Artikel #AyoIndonesia karya Asta Purbagustia
Agaknya terlalu sulit untuk mengatakan bahwa timnas Indonesia akan memetik kemenangan saat bersua dengan timnas Thailand di pertandingan pertama piala AFF 2016. Banyak pengamat sepakbola baik yang professional maupun yang dadakan tampak ragu begitu ditanya tentang peluang kemenangan timnas Indonesia di laga perdana piala AFF 2016 tersebut. Apakah Indonesia bisa menang melawan Thailand? Bisa, meski diucapkan dengan suara lirih dan tidak menyakinkan.
Mungkin hanya seseorang yang kadar nasionalismenya kelewat bataslah yang akan menjawab pertanyaan tersebut dengan semangat membara. “Kita pasti menang melawan Thailand!”, ujar seorang nasionalis begitu ditanya mengenai kans kemenangan timnas. Saya tahu jika sepakbola bukanlah matematika. Apa yang terjadi di atas kertas belum tentu terjadi di atas lapangan hijau. Tapi menimbang apa yang terlihat di depan mata juga tidak ada salahnya.
Bagaimana bisa kita optimis bisa meraih kemenangan saat tau bahwa lawan yang dihadapi baru saja menahan imbang Australia, negara yang level sepakbolanya terpaut sangat jauh dengan sepakbola Indonesia? Terkadang kita perlu realistis agar tidak selalu mabuk harapan yang pada akhirnya berujung mengecewakan.
Mungkin seluruh peserta Piala AFF akan sepakat mengatakan bahwa melawan Thailand adalah mimpi buruk. Nama besar timnas Thailand di kancah sepakbola Asia Tenggara adalah bukti nyata bahwa Thailand adalah diktator sepakbola Asia Tenggara. Bertahun-tahun mereka menguasai sepakbola Asia Tenggara.
Sepanjang Piala AFF digelar, Thailand secara konsisten menjadi favorit juara. Tak berlebihan mengingat karena memang permainan yang selalu ditampilkan timnas Thailand di atas lapangan di atas rata-rata negara lainnya. Itu menunjukkan bahwa sepakbola mereka berada di level yang berbeda dengan semua kontestan di Piala AFF.
Jika di liga Prancis ada Paris Saint-Germain, maka di Piala AFF ada Thailand. Tanpa bermaksud tidak menghormati negara tempat saya dilahirkan, saya mengakui bahwa setiap kali gelaran AFF diadakan negara yang saya jagokan adalah Thailand. Mungkin yang membuat saya terlihat mendukung timnas Indonesia hanyalah faktor nasionalisme saja. Itu pun sedikit terpaksa karena takut dibilang antek asing.
Saya menganggap permainan timnas Thailand adalah yang paling mendekati permainan sepakbola Eropa. Cara bermain hingga taktik dan strategi yang mereka peragakan tak berbeda jauh dengan apa yang selama ini disuguhkan oleh sepakbola Eropa.
Belum lagi soal teknik bermain. Sangat jarang kita melihat para pemain dari Thailand melakukan kesalahan yang sifat mendasar. Hal itu yang membuat jurang pemisah antara sepakbola Thailand dengan Indonesia terbentang cukup jauh.
Sepanjang diadakannya perhelatan Piala AFF, Thailand menjadi salah satu negara dengan perolehan gelar terbanyak. Sejauh ini hanya Singapura yang bisa menyaingi perolehan gelar juara milik Thailand di ajang Piala AFF. Thailand dan Singapura sama-sama pernah menjadi jawara di AFF sebanyak empat kali. Meski demikian ada yang berbeda dari Singapura dan Thailand, jika Singapura jarang konsisten dalam hal permainannya, maka permainan sepakbola timnas Thailand dari waktu-kewaktu adalah sama. Selalu menakutkan.
Kekuatan dari armada asuhan Kiatisuk membuat Alfred Riedl harus mengubah komposisi pemain dalam formasi demi menyelamatkan Indonesia dari ancaman kekalahan. Riedl memilih memasang duet gelandang Bayu Pradana dengan Stefano Lilipaly yang bertipikal gelandang bertahan dengan maksud bisa meredam agresivitas lini tengah Thailand yang dikenal kreatif. Evan Dimas pun dikesampingkan karena dalam kondisi tidak bugar. Riedl juga lebih memilih menempatkan Rizky Pora di sektor sayap kiri dibanding Zulham Zamrun. Kemampuan defensif Rizky Pora-lah yang membuat Riedl memilihnya di starting line up ketimbang Zulham.
