Artikel #AyoOlahraga karya Wahyu Chrisna Rinadi
“Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia”, begitulah sepenggal lirik lagu yang populer sebagai soundtrack film Laskar Pelangi.
Jika ingin bicara soal mimpi, berbincanglah dengan suporter tim nasional Indonesia. Sudah tidak diragukan lagi, banyak suporter sepakbola Tanah Air bermimpi kelak timnas bisa menjadi macan Asia. Thailand pernah mencapai mimpi itu. Bahkan negara tetangga Malaysia juga sempat menjadi macan Asia di rumah kita sendiri pada 2010 silam. Tentu sebagian Anda masih ingat rasa pedih ketika mimpi itu tak tercapai.
Ditambah lagi pembekuan sepak bola Indonesia oleh FIFA selama satu tahun membuat mimpi para suporter semakin meredup.
Tapi kini situasi berbeda, mimpi-mimpi itu tumbuh kembali. Setelah kemenangan perdana timnas Indonesia atas “musuh bebuyutan” Malaysia di pertandingan persahabatan, kini sorak sorai suporter Indonesia pun mulai kembali menggema. Tagar #AyoIndonesia pun sudah biasa “berseliweran” di lini masa Twitter.
Sesuai dengan judul artikel ini, “Menguji Fantasi” bukan berarti saya ikut bermain di timnas Indonesia, mencetak gol lalu juara. Tapi saya akan uji dengan permainan PES 2016. Saya menulis artikel ini bukan sebagai ahli pengamat sepak bola, ahli taktik ataupun ahli game PES 2016. Tulisan ini sebagai wujud ekspresi dukungan saya kepada timnas Indonesia yang akan berlaga di Piala AFF, agar mimpi menaklukkan Asia Tenggara itu benar-benar terwujud.
Fantasi Formasi
Pada beberapa laga uji coba yang dilakukan oleh timnas Indonesia, Alfred Riedl selalu memakai formasi favoritnya 4-4-2 dengan “duet maut” Boaz Solossa dan Irfan Bachdim. Formasi itu terbukti merepotkan bagi tim lawan dan mampu memberikan tekanan. Tujuh gol dari empat laga, cukup produktif bukan? Namun semenjak Irfan Bachdim diberitakan mengalami cedera, saya pun sedikit gusar mengingat duet Boaz-Lerby Eliandry belum maksimal.
Cedera Irfan pun membuat saya “berfantasi” seandainya saja timnas bakal menggunakan formasi 4-3-3. Bukan tanpa sebab formasi ini muncul di benak saya. Formasi ini merupakan formasi favorit dalam permainan Master League PES 2016 yang saya mainkan. Bahkan dengan formasi ini, tim yang saya naungi tidak pernah terkalahkan dalam semusim penuh.
Di dunia nyata, pelatih yang populer menggunakan formasi ini adalah Pep Guardiola, si bapak “tiki-taka” dari Barcelona. Dengan formasi ini, Pep menerapkan taktik ball possession yang kental.
Tapi taktik Guardiola berbeda dari fantasi saya. Di benak saya, lebih pas formasi 4-3-3 dengan taktik menyerang balik cepat atau yang sering disebut quick counter. Dengan kedua pemain sayap (LWF, RWF) yang punya kecepatan dan menggiring bola yang baik, niscaya formasi ini akan mengobrak abrik pertahanan lawan. Nah, bukankah timnas punya kualifikasi winger yang punya kecepatan dan dribbling yang baik pada diri Zulham Zamrun (LWF) dan Andik Vermansah (RWF)?
Mereka saya bandingkan dengan sosok Neymar dan Marco Reus. Zulham (LWF) saya fantasikan sebagai pemain bergaya Prolific Winger, pemain yang sering menusuk dari sisi sayap kemudian masuk ke kotak penalti dan melakukan shooting ataupun passing berbahaya kepada Boaz yang sudah menunggu di depan kotak penalti. Sementara Evan Dimas ataupun Andik akan bergerak dari belakang untuk membantu menyerang (coming from behind).
