Perjuangan Montella Membangunkan Raksasa yang Tertidur

Cerita

by Randy Aprialdi 62063

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Perjuangan Montella Membangunkan Raksasa yang Tertidur

AC Milan kini lebih diperhitungkan. Hal itu tidak lepas dari kepelatihan Vincenzo Montella yang telah mampu meningkatkan semangat skuatnya yang hilang dalam waktu cukup lama. Sejak ditangani Montella, Milan melesat ke papan atas klasemen sementara Serie A 2016/2017. Sekarang mereka berada di peringkat lima setelah sempat menduduki peringkat tiga.

Ketika masih melatih Fiorentina, dalam tiga musim pun ia berhasil membawa kesebelasan itu finis di peringkat empat secara beruntun. Padahal, ia cuma mendapatkan investasi sedikit dan pada akhirnya menyebabkan keretakan hubungan dengan Presiden Fiorentina.

Tak hanya itu, ketika melatih Sampdoria menggantikan Walter Zenga sejak November 2015, ia berhasil menyelamatkan kesebelasan itu dari degradasi. Awalnya ketika resmi melatih Milan pada Juni 2016, ia sempat diperkirakan menjadi bencana. Ia datang dengan situasi yang tidak lebih berbeda dengan Fiorentina. Pada bursa transfer musim panas lalu, Montella cuma diberi kesempatan mendatangkan pemain-pemain seperti Gianluca Lapadula, Gustavo Gomez, Jose Sosa, Leonel Vangioni, Mario Pasalic, dan Mati Fernandez.

Total belanja di era Montella cuma menghabiskan 26,8 juta euro, jauh lebih murah ketimbang musim lalu yang menghabiskan sampai 90,9 juta euro. Milan memang memiliki awal terjal karena kekalahan dari Napoli dan Udinese. Padahal ia mengawali musim dengan kemenangan atas Torino dengan skor 3-2. Carlos Bacca mencetak hat-trick pada laga tersebut. Dan kemenangan sedikit ternodai oleh kartu merah Gabriel Paletta saat jelang berakhirnya pertandingan.

Sedikit keterjalan itu menempatkan tekanan kepada Montella dalam beberapa pekan kepemimpinannya. Tapi kerugian-kerugian itu menjadi titik balik skuatnya. Kemudian ia mengumpulkan enam pertandingan tanpa terkalahkan, termasuk menang secara mengesankan atas Lazio dan Juventus. Kemenangan melawan Juventus pun adalah yang pertama sejak November 2012.

Kemenangan itu menjadi awal Milan menantang harapannya di musim ini. Mantan Pelatih Catania itu lebih mengandalkan bakat-bakat yang sudah tersedia. Ia lebih bekerja untuk membenahi daerah-daerah yang membutuhkan perbaikan dan menyatukan skuat yang sebelumnya telah terfragmentasi.

Pengenalan pemain muda ke dalam skuat utama pun layak mendapatkan pujian. Terbukti jelas ketika Manuel Locatelli mencetak gol kemenangan menghadapi Juventus dari dua percobaan tendangannya pada pertandingan tersebut. Montella telah menggunakan pesona dari kepribadiannya dengan sedemikian rupa sehingga ia mampu mendorong harapan kesebelasannya.

Tantangan harapan mereka untuk musim ini semakin sulit karena terpautnya mereka sebanyak 14 poin dari Juventus. Tapi setidaknya jarak itu lebih baik ketimbang musim-musim sebelumnya ketika Milan sempat tercincang-cincang dan putus asa, membuat para pendukungnnya berharap kepada kehadiran kembali para legendanya agar bisa mencapai perbaikan yang cepat.

Pelatih-pelatih seperti Clarence Seedorf, Filippo Inzaghi, dan Sinisa Mihajlovic, semuanya sudah berusaha dan gagal pada kebutuhan yang mendasar untuk memenangkan gelar. Akhirnya, justru Montella yang memberikan Milan gelar pertama sejak Agustus 2011 dengan menjuarai Piala Super Italia 2016. Gelar itu diraih setelah mengalahkan Juventus lewat adu penalti di Stadion Jassim Bin Hamad, Qatar, pada 23 Desember 2016.