Taktik bertahan sudah disiapkan. Skenario bertahan sekuat tenaga sembari sesekali melancarkan serangan balik sudah dirancang. Semua itu dipersiapkan hanya untuk mengantisipasi dominasi permainan Thailand yang menakutkan.
Benar saja, begitu peluit dibunyikan, Thailand langsung mangambil inisiatif permainan. Dominasi permainan Thailand berbuah hasil di menit ke-4. Berawal dari sebuah kesalahan dari Yanto Basna yang gagal menyapu umpan di area kotak pinalti sukses dimanfaatkan oleh pemain Thailand, Peerapat Notchaiya. Lesatan terukurnya melesat mulus ke gawang timnas Indonesia yang dikawal oleh Kurnia Meiga.
Belum selesai fans timnas Thailand merayakan gol pertamanya, di menit 36 Thailand kembali mencetak gol keduanya. Manuver Chanatip di area kotak pinalti membuyarkan pertahanan Indonesia yang kemudian diteruskan dengan umpan mendatar yang lagi-lagi gagal dihalau oleh Yanto Basna dengan sempurna. Bola kemudian jatuh di kaki Teerasil Dangda. Teerasil Dangda tidak menyianyiakan peluang itu. Dengan mudahnya Dangda mencocor bola ke gawang Meiga. Skor 2-0 berakhir hingga jeda pertandingan.
Memasuki babak kedua, kendali masih dipegang oleh Thailand. Namun dominasi permainan Thailand agak kendur dari babak pertama. Alhasil, timnas Indonesia mampu mencuri gol di menit awal. Dua gol Indonesia masing-masing dicetak oleh Boaz salossa dan Lerby. Tampaknya keunggulan dua gol di babak pertama membuat Thailand agak kehilangan konsentrasi di awal babak kedua.
Tersengat dengan dua gol penyeimbang Indonesia, Thailand semakin gencar membombardir pertahanan Indonesia. Hasilnya dua gol dari Teerasil Dangda, masing-masing di menit ke-79 dan 93. Teerasil Dangada menjadi bintang pada laga yang berkesudahan dengan kemenangan Thailand. Hatrick Teerasil Dangda membuktikan bahwa dirinya adalah bomber menakutkan di kawasan Asia Tenggara. Tanpa kemampuan mengolah si kulit bundar, mungkin Teerasil Dangda hanya akan menjadi supir tuk tuk saja.
Seusai laga, pelatih timnas Indonesia, Alfred Riedl bahkan mengakui kualitas permainan Thailand berada di atas permainan timnas Indonesia. "Pertandingan ini sangat menarik untuk orang netral namun saya bisa bilang Thailand layak menang. Dia lebih bagus sedikit. Kami kebobolan dua gol gila di babak pertama. Anda bisa lihat permainan kami membaik di babak kedua," ujar Riedl usai pertandingan, dikutip dari Bola.net
"Kita senang bisa imbangi 2-2. Thailand memiliki lebih banyak pengalaman internasional dan kelas mereka di atas kita," tambah pelatih asal Austria ini.
Kemenangan melawan Indonesia bisa jadi menjadi pintu pembuka bagi Thailand untuk kembali menancapkan kedigdayaannya di piala AFF. Motivasi untuk menjadi kampiun semakin bertambah lantaran gelar piala AFF 2016 kabarnya akan didedikasikan untuk raja mereka yang telah wafat beberapa waktu lalu.
Dari pertandingan Indonesia melawan Thailand itu saya menyadari sesuatu; selain film horornya, Thailand juga memiliki sepakbola yang tak kalah menakutkan.
Penulis merupakan penikmat humor dan sepakbola. Bisa dihubungi lewat Facebook: Asta Purbagustia. Tulisan ini merupakan bagian dari #AyoIndonesia, mendukung timnas lewat karya tulis. Isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis. Selengkapnya baca di sini: Ayo Mendukung Timnas Lewat Karya Tulis.
Komentar