Oleh: Rikardo Kaway
Persipura Jayapura baru saja memastikan diri sebagai kampiun Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016 setelah di laga pamungkas mengalahkan PSM Makassar 4-2 di Stadion Mandala Jayapura. Hasil yang kembali menegaskan konsistensi Persipura dalam satu dekade terakhir sebagai salah satu tim paling menakutkan di sepakbola Indonesia.
Walau begitu, perjalanan Persipura di ISC 2016 hingga akhirnya keluar sebagai juara tidaklah mulus. Persipura memulai liga kopi, begitu orang-orang menjulukinya, dengan hasil-hasil yang tidak terlalu menjanjikan.
Hanya memeroleh dua poin di tiga laga awal, banyak orang sudah mengambil keputusan prematur dengan mencoret Persipura sebagai kandidat juara. Sempat mencoba untuk perlahan bangkit dengan empat kali kemenangan beruntun, Persipura kembali melewati fase sulit di antara pekan ke-7 hingga pekan ke-13. Dari enam pertandingan yang dilakoni dalam rentang waktu tersebut, Persipura hanya bisa memetik satu kali kemenangan.
Kondisi yang membuat Persipura saat itu telah tertinggal 11 angka di belakang pemuncak klasemen sementara Madura United dan delapan angka di belakang Arema Cronus di posisi kedua.
Tingginya ekspektasi masyarakat Jayapura terhadap Persipura mau tidak mau membuat manajemen mengambil langkah cepat. Sebelum putaran pertama berakhir, Persipura mengganti pelatih Jafri Sastra dengan Angel Alfredo Vera.
Dan seperti mendapatkan suntikan motivasi baru, Persipura langsung kembali ke jalur kemenangan pasca pergantian pelatih. Empat laga di penghujung paruh musim diselesaikan dengan meraih 10 poin untuk terus menjaga persaingan di papan atas.
Persipura kemudian memanfaatkan jendela transfer sebelum memasuki putaran kedua dengan menukar pemain-pemain asing yang dianggap kurang memberikan kontribusi lebih. Nama-nama seperti Boakay Eddy Foday, James Koko Lomel dan Thiago Fernandes Oliveira dilepas dan mendatangkan muka-muka baru mulai dari Edward Wilson Junior, Ricardo Silva de Almeida dan Greg Nwokolo.
Khusus Greg, pemain ini hanya menjalani dua laga di awal putaran kedua sebelum memutuskan hijrah ke Persija Jakarta dengan alasan tidak mampu beradaptasi di Kota Jayapura. Namun tak apa, Persipura tetap jalan dengan skuat yang ada.
Kemenangan demi kemenangan terus dibukukan Persipura di awal putaran kedua yang membuat jarak poin dengan pemuncak klasemen tidak lagi terpaut terlalu jauh. Nama Mutiara Hitam yang sempat dilupakan untuk menjadi kandidat juara lantas dimasukkan kembali untuk bersaing dengan tim-tim seperti Madura United, Arema Cronus, Sriwijaya FC dan Bhayangkara United.
Menang Melawan Rival
Persipura sadar betul, dengan jarak poin di klasemen yang semakin sedikit, satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk menjadi juara adalah dengan mengalahkan rival-rivalnya di papan atas. Kebetulan saja baik Madura United, Arema Cronus, Sriwijaya FC dan Bhayangkara United, yang kala itu merupakan penghuni papan atas putaran pertama, akan dijamu pada putaran kedua di Jayapura.
Hasilnya pun terbukti, dengan semangat tinggi, keempat lawan ini berhasil dikalahkan di Stadion Mandala. Mulai dari Arema Cronus yang ditumbangkan 2-0, kemenangan atas rival berlanjut atas Sriwijaya FC dengan skor 1-0. Tren positif lalu terjadi lagi ketika Persipura juga menumbangkan Madura United 2-0 dan menekuk Bhayangkara United 2-1.
Setelah empat kemenangan yang bisa dibilang sangat krusial itu, peta persaingan juara di puncak klasemen pun menyisakan tiga nama yakni Madura United, Arema Cronus dan Persipura Jayapura.
Dan di saat inilah mental juara Persipura berbicara. Tekanan terus menerus yang dilakukan kepada Madura United dan Arema Cronus sejak memasuki putaran kedua membuat dua tim yang awalnya paling dijagokan menjadi juara itu tergelincir dengan sendirinya.