Mungkin satu kali mengalahkan Juventus dianggap sebuah kebetulan. Tapi mengalahkan dua kali secara beruntun akan menjadi tahap rehabilitasi pertama untuk Milan. Secara aspek yang lebih luas, mentalitas begitu terlibat dalam perebutan gelar ini. Memenangkan Piala Super Italia menjadi simbol evolusi mereka. Dan nama Montella telah ditulis dalam buku sejarah Milan karena berhasil mendapatkannya. Piala Super Italia secara otomatis menjadi keberhasilan yang mengembangkan kepercayaan diri kesebelasannya.

Pengalaman memenangkan piala itu harganya tak ternilai bagi pemain muda seperti Locatelli, Gianluigi Donnarumma, dan Davide Calabria. Hal itu menjadi prestasi paling berkesan bagi mereka yang belum pernah mendapatkan gelar sebelumnya. Gelar itu akan memberikan pemaparan bahwa Milan sangat membutuhkan kemajuan klub yang berkelanjutan. Milan kembali lagi menjadi pusat perhatian atas prestasi yang berhasil dipulihkan.

Membutuhkan Skuat yang Lebih Dalam

Milan sedang memasuki era baru dengan kepemilikan dari Tiongkok. Para pendukungnya tahu bahwa Silvio Berlusconi sudah tidak bisa lagi memberikan dukungan finansial seperti masa lalu. Mereka tahu bahwa pada waktunya, sepakbola telah berubah dan memasuki era baru dari investasi Tiongkok.

Musim ini adalah kesempatan bagi Milan untuk mengucapkan terima kasih kepada Berlusconi. Tidak bisa dimungkiri bahwa Milan adalah rumah yang dibangun Berlusconi sejak ia turun dari helikopter pada Juli 1986. Milan pun sudah mengumpulkan delapan scudetto dan lima Liga Champions dalam 30 tahun sejarahnya. Ia sudah terlalu lama dan memberikan kesuksesan di Milan. Maka ia layak mendapatkan spanduk kehormatan dari tribun ketika Derby della Madoninna waktu itu. Sekarang sudah saatnya bagi para pendukung Milan untuk berada di luar zona kenyamanan mereka, walau itu adalah sesuatu yang menakutkan.

Intinya para pendukung Milan tidak bisa lepas dari rasa waspada. Jangan sampai buta dengan euforia karena kegembiraan akan datang di masa depan. Milan memiliki masa depan yang cerah dalam beberapa waktu lagi. Kemajuan yang dicapai Milan sejauh ini telah menyenangkan para pendukungnya. Walau sempat ada satu tanda tanya tentang kemampuannya, yaitu nasib kesebelasan besutannya yang selalu berakhir tidak baik seperti ketika melatih Fiorentina. Bersama Fiorentina-lah Montella mencapai semi-final Liga Europa, final Coppa Italia, dan bersaing di papan atas Serie A. Tapi pada akhirnya ia jatuh di rintangan terakhir dan kehilangan tiga gelarnya itu.

Ketika melatih kesebelasan berjuluk I Rosonerri saat ini pun mulai terasa. Montella memang mengalahkan Juventus, tapi kemudian keuntungan mereka raib karena dikalahkan Genoa pada partai berikutnya.

Salah satu tantangan Montella ke depannya adalah bekerja pada konsistensi kesebelasannya. Terbukti atas kemenangan mereka atas Juventus dan Lazio, siapapun bisa dikalahkan. Tapi kekalahan mereka dari Udinese dan Genoa pun menjadi bukti dan fakta bahwa Milan pun bisa dikalahkan siapapun.

