Memiliki sepasang anak kembar yang berkiprah di sepakbola Indonesia tentunya membuat tantangan tersendiri untuk kedua orang tua mereka, terutama sosok sang ibu. Zulham Malik Zamrun dan Zulvin Malik Zamrun lahir prematur, pada bulan ketujuh kehamilan, pada tanggal 19 Februari 1988, dari perut ibunya, Nurain Talib.
Sejak awal, Ibu Nurain dan suaminya, Malik Zamrun, sudah yakin jika kedua anaknya akan menjadi orang yang sukses. Ayah mereka dulunya adalah pemain sepakbola Persiter Ternate. Hal ini yang membuat Zulham dan Zulvin juga meyakini bahwa sepakbola adalah jalan yang terbaik dalam berkarier.
“Ibu dan Bapak, keduanya dukung [saya dan Zulvin] main sepakbola,” kata Zulham melalui wawancara bersama kami lewat telepon. “Bapak dulu pesepakbola, jadi pengen ada penerus. Kalau [saya] sendiri memang pengen jadi pemain sepakbola.”
Hal ini diamini oleh ibunya. “Paling pertama Bapak [yang ingin anak-anaknya main sepakbola]. Karena dalam kehidupan keseharian, yang maunya Bapak itu di luar jam sekolah mereka itu cuma main [sepak]bola doang,” kata Nurain.
Sebagai ibu, Nurain tentunya selalu mendukung kedua anaknya. “Saya sebagai ibu sangat mendukung karier mereka.” Dukungan ini bahkan ia berikan sebelum Zulham dan Zulvin mengawali karier mereka sebagai pesepakbola.
“Selalu [mendampingi]. Bahkan waktu seleksi timnas pelajar di Lapangan Bea Cukai waktu di Ragunan, dia masih duduk di bangku SMA kelas dua. Itupun saya ikut ke Jakarta bahkan saya duduk nonton dia latihan di pinggir lapangan.”
Sekarang Zulham sudah menjadi pemain yang tergolong sukses. Begitu juga Zulvin. Keduanya mulai dikenal sebagai pesepakbola nasional yang malang melintang di sejumlah kesebelasan liga teratas Indonesia.
Momen sebelum mengawali karier sepakbola
Namun dari seluruh momen yang pernah dijalani oleh Zulham dan Zulvin, sang ibu menyatakan bahwa ada satu momen yang paling membekas dan berpengaruh bagi karier mereka di sepakbola, yaitu saat seleksi pertandingan antar pelajar Maluku Utara yang bernama Bogasari.
“[Waktu seleksi itu] kalau terpilih, mereka akan mewakili Provinsi Malut (Maluku Utara) main di Surabaya yang nantinya akan bertarung dengan tim-tim di daerah Jawa,” ujar sang ibu dalam wawancaranya bersama Pandit Football Indonesia.
“Waktu itu sepatu bolanya ndak ada, uang kita pas-pasan. Saya terpaksa jual kambing untuk beli sepatu bola dia sama Zulvin. Kebutulan waktu itu mereka berdua punya kambing piaraan. Alhamdulillaah mereka berdua terpilih mewakili tim Malut berangkat ke Surabaya.”
Ternyata tidak sampai di situ saja cobaan dan ujian yang harus dihadapi sang ibu dan anak-anaknya, karena Zulham dan Zulvin terancam gagal berangkat. “Waktu itu mereka berdua sakit, hampir ndak bisa berangkat. Terpaksa saya sama Bapak juga ikut dampingi mereka dengan uang yang pas-pasan ke Surabaya. Karena momen itu sangat-sangat penting untuk mereka memulai karier mereka. Karena kompetisi itu untuk mencari bibit-bibit [pemain muda] untuk masuk ke timnas pelajar berangkat [menjalani kompetisi] ke Vietnam.”
“Kalau waktu itu mereka ndak jadi ikut, hari ini belum tentu mereka seperti sekarang. Makanya saya sebagai ibu, berpikir [bahwa] momen itu sangat penting karena [itu adalah momen] mereka memulai karier dalam persepakbolaan,” kata Nurain.
Soal pendidikan dan karier sebagai pesepakbola
Hal yang biasanya menjadi beban pikiran orang tua adalah ketika mereka disuruh memilih untuk lebih mementingkan sepakbola atau pendidikan. Hal ini juga dirasakan oleh Nurain terhadap perjalanan kehidupan Zulham dan Zulvin.
