Jika sekarang melihat Pep Guardiola yang tidak kunjung meraih hasil maksimal, apalagi dengan ucapannya yang seolah sudah mengangkat bendera putih tanda menyerah dalam perebutan gelar juara Liga Primer, jangan heran dalam beberapa pertandingan ke depan, kursi Stadion Etihad akan kosong. Julukan "Fraudiola" pun akan disematkan untuk Pep.
Pep yang sekarang menangani City bukanlah Pep yang menangani Barcelona ataupun Bayern München dalam beberapa tahun ke depan. Saat berkiprah di Bundesliga dan La Liga, Pep dengan mantap mampu menerapkan DNA Barca-nya sehingga membuat Barcelona dan Bayern München begitu digdaya di kompetisi domestik. Khusus untuk Barcelona, di tangannya klub ini mampu meraih trofi Liga Champions sebanyak dua kali.
Begitu bergelimangnya prestasi Pep kala menangani Barca dan Bayern, tingkat ke-kompetitif-an Bundesliga dan La Liga, khususnya untuk klub papan atas, tidaklah serumit di Inggris. Menggoyang dominasi Bayern di Bundesliga dan Barca atau Madrid di La Liga bagi klub-klub di bawahnya bukan perkara gampang. Dengan adanya dua faktor ini, pekerjaan Pep di Jerman dan Spanyol pun tidaklah terlalu sulit.
Khusus untuk unsur kompetitif, faktor inilah yang pada awal kedatangan Pep ke City, menjadi salah satu pertanyaan yang muncul. Apakah Pep mampu mengatasi unsur kompetitif Liga Primer?
Nyatanya, unsur kompetitif ini kembali Pep rasakan di Inggris. Unsur kompetitif ini, dipadukan dengan permainan fisik yang begitu kentara, membuat Pep cukup kesulitan beradaptasi dengan Liga Primer. Benturan dan tekel adalah hal yang lumrah terjadi di liga ini, dan Pep pernah mempermasalahkan mengenai tekel tersebut usai timnya kalah dari Leicester City.
Dengan segala kesulitan yang Pep alami di Inggris, ia begitu sulit mengantarkan City untuk naik ke atau bertahan di papan atas klasemen liga. Terutama sejak kekalahan perdana yang dialami saat bertandang ke markas Tottenham Hotspur dalam ajang Liga Primer, Pep seolah begitu sulit meraih kemenangan. Akibat dari hal tersebut, Pep ia mendapat sebutan "Fraudiola" dari sebuah tabloid di Inggris.
"Fraudiola" sendiri berasal dari kata dalam bahasa Inggris "fraud" yang jika diterjemahkan artinya adalah tukang tipu atau tukang bohong, yang disatukan dengan nama Guardiola. Jadilah sebuah kata berbentuk "Fraudiola". Maknanya? Pep adalah tukang tipu ataupun tukang bohong.
Tapi, apakah pantas seorang Pep, yang sudah meraih berbagai trofi bersama klub-klub sebelumnya yang pernah ia latih, mendapatkah julukan seperti itu?
Sebenarnya, sulitnya Pep dalam beradaptasi dengan kompetisi Liga Primer ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Pep bermasalah dengan lini pertahanan. Pep memang mendatangkan Claudio Bravo di posisi penjaga gawang dan John Stones di posisi bek tengah. Namun ternyata hal itu tak cukup untuk mengatasi lini pertahanan City yang harus ditinggal kapten mereka, Vincent Kompany. Stones meski dibeli mahal, sebenarnya belum termasuk ke dalam jajaran bek terbaik dunia, tak seperti Gerard Pique, Javier Mascherano, Jerome Boateng atau David Alaba.
Kedua, faktor waktu. Untuk menerapkan filosofi bermain yang diinginkan oleh Pep, tidak seperti di Bayern dan Barca, Pep butuh waktu yang lebih lama di City. Menyesuaikan filosofi bermain Pep dengan budaya sepakbola Inggris yang sama kuatnya adalah hal yang cukup sulit.
Manajer-manajer lain pun mengalami hal yang sama. Jürgen Klopp butuh waktu satu setengah musim untuk menerapkan permainan Heavy Metal Football di tubuh Liverpool. Pun juga dengan Mauricio Pochettino, Sir Alex Ferguson ataupun Arsene Wenger dahulu kala. Semua butuh waktu, semua butuh proses. Bagi Pep, tak seperti Antonio Conte, ia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memahami sepakbola Inggris karena ia masih bermasalah dengan bola kedua.
Baca juga: Memahami Pentingnya "Second Balls" di Sepakbola Inggris
Oleh karena itu, menyematkan julukan "Fraudiola" tampaknya tidak cocok bagi Pep yang sebenarnya adalah manajer yang bergelimang prestasi. Pep tidak butuh julukan, yang Pep butuhkan sekarang adalah waktu untuk menyesuaikan diri dengan sepakbola Inggris. Pep juga butuh waktu untuk memberikan pengertian kepada anak asuhnya tentang apa yang ia inginkan di lapangan
Sekarang, Pep sedang berada dalam proses itu. DNA Barca-nya sedang bertarung melawan ketatnya kompetisi di Inggris.
***
Waktu masih berdentang bagi Pep. Musim 2016/2017 menyisakan 17 pertandingan lagi yang bisa ia gunakan untuk mengimplementasikan ide yang ia inginkan kepada para pemain City.
Jika ia berhasil, bukan tidak mungkin saja impian yang datang bersamaan dengan hadirnya Pep di City dulu (City menjadi penguasa Inggris dan Eropa) pelan-pelan akan terwujud, walau memang Inggris, tidak seperti Jerman dan Spanyol, adalah liga yang cukup keras bagi para pendatang.
Sumber lain: ESPN FC
Komentar