Buruknya prestasi Swansea City musim 2016/2017 ini kembali memakan korban. Bob Bradley harus merelakan posisinya sebagai manajer Swansea setelah dipecat akibat hasil buruk yang diraihnya. Ini merupakan pemecatan manajer kedua yang dilakukan oleh Swansea musim ini. Sebelumnya mereka sudah memecat Francesco Guidolin dari posisi manajer.
Selama menjadi manajer Swansea, Bradley hanya diberi kesempatan memimpin kesebelasannya dalam 11 pertandingan saja dengan mengoleksi dua kemenangan, dua hasil imbang dan tujuh kekalahan. Hasil tersebut membuat Swansea berada di zona degradasi tepatnya pada peringkat ke-19 dengan poin 12. Swansea hanya unggul selisih gol dari Hull City yang berada di peringkat ke-20 dan tertinggal empat poin dari zona aman.
Menurut laporan Sky News Sport, Bradley diberitahu bahwa ia diberhentikan oleh co-owner Swansea asal Amerika Serikat di tempat latihan. Sebelumnya ia juga sempat memimpin latihan kesebelasannya pada Selasa (27/12) waktu setempat. Hal ini pun dikonfirmasi oleh pemilik Swansea, Huw Jenkins.
“Mohon maaf atas dipecatnya Bob dalam waktu yang singkat,” ujar Jenkins seperti yang dikutip oleh The Satellite. "Sayangnya hal ini tidak bekerja seperti yang direncanakan dan kami merasa kami harus membuat perubahan dengan setengah musim Liga Primer yang tersisa.”
"Dengan klub yang sedang berada pada kondisi yang sulit, kita harus mencoba dan menemukan jawaban untuk diri kita sendiri agar bisa keluar dari kesulitan.”
"Secara pribadi, saya tidak ada tapi pujian untuk Bob, dia adalah pria yang baik; Orang baik yang memberikan segalanya untuk pekerjaannya. Kinerjanya fenomenal dan kami mengharapkan yang terbaik untuknya di masa depan,” tambahnya.
Menanggapi pemecatan dirinya, Bradley mengatakan bahwa ketika ia datang ke Swansea, ia pasti akan berada dalam situasi seperti ini.
“Saya tahu persis apa yang saya masuki ketika saya datang ke Swansea dan menyadari bagian tersulit adalah selalu mendapatkan poin dalam jangka pendek,” ujarnya seperti dikutip oleh The Satellite. “Tetapi saya percaya pada diri saya dan saya percaya untuk mengambil hal itu.”
“Itulah yang selalu saya katakan kepada para pemain. Sepakbola bisa menjadi kejam dan Anda harus kuat. Saya berharap yang terbaik untuk Swansea dan berharap untuk tantangan saya berikutnya,” tambahnya.
Namun buruknya prestasi Swansea musim ini bukanlah sepenuhnya kesalahan Bradley. Ketika ia datang ke Swansea, mereka memang sedang berada dalam kondisi yang buruk. Bradley pun ditugaskan untuk menjadi penyelamat mereka dari hasil-hasil buruk tersebut.
Tetapi sayangnya dalam 11 pertandingan bersama Swansea, Bradley yang belum memiliki pengalaman sama sekali melatih di Inggris gagal mengangkat prestasi Swansea. Pengalamannya yang pernah melatih timnas Amerika Serikat dan Mesir serta Le Havre di divisi dua Liga Perancis ternyata tidak cukup untuk menyulap prestasi Swansea di salah satu liga paling ketat di dunia.
Belum berpengalamannya Bradley sebagai manajer di Liga Inggris memang sempat menuai protes dari para pendukung Swansea. Menurut para pendukung Swansea, penunjukan Bradley sebagai pengganti Guidolin lebih karena alasan Bradley berasal dari negara yang sama dengan co-owner Swansea asal Amerika Serikat, Jason Levien dan Steve Kaplan. Padahal waktu itu ada nama mantan pemain Manchester United, Ryan Giggs, yang juga sempat diwawancarai sebagai salah satu kandidat pengganti Guidolin.
Saat ini dua co-owner Swansea tersebut sepertinya sedang mencoba mengambil hati para pendukung Swansea lagi. Dengan munculnya kabar bahwa Ryan Giggs kembali menjadi kandidat manajer Swansea bersama pelatih timnas Wales, Chris Coleman. Untuk sementara posisi manajer Swansea diisi oleh asisten manajer, Paul Williams dan pelatih tim utama, Alan Curtis.
Seperti kata Bradley, sepakbola memang bisa menjadi sangat kejam. Bagaimana tidak, ia hanya diberi kesempatan 85 hari untuk menangani Swansea tanpa diberi kesempatan untuk memilih pemain-pemain sesuai keinginannya di jendela transfer musim dingin nanti. Ia seperti menjadi korban dari percobaan dua co-owner Swansea dengan membuat Bradley menjadi manajer pertama di Inggris dan berharap ia akan sukses.
Tetapi kenyataannya, Bradley yang tidak mempunyai pengalaman dan reputasi di liga Inggris gagal memenuhi ekspektasi tersebut. Sebuah eksperimen gagal yang seharusnya menjadi pembelajaran bagi Levien dan Kaplan, bahwa ketika sebuah kesebelasan sedang dalam kondisi yang sulit, tentu dibutuhkannya manajer atau pelatih yang mempunyai pengalaman dan reputasi yang mampu mengangkat performa dan mentalitas para pemainnya.
foto : skysports.com
Komentar