Di saat Madura United mengalami kekalahan di Lamongan pada pekan ke-32, dan saat Arema bermain imbang pada pekan ke-33 di Samarinda, Persipura justru berhasil lolos dari lubang jarum dengan mengalahkan Mitra Kukar 2-1 di Tenggarong pada pekan ke-32. Kemenangan atas tuan rumah Persegres Gresik United 0-3 pada pekan ke-33 pun melengkapi melenggangnya Persipura ke peringkat teratas.
Perlu diingat, sebelum ditumbangkan Persipura, Mitra Kukar merupakan kesebelasan yang tengah menorehkan catatan impresif di kandang, yakni delapan kemenangan beruntun. Ditambah lagi pada periode itu Mitra Kukar hanya kalah dua kali dari lima partai tandang, sehingga hal yang luar biasa bagi Persipura bisa mengalahkan Mitra Kukar di Tenggarong.
Apalagi dalam duel kontra Persipura, Mitra Kukar juga telah unggul lebih dulu 1-0, sebelum dua gol dari Osvaldo Haay dan Bio Paulin mengunci tiga poin bagi Mutiara Hitam. Lagi-lagi, peran mental sangat penting di sini.
Dua kemenangan tandang di penghujung musim inilah yang membawa Persipura satu langkah lebih dekat kepada trofi ISC 2016, juga mengubur mimpi Madura United menjadi juara.
Dan dengan keunggulan dua poin ketika memasuki pekan ke-34 atas Arema Cronus, serta keuntungan aturan head to head, Persipura sejatinya hanya butuh hasil imbang ketika menjamu PSM Makassar untuk mengunci juara.
Namun kepercayaan diri yang sudah begitu tinggi ditambah dengan dukungan publik Jayapura pada Minggu (18/12/2016) sore, Persipura akhirnya memastikan juara dengan hasil kemenangan. Mutiara Hitam menjadi juara setelah tidak diperhitungkan sebelumnya.
Spesialis Format Liga
Jika mengukur hasil iSC 2016 dengan liga-liga sebelumnya khususnya ketika sepakbola nasional memasuki era Indonesia Super League (ISL), Persipura memang tim yang spesial dengan format liga. Di enam musim ISL sebelum ISC 2016, Persipura menjadi juara tiga kali dan menempati posisi runner up ketika tidak menjadi juara.
Meski kompetisi ISC 2016 bukanlah kompetisi resmi, sama halnya Piala Jenderal Sudirman, Piala Presiden dan Piala Bhayangkara, namun format kompetisi berbentuk liga yang kembali dijuarai Persipura membuktikan Mutiara Hitam adalah tim yang tangguh dalam kompetisi berformat liga yang dijalankan dalam satu musim, dan bukan spesialis turnamen yang hanya selesai dalam satu sampai dua bulan.
Dalam kompetisi berbentuk liga, sebuah konsistensi permainan diperlukan untuk mengakhiri musim sebagai yang terbaik. Tak cukup menjadi juara paruh musim, namun harus bertarung hingga musim benar-benar selesai. Dalam kompetisi berbentuk liga pula, tim calon juara akan diuji dengan laga-laga krusial di akhir musim, tekanan rival hingga tekanan suporter yang menginginkan gelar juara.
Untuk hal-hal yang disebutkan ini, mental juara harus dimiliki setiap tim agar gelar yang juara yang sudah di depan mata tidak hilang begitu saja.
Kini setelah TSC 2016 selesai, seluruh tim-tim kasta tertinggi Tanah Air akan berbenah untuk menyongsong kompetisi resmi di 2017 setelah sanksi FIFA atas Indonesia telah dicabut.
Meski belum diketahui apa nama kompetisi nanti, yang pasti dengan format liga yang akan dipakai di 2017, tim-tim lain wajib mewaspadai Persipura yang sangat spesial dengan kompetisi format liga, apalagi mental juara Mutiara Hitam benar-benar sudah terbukti.
Penulis adalah seorang Persipuramania dan Suporter Arsenal. Suka mengamati politik Indonesia yang carut marut, tapi lebih banyak mengamati bola Nasional dan Liga Inggris. Biasa berkicau di @rikardokaway.
Komentar