Milan memiliki sejarah dan warisan yang kaya raya. Setelah lima tahun, harapan-harapan belumlah terpenuhi. Tapi musim ini, mereka memiliki kesempatan untuk memulai siklus baru dengan sukses. Bulan ini dimaksudkan untuk menjadi awal sebuah era baru, dengan memulai membangun skuat kelas dunia.

Montella terjebak dengan skuat yang tipis dengan anggaran yang kecil pada awal musim ini. Dan mantan pemain dan pelatih AS Roma itu diminta untuk mencapai posisi tiga teratas. Sebetulnya ini adalah resep untuk sebuah bencana. Kecuali jika Milan bisa menjual beberapa pemainnya seperti Keisuke Honda, Luiz Adriano atau mungkin Jose Sosa.

Beberapa pemain memang tak bisa menembus skuat Montella. Hal ini dikarenakan ada beberapa pemain yang tidak tergantikan di mata Montella, yaitu Donnarumma, Alessio Romagnoli, Gabriel Paletta, Suso dan Giancomo Bonaventura. Di sisi lain, Andrea Bertlolacci, Matias Fernandez, dan Riccardo Montolivo malah sering bergelut dengan cedera. Rotasi skuat menjadi sesuatu yang berbahaya dalam situasi ini. Begitu pun di sektor sayap, Montella perlu mencari rotasi yang tepat bagi M`Baye Niang dan Suso. Jika perlu, Giacomo Bonaventura bisa kembali dimainkan menjadi winger.

Seperti yang ditulis Susy Campanale lewat blognya di Football-Italia, yang paling mengkhawatirkan terjadi di lini belakang jika ditinjau dari empat kartu merah sejauh musim ini, yang merupakan jumlah tertinggi kedua di Serie A 2016/2017 setelah Bologna dan Genoa. Kartu merah pun sering terjadi di saat pertandingan penting, seperti yang diterima Juraj Kucka ketika menghadapi Napoli. Padahal Alessio Romagnoli dan Paletta membentuk kemitraan sangat baik, tapi tidak ada penggantinya yang bisa diandalkan. Ketika dikalahkan Genoa pun tidak lepas karena absensi Palletta akibat kartu merah pada partai sebelumnya. Soal penggantinya, Gustavo Gomez perlu banyak waktu untuk beradaptasi dengan sepakbola Serie A. Vangioni sama sekali belum bermain sejak kedatangannya. Begitu pun dengan Cristian Zapata.

Tidak ada alasan lagi, Montella harus memecahkan masalah-masalah mendesak tersebut. Tidak ada alasan mengapa kesebelasan itu tidak bisa menantang semua jalan untuk meraih sebuah mahkota. Apalagi ada banyak pemain berbakat di dalam skuat mereka. Jika ditanya apakah itu cukup untuk menggulingkan Juventus, hal itu memang masih sulit untuk dijawab.

Tapi setidaknya Milan sedang berada di arah yang benar setelah tiga musim berprestasi rendah. Yang jelas Milan sangat membutuhkan bala bantuan untuk membuat kekuatan skuatnya lebih mendalam. Jika Milan ingin lolos ke Eropa, mereka perlu mencari kaki-kaki yang segar untuk menjaga momentum mereka di musim ini dan mulai membangun skuat masa depan.

Bayangkan jika Milan menambah satu atau dua pemain kelas atas dan dicampur dengan skuat muda berbakatnya, mungkin Montella bisa membangunkan raksasa tidur ini. Mereka akan lebih hidup dan mampu kembali bersaing di puncak klasemen Serie A. Sebelum-sebelumnya, Milan telah dipaksa untuk menonton Juventus menjadi kekuatan dominan sepakbola Italia dalam empat tahun terakhir. Sekarang, Montella adalah orang yang tepat di kursi panas San Siro untuk membalikan nasib kesebelasan ini dan kembali kepada kemuliaannya.

Sumber: Football-Italia, Soccerway, Transfermarkt.

Komentar