada “hikmah di balik cobaan” seperti yang didapatkan Liverpool dan Chelsea yang bisa berkosentrasi penuh di liga domestik musim ini, tetap saja bagi mereka hal itu mengesalkan.
Namun ternyata, kalau dilihat dari sudut pandang pihak UEFA (badan sepakbola Benua Eropa), mereka juga sedang mengalami mimpi buruk dengan absennya tiga kesebelasan raksasa Inggris tersebut.
Liga Champions tanpa mereka sudah seperti skenario terburuk sejauh ini. Pihak yang paling terasa terkena imbasnya adalah para pemegang hak siar yang sudah menanamkan jutaan paun. Mereka harus gigit jari ketika potensi pendapatan mereka menurun drastis musim ini, sejauh ini.
Kompetitifnya Liga Primer menyebabkan kerugian di Eropa
Untuk pertama kalinya sejak musim 1995/96 ketika Blackburn Rovers menjadi wakil tunggal kesebelasan asal Inggris di Liga Champions, Inggris tidak memiliki kesebelasan yang pernah menjadi juara di Liga Champions sebelumnya di liga terbesar di Eropa tersebut.
Baca juga: Mengenang Perjalanan Blackburn Rovers di Liga Champions 1995/96
United pernah menjadi juara Liga Champions sebanyak 3 kali, Liverpool bahkan 5 kali, dan Chelsea sekali. Penampilan yang tidak memuaskan di liga domestik musim lalu menjadi penyebab absennya mereka di Liga Champions musim ini. Padahal Liverpool sempat berpeluang lolos ke Liga Champions jika saja mereka bisa mengalahkan Sevilla di final Liga Europa musim lalu.
Berkebalikan dengan ketiga kesebelasan di atas, keempat kesebelasan wakil Inggris di Liga Champions musim ini belum pernah merasakan kejayaan mengangkat “Si Kuping Besar”, sebutan untuk trofi Liga Champions, sebelumnya.
Leicester City, Tottenham Hotspur, dan Manchester City belum pernah menjadi juara Liga Champions. Leicester bahkan merasakan musim perdananya di kompetisi ini. Hanya Arsenal yang pernah hampir merasakannya ketika kalah melawan FC Barcelona di final 2006.
Baca juga: Leicester City di Kompetisi Eropa, Dulu dan Sekarang
Lolosnya Leicester, Arsenal, Spurs, dan City ke Liga Champions menunjukkan Liga Primer Inggris yang lebih kompetitif daripada liga-liga di Eropa lainnya. Karena jika kita melihat ke Spanyol, pasti selalu ada Barcelona dan Real Madrid (ditambah Atlético Madrid) setiap musimnya di Liga Champions. Begitu juga Bayern München dan Borussia Dortmund (Jerman), Juventus dan AS Roma (Italia), atau Paris Saint-Germain (Prancis).
Makna kompetitif di sini bukan merupakan kesebelasan terbaik di antara kesebelasan Eropa lainnya. Kalau mau diadu, jujur saja, kesebelasan Inggris tetap masih kalah secara umum dari Barcelona, Real Madrid, atau Bayern. Hanya saja, di dalam Liga Inggris, mereka selalu bisa menumbuhkan persaingan kompetisi yang bervariasi.
Sekarang ini kita sudah tidak bisa melihat dominasi big four di Inggris. Orang yang masih menganggap hanya United, Liverpool, Chelsea, dan Arsenal yang dikategorikan sebagai raksasa Inggris sudah dinilai sebagai orang yang ketinggalan zaman; generasi lawas.
Baca selengkapnya: Liga Spanyol Tak Akan Setara dengan Liga Inggris
United menjalani musim tanpa Liga Champions-nya untuk kedua kalinya dalam tiga musim terakhir. Kemudian sejak pergantian dekade, Liverpool sudah lebih banyak tidak lolosnya ke Liga Champions daripada lolosnya. Hanya Arsenal yang terhitung konsisten lolos; meskipun konsisten juga mengecewakan setelah lolos ke babak 16 besar (sejujurnya not bad, lah, ya).
Kerugian dari pemegang hak siar
Namun siapapun pemenang dan pecundangnya, potensi pecundang terbesar tetap berada pada perusahaan televisi pemegang hak siar. Sebagai buktinya, pertandingan antara Manchester United melawan Liverpool masih menjadi magnet penonton terbesar di dunia dengan tingkat penonton mencapai 600-700 juta. Sementara Chelsea melawan Liverpool berada di peringkat kedua.
Kedua hal di atas menandakan pemegang hak siar yang seperti mendapatkan garansi penonton yang tinggi jika United, Liverpool, dan Chelsea bermain. Angka penonton Liga Europa saja dalam dua musim terakhir meningkat karena United dan Liverpool (khusus musim lalu untuk Liverpool, karena musim ini The Reds tidak ada di Liga Europa).
Arsenal sebenarnya tidak jauh berada di belakang ketiga kesebelasan itu. Tapi angka penonton Leicester dan Spurs (tidak termasuk City) dinilai masih terlalu jauh jika dibandingkan dengan big four. Walaupun ketinggalan zaman dan di-judge sebagai generasi lawas, paradigma big four memang tidak mudah lepas.
Untuk Man City, mereka bahkan mendapatkan uang yang lebih banyak daripada Real Madrid yang menjadi juara Liga Champions musim lalu. City yang sampai di semi-final, mendapatkan 75,7 juta paun yang utamanya berasal dari uang hak siar, sementara Madrid hanya 72,2 juta paun.
Kemudian musim lalu Chelsea mendapatkan 62,4 juta paun, Arsenal 48,2 juta paun, dan United, yang hanya sampai di babak grup, mendapatkan 34,4 juta paun, ditambah 3,4 juta paun lagi dari hasil Liga Europa mereka. Tidak jauh dari United, Liverpool berhasil mendapatkan 34,1 juta paun hanya dari Liga Europa.
Sejujurnya dengan absennya United, Liverpool, dan Chelsea ini memang membuat Liga Champions merugi. Efek yang paling terasa adalah pada jumlah penonton dan pendapatan hak siar. Setidaknya data mengatakan seperti itu.
Tapi jika kita kembali mau mengambil hikmahnya, setidaknya Liga Champions masih memiliki kesebelasan seperti Barcelona, Real Madrid, Bayern München, Borussia Dortmund, dan Juventus. Biar bagaimanapun, pesona mereka, tanpa United, Liverpool, dan Chelsea sekalipun, tetap akan terus membuat kita sampai rela berkorban untuk begadang.
Komentar