Tapi hal ini bisa diakali oleh Nurain dengan jam latihan dan juga pihak sekolah yang selalu mengizinkan. “Tetap mereka sekolah, latihan [sepak]bola sore. Kalau ada kegiatan atau kompetisi di jam-jam sekolah, itu tetap ada izin dari sekolah. Sekolah juga ikut mendukung karier mereka.”
Nurain juga sempat menanggapi soal karier sebagai pemain sepakbola di Indonesia.”Alhamdulillaaah, dengan sepakbola Indonesia bisa secara tidak langsung mengurangi pengangguran yang ada di Indonesia.”
Tidak heran, pekerjaan sebagai pemain sepakbola kerap dianggap sebelah mata oleh beberapa golongan. Apalagi jika sampai itu diraih dengan meninggalkan pendidikan. Namun tidak demikian dengan Zulham dan Zulvin, karena ternyata ibu mereka-lah yang sudah menyiapkan masa depan mereka, baik dari kecil hingga dewasa.
“Ibu di kehidupan [saya] sangat penting. Ibu yang mengasuh dari kecil. Ibu juga sudah menyiapkan kalau nanti [saya] pensiun, pengen punya usaha apa. Sudah disiapkan dari sekarang,” kata Zulham kepada Pandit Football Indonesia.
Zulham sendiri mengaku jika ia selalu berkomunikasi dengan ibunya. “[Saya] lebih dekat ke Ibu. Pokoknya ibu nomor satu. Saya suka semua masakan Ibu. [Saya] juga selalu menelepon Ibu untuk mengobrol soal masa depan.”
Ternyata Zulham tidak sedang berbasa-basi, karena saat kami mewawancarai Nurain, pembicaraan kami sempat terpotong karena Zulham yang menelepon ibunya tersebut.
Jika Zulham selalu membicarakan masa depan dengan ibunya, ibunya lebih khawatir soal pergaulan Zulham. “[Saya banyak khawatir] di hal pergaulan, karena pergaulan bisa juga menghancurkan karier mereka.”
Soal kebanggan dan ejekan kepada Zulham
Kemudian ketika ditanya mengenai hal terbaik apa yang pernah Zulham lakukan untuk ibunya sepanjang kariernya, ia menjawab: “Ada dua yang paling bangga. [Saya pernah] memberi hadiah mobil untuk Bapak dan Ibu. Kedua, memberangkatkan mereka haji, itu juga [pernah saya lakukan] untuk mereka.”
Hal itu juga yang membuat Nurain bangga memiliki anak seperti Zulham dan Zulvin.
Selanjutnya kami juga sempat bertanya soal keterlibatan Zulham di timnas Indonesia di ajang Piala AFF 2016 yang baru saja berakhir. Bukan sembarangan keterlibatan, karena Zulham sempat mendapatkan kritikan dan tidak jarang ledekan dan cacian, karena dianggap sebagai pemain yang tidak layak membela timnas Indonesia.
Baca juga: Benarkan Zulham Zamrun yang Salah?
“Itu soal biasa. Saya sama Bapak kasih motivasi ke Zulham dengan adanya hal seperti itu. ‘Kamu harus bangkit lagi, lebih semangat untuk maju meningkatkan prestasi, dan tunjukkan yang terbaik kepada fans atau penggemar,” kata Nurain.
Meskipun begitu, saat ia menonton pertandingan di Piala AFF 2016, ia menyatakan bahwa ia dan suaminya sempat kesal ketika ada seorang penonton di sebelah mereka yang menyoraki dan meledek Zulham dari tribun penonton.
“Mereka ndak ngerasain, coba bayangkan itu anak atau saudara mereka, pasti sakit digituin,” kata Nurain. “Jadi kepada semua pencinta [sepak]bola di Indonesia, coba lebih pengertian lagi.”
Tidak dimungkiri, berkat doa dan perjuangan dari sosok ibu dan bapak mereka, kini Zulham dan Zulvin Malik Zamrun mampu mendapatkan karier sebagai pemain profesional yang membanggakan di Indonesia. Mereka memiliki masa-masa sulit, tapi semuanya bisa dilalui bersama-sama.
Karier Zulham dan Zulvin mungkin tidak bisa seperti sekarang jika ibu mereka, Nurain Talib, tidak mendidik, membesarkan, dan membimbing mereka untuk bisa menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, negara, dan membanggakan keluarga. Selamat Hari Ibu, Ibu Hajah Nurain.
Komentar