Gairah sepakbola Indonesia kembali memuncak setelah skuat Garuda berhasil menembus babak final Piala AFF 2016. Bahkan, hal itu terjadi setelah lebih dulu ditandai dengan lautan merah di Stadion Pakansari, Cibinong, dalam leg pertama semifinal Indonesia kontra Vietnam pada 3 Desember 2016.
Laga final leg pertama yang akan berlangsung pada 14 Desember 2016, diperkirakan bisa membuat Stadion Pakansari semakin sesak dengan orang-orang yang mengenakan pakaian berwarna merah. Semua hadir dengan satu tujuan, yaitu mendukung dan menjadi saksi keberhasilan Indonesia di final leg pertama kontra Thailand.
Haus gelar juara juga akan menjadi pengiring langkah-langkah para suporter dalam membakar semangat sebelas pemain Indonesia di atas lapangan. Tidak menutup kemungkinan dukungan itu menjadi sebuah tuntutan atau keharusan untuk menjadi juara.
Memang tidak ada yang salah dengan keinginan menjadi juara di final Piala AFF yang kelima untuk Indonesia ini. Namun, tidak ada salahnya juga jika kita kembali melihat target yang dibuat pelatih atau tim sebelum turnamen ini bergulir.
"Ketika saya masuk ke Indonesia targetnya adalah final. Tapi kami ubah karena situasinya berubah bagi saya," ujar Alfred Riedl di Bandara Soekarno-Hatta saat hendak bertolak ke Filipina.
Perubahan itu terjadi lantaran pelatih timnas Indonesia merasa tidak punya keleluasaan penuh dalam memilih pemain. Sebab, PT Gelora Trisula Semesta (GTS) selaku operator Indonesian Championship membatasi dua pemain dari satu klub yang bisa diambil ke timnas.
Putar memutar otak pun harus dilakukan Riedl dalam menentukan skema permainan di tiap-tiap pertandingan babak grup Piala AFF. Tensi pertandingan menjadi serasa naik turun melihat performa Indonesia kala itu.
Meski tidak dalam performa yang menjanjikan, rupanya Indonesia bisa menembus babak final. Sebuah pencapaian yang sebelumnya tidak diyakini Riedl.
Banyak orang yang menyebut bahwa tahun 2016 adalah panggungnya para tim underdog setelah Leicester City dan Prtugal berhasil menjadi juara di masing-masing event. Saat ini, Indonesia diletakkan posisinya sebagai penerus keberhasilan dua tim sepakbola tersebut.
Bahkan, situs resmi Piala AFF memuat sebuah cerita yang berjudul Indonesia Making up for Lost Time in Fairytale Run. Calvin Tham menulis kisah Indonesia yang mulanya tak masuk hitungan untuk mampu bersaing di babak Grup A bersama Thailand, Filipina, dan Singapura.
Nyatanya semua itu terbantahkan dan kini Indonesia berada di Final. Di akhir tulisan itu Calvin berkesimpulan bahwa sebuah kebodohan jika menganggap Thailand akan dengan mudah merebut gelar Piala AFF untuk kelima kalinya.
Terlepas dari status Indonesia sebagai underdog, tentu ada baiknya suporter Tanah Air tetap menyematkan pikiran realistisnya. Kita tetap harus mengakui Thiland negara yang kuat, bahkan jika melihat dari kualitas pemain.
Sikap realistis ini bertujuan untuk menjadi rem akan hausnya gelar juara yang sangat lama dinanti. Terlebih, kita pernah merasakan kekecewaan yang amat menyakitkan pada final Piala AFF 2010. Saat itu Indonesia kembali gagal menjadi juara setelah kalah agregat 2-4 dari Malaysia, lawan yang kita pecundangi 5-0 pada babak grup.
Andai kita gagal di final untuk kelima kalinya, percayalah, ini bukan sebuah kekecewaan jika mau melihat lagi jauh ke belakang kondisi tim Indonesia. Justru kebahagiaan patut dirasakan lantaran mereka sudah mencapai lebih dari target yang ditetapkan pelatih.
Bahkan lebih dari itu. Skuat timnas berhasil menghidupkan kembali gairah sepakbola yang sudah lama mati di tanah Ibu Pertiwi. Gairah ini juga dilihat dengan jelas oleh Persiden FIFA Gianni Infantino.
"Infantino senang sekali melihat gairah pertandingan Piala AFF dan pertandingan Indonesia melawan Vietnam yang sangat menarik dan menghibur. Laga tersebut juga dipenuhi oleh suporter," ujar Infantino kepada Sekjen PSSI, Ade Wellington, dalam acara FIFA Summit di Singapura, Kamis (8/12).
Atensi dari Presiden FIFA itu tentu patut dihargai. Ia juga berharap keberuntungan bisa menaungi timnas Indonesia di laga final.
Namun, jika sekalipun keberuntungan tidak berpihak pada Indonesia, kita tentu harus tetap bahagia untuk prestasi timnas tahun ini. Sebab, Belanda yang dikenal dengan permainan Total Football-nya saja bisa terus bahagia meski sering gagal berprestasi di ajang internasional.
Dan kini, waktunya kita menikmati kebahagiaan sebagai tim underdog meski nanti akhirnya hanya menjadi finalis.
Komentar