Pantaskah Liverpool Disebut Sebagai "One Man(e) Team"?

Analisis

by Ardy Nurhadi Shufi 45276

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Pantaskah Liverpool Disebut Sebagai "One Man(e) Team"?

Liverpool berhasil menang atas Tottenham Hotspur pada lanjutan Liga Primer 2016/2017 pekan ke-25. Pada laga yang digelar Minggu (12/2) dini hari WIB yang berakhir dengan skor 2-0, Liverpool menghentikan rentetan lima pertandingan Liga Primer tanpa kemenangan. Ya, Liverpool akhirnya menang. Liverpool akhirnya menang!

Kemenangan Liverpool atas Spurs memang menjadi kelegaan tersendiri bagi Liverpool dan segenap Kopites di seluruh penjuru dunia. Maklum, sebelumnya, Liverpool hanya menang sekali dari 10 laga sejak awal tahun 2017 ini. Apalagi satu kemenangan itu hanya diraih melawan Plymouth Argyle. Tak heran sepanjang 2017, para Kopites menjalani hari-hari yang teramat berat.

Mengalahkan Tottenham jelas suatu prestasi bagi Liverpool. Kesebelasan berjuluk The Lily Whites ini merupakan kesebelasan dengan jumlah kebobolan tersedikit di Liga Primer (sebelum jalanya dikoyak Liverpool dua kali karena kini miliki torehan sama dengan Chelsea). Selain itu skuat asuhan Mauricio Pochettino tersebut merupakan kesebelasan dengan jumlah kekalahan paling sedikit di Liga Primer (sebelum dikalahkan Liverpool). Ditambah lagi, Spurs sedang menempati peringkat kedua klasemen sebelum dikalahkan Liverpool (kemungkinan Manchester City akan menyalip ke peringkat dua setelah menghadapi Bournemouth di kandang dini hari nanti).

Namun, serangkaian prestasi Liverpool tersebut tampaknya masih belum membuat para Kopites merayakan kemenangan dengan sebahagia-bahagianya. Hal ini dikarenakan saat ini mulai muncul ledekan baru bagi Liverpool yang mengalahkan Spurs lewat dua gol Sadio Mané: One Man(é) Team.

Dua gol Mané yang memenangkan Liverpool atas Spurs tersebut seolah membenarkan anggapan bahwa Liverpool benar-benar bergantung pada sosok Mané. Sebelumnya, Mané menjadi tajuk utama pemberitaan jelang Liverpool melawan Chelsea karena Liverpool sampai rela menyewa pesawat jet pribadi untuk menjemput Mané dari Gabon (venue Piala Afrika 2017) sebagai upaya agar Mané bisa diturunkan menghadapi sang pemuncak klasemen Liga Primer tersebut. Apalagi sebelum tanpa Mané, Liverpool mulai mendapatkan rentetan hasil negatif.

Nah, yang menjadi pertanyaan, apakah benar Liverpool kini menjadi One Man(é) Team yang benar-benar mengharapkan kemampuan Mané semata? Seperti apa, sih, sebenarnya peran Mané bagi Liverpool?

Secara statistik, Mané memang terlihat sangat berkontribusi besar bagi Liverpool. Dua golnya ke gawang Spurs semakin memantapkan pemain asal Senegal ini sebagai pencetak gol terbanyak Liverpool dengan 11 gol. Jumlah golnya tersebut lebih banyak dari Roberto Firmino (yang mencetak 8 gol), padahal menit bermain Firmino lebih banyak (2136 berbanding 1855 milik Mané).

Namun jika mengatakan Mané diandalkan Liverpool sebagai pencetak gol utama tim merupakan anggapan yang keliru. Dilihat dari upaya tembakan yang dilakukan para pemain Liverpool, Mané menempati peringkat ke-3 terbanyak dengan 2,2 tembakan per pertandingan. Terbanyak pertama dicatatkan oleh Philippe Coutinho dengan 3,2 tembakan per pertandingan yang disusul oleh Firmino dengan 3,1 tembakan per pertandingan.

Mané begitu spesial di Liverpool karena kecepatan dan kemampuannya melewati lawan. Total 96 kali dribel dilakukannya, 53 berhasil. Catatan tersebut merupakan yang terbaik di Liverpool, walau hanya menempati peringkat 15 di Liga Primer. Jumlah tersebut lebih tinggi dari Firmino (86 dribel dengan 46 berhasil) dan Coutinho (61 dribel dengan 37 berhasil).

Kemampuan dribelnya ini berkaitan dengan peluang-peluang yang ia ciptakan. Di atas disebutkan jika Mané memiliki catatan 2,2 tembakan per laga. Total, Mané baru melepaskan 49 tembakan. Yang menarik, dari 49 tembakan tersebut, 43 (atau 87%) di antaranya dilepaskan di area kotak penalti. Ini menarik karena Coutinho melepaskan 58 tembakan, hanya 25 (atau 43%) yang di dalam kotak penalti. Sementara itu Firmino yang melepaskan 75 tembakan, mencatatkan 70% tembakan di dalam kotak penalti (53 kali).

Ini menunjukkan peluang-peluang Mané jauh lebih efektif dan lebih membahayakan karena mayoritas berada di dalam kotak penalti.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Komentar