Harapan saya untuk Andik (RWF), ia dapat memerankan peran Reus sebagai Hole Player. Berposisi lebih ke belakang, tapi punya cukup kecepatan untuk menusuk. Bola-bola daerah dari tiga gelandang, dan mungkin kedua bek tengah yang melakukan clearing, diharapkan dapat memanjakan peran Andik (RWF) di sisi kanan. Terlebih Andik juga punya opsi sebagai permain Trickster yang mampu melakukan solo run untuk melewati satu atau dua pemain belakang sekaligus dan melakukan shooting keras.
Belum berbicara soal Boaz yang saya fantasikan sebagai Sergio Aguero yang berperan sebagai Advanced Striker. Rajin mencari posisi dan menjemput bola, punya kontrol bola menawan, kecepatan, dan insting gol yang baik. Jika ia sedang dalam kondisi On Form, saya yakin tim sekelas Thailand pun akan kerepotan menghadang serangan balik dari timnas Indonesia yang dihuni Zulham, Andik dan Boaz di lini depan.
Di lini tengah pun Indonesia tak kalah mentereng. Ketiga pemain yang saya jagokan dalam gambar di atas memiliki kualifikasi yang cocok dengan strategi 4-3-3 quick counter yang saya bayangkan.
Satu pemain lubang atau Hole Player, satu pemain Box-to-Box, dan satu pemain The Destroyer khas PES 2016.
Pemain bertipikal Hole Player adalah pemain yang mampu menahan bola lebih lama sembari menunggu pergerakan dari tiga pemain di depan, siap melepaskan Trough Pass yang akurat dan berbahaya, sambil sesekali waktu menerobos ke pertahanan lawan dan membuat peluang berbahaya. Di dunia nyata, mirip Andres Iniesta. Bukankah itu ada pada Evan Dimas? Iniesta-nya tanah air, menurut saya.
Untuk Stefano Lilipaly dan Bayu Pradana, saya memproyeksikan mereka lebih bertahan. Lilipaly akan berperan sebagai Box-to-Box: menjelajah lebar lapangan untuk merebut bola dan mengalirkannya kepada Evan Dimas, membantu peran Full Back yang terlambat turun.
Terlihat berat, tapi jika melihat latar belakang kompetisi yang dia mainkan –Divisi Dua Liga Belanda— saya membayangkan itu benar-benar bisa terjadi.
Peran selanjutnya adalah peran yang paling saya sukai, menempatkan Bayu Pradana sebagai juru jegal atau The Destroyer di lini tengah Timnas. Tidak banyak membantu serangan, tetapi harus efektif membendung penetrasi individual lawan. Tidak membiarkan lawan memegang bola secara lama.
Koordinasi Bayu dengan Lilipaly sangat diperlukan agar lawan tak melakukan umpan terobosan yang berbahaya ke jantung pertahanan timnas. Sebagai opsi lain di posisi ini, saya memilih Dedi Kusnandar sebagai pelapis. Ia memiliki gaya bermain yang hampir sama dan bisa dimainkan berdampingan. Niscaya lini tengah timnas akan terasa lebih solid.
Kelemahan strategi 4-3-3 yang saya terapkan di Fantasi ada pada lini belakang. Dalam Master League yang saya mainkan, tercatat 20 gol bersarang tiap musim dengan rataan kebobolan satu gol setiap dua pertandingan, terlebih jika bek sayap sering terlambat turun membantu bertahan, ataupun jarak pemain belakang terlalu lebar.
Tapi apakah sepak bola sesederhana itu? Bagaimana dengan timnas Indonesia ? Tak ada yang tahu jawabannya hingga bola bergulir di lapangan nanti. Itulah yang dinamakan fantasi.
Penulis berasal dari Sleman dan beredar di dunia maya dengan akun Twitter @chrizchrizna. Tulisan ini merupakan bagian dari #AyoIndonesia, mendukung timnas lewat karya tulis. Isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis. Selengkapnya baca di sini: Ayo Mendukung Timnas Lewat Karya Tulis.
Komentar