Wujud kado dari Santa Claus kadang tidak selalu berbentuk hadiah yang konkrit yang biasa tersimpan di bawah pohon Natal. Terkadang ia bisa berwujud sebuah harapan, dan itulah yang mewujud dalam diri Hugo Lloris.
Lloris saat ini berseragam Tottenham Hotspur. Tercatat sudah empat setengah tahun penjaga gawang kelahiran Nice ini mengawal gawang Spurs. Meski belum mampu memberikan prestasi berupa trofi utama, kemampuannya dalam menjaga gawang Spurs sudah diakui, termasuk saat ia menjadi bagian dari skuat Spurs yang memberikan tekanan kepada Leicester City pada musim 2015/2016.
Pada musim 2016/2017, Lloris masih menjadi andalan klub yang bermarkas di White Hart Lane ini. Total selama musim 2016/2017, ia sudah menorehkan 15 kali penampilan, dengan catatan enam kali clean sheet dan delapan kali melakukan penyelamatan. Kemampuannya yang baik dalam menjaga gawang Spurs membuat tim ini menjadi tim yang sedikit kebobolan di Liga Primer. Sampai saat ini Spurs baru kebobolan 12 gol, terendah kedua setelah Chelsea yang menorehkan kebobolan 11 gol.
Apiknya penampilan Lloris ini, membuatnya didapuk lagi sebagai harapan The Lilywhites yang sedang bersaing di papan atas Liga Primer. Tapi, Lloris, yang lahir pada 26 Desember 1986, bukan kali ini saja menjadi harapan.
Harapan dari Tanah Nice
Semasa muda, Lloris sudah akrab dengan sematan sebagai seorang harapan. Orang pertama yang berpikiran seperti itu adalah Frederic Antonetti. Ia adalah orang pertama yang mulai menganggap Lloris sebagai sebuah harapan dengan memberikannya debut dalam ajang Coupe de la Ligue pada Oktober 2005 saat masih membela OGC Nice. Setelah itu, ia pun tetap menjadi harapan di Nice, apalagi setelah penjaga gawang Damien Gregorini memutuskan pindah ke Nancy.
Tapi tak salah masyarakat Nice menjadikannya sebagai harapan. Meski tak mampu mengantarkan Nice meraih gelar-gelar utama, tapi kemampuannya dalam menjaga gawang berpengaruh terhadap penampilan Nice di atas lapangan. Ia menjadi bagian skuat Nice yang berhasil finish di peringkat ke-8, peringkat tertinggi mereka saat itu sejak musim 1988/1989.
Menjadi harapan di Nice, membuat klub-klub lain juga berminat menjadikannya harapan di tempat mereka. Pada 2008, ada dua klub yang serius ingin menjadikannya harapan. Dua klub yang terhitung besar untuk Lloris, yaitu Olympique Lyon dan AC Milan.
Memilih Untuk Menjadi Harapan Lyon, Bukan Milan
Tepat pada akhir musim 2007/2008, mulai banyak klub yang memantau Lloris dan berusaha menjadikannya harapan. Tapi yang serius dalam melakukan pendekatan adalah Olympique Lyon dan AC Milan. Lyon ingin menjadikannya harapan setelah Gregory Coupet pergi, pun dengan Milan yang ingin menjadikannya harapan setelah hengkangnya Dida.
Lloris yang masih muda ketika itu pun dilanda kebingungan. AC Milan adalah klub penuh tradisi dari Italia, dan jika menjadi harapan di sana maka ia akan mulai dikenal dunia. Tapi tawaran dari Lyon, yang saat itu berstatus sebagai klub besar Prancis (sebelum naiknya Paris-Saint Germain) untuk menjadi penjaga gawang utama di sana juga bukan tawaran yang buruk. Apalagi ketika itu ia masih menjadi pemain muda yang butuh banyak jam terbang.
Meski Adriano Galliani sudah beberapa kali berbicara dengannya, bahkan ia sempat mengatakan bahwa Lloris sudah "hampir menjadi milik kami", pada akhirnya Lloris memutuskan pilihan kepada Lyon. Jam terbang menjadi faktor utama kenapa penjaga gawang yang pernah membela timnas Prancis U-19 ini akhirnya memilih menjadi harapan Lyon. Apalagi setelah ia tahu bahwa di Milan ia hanya akan jadi penjaga gawang kedua setelah Christian Abbiati memutuskan bertahan di Milan.
"Ketika Lyon mengutarakan ketertarikannya terhadap saya, saya begitu tersanjung karena saya tidak menyangka salah satu klub besar di Prancis tertarik pada kemampuan saya. Tapi di sisi lain, ada juga AC Milan yang tertarik untuk mendatangkan saya. Oleh karena itu, saya harus menentukan pilihan saat itu," ujar Lloris seperti dikutip Sky Sports.
"Di Milan, saya rasa segala sesuatunya akan sulit bagi saya. Saya juga melihat bahwa Lyon lebih membutuhkan saya daripada Milan. Maka saya pun memutuskan untuk membela Lyon. Sekarang, saya rasa itu adalah keputusan yang tepat," tambahnya.
Memang tak salah Lloris menjatuhkan pilihan menjadi harapan Lyon. Ia mampu memenuhi ekspektasi itu dengan raihan Coupe de France musim 2011/2012 dan Trophee des Champions pada 2012. Ia juga sukses mengantarkan Lyon ke babak semifinal Liga Champions 2009/2010 sebelum akhirnya dikalahkan oleh Bayern München.
Kembali, setelah Nice, ia berhasil memenuhi harapan para penduduk Lyon, bukan harapan penduduk Milan.
***
Sekarang, selain masih rutin menjadi harapan timnas Prancis, ia masih menjadi harapan Tottenham Hotspur. Pada ulang tahunnya yang ke-29, suporter secara khusus menyanyikan lagu "Selamat Ulang Tahun" untuknya ketika Spurs mengalahkan Norwich City 3-0. Itu merupakan sebuah balasan atas Lloris yang terus menjadi harapan akan gawang yang aman bagi mereka.
Jelang memasuki usianya yang kepala tiga, Lloris akan tetap menjadi harapan. Karena ia selayak kado dari Santa Claus yang turun sehari setelah Natal, membawa harapan bagi setiap klub yang ia bela.
Bon anniversaire, Lloris!
Sumber: Sky Sports, ESPN FC, Daily Mail
foto: @e_spurs
Komentar