Bagaimana Arsenal Dihukum dalam 10 Menit dan Disiksa Sepanjang 90 Menit oleh Bayern

Analisis

by Dex Glenniza 57083

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Bagaimana Arsenal Dihukum dalam 10 Menit dan Disiksa Sepanjang 90 Menit oleh Bayern

Tuan rumah Paris Saint-Germain mengalahkan Barcelona dengan skor 4-0. Mengejutkan? Sejujurnya iya. Tuan rumah Bayern München mengalahkan Arsenal dengan skor 5-1. Mengejutkan? Sejujurnya tidak, apalagi jika kamu menonton pertandingan tersebut.

Sebelumnya saya meminta maaf karena memprediksi Arsenal akan berhasil mengimbangi Bayern (dengan skor 0-0 lebih tepatnya). Tapi pada tulisan prediksi tersebut, saya menyebut dua pengecualian: “jika Bayern justru mampu bermain agresif dan menekan” dan “jika Bayern berhasil mencetak gol terlebih dahulu”.

Ya, kedua pengecualian tersebut ternyata terjadi dini hari tadi; dan parahnya, menjadi krusial pula.

Arsenal tidak berkutik menghadapi Bayern yang superior, meskipun kalau boleh jujur, Bayern kali ini memang tidak seagresif dan semenekan saat masih dilatih oleh Pep Guardiola pada saat mengalahkan The Gunners, juga dengan skor 5-1 di Allianz Arena, pada 2015 yang lalu di fase grup Liga Champions UEFA.

Fakta bahwa skor 5-1 berulang di saat Bayern sedang tidak dalam penampilan terbaik mereka sejak winter break, ini menunjukkan jika Arsène Wenger masih belum bisa belajar.

***

Sebelum pertandingan, Wenger berkata bahwa ia akan memainkan taktik yang lebih defensif. Beberapa orang sempat sangsi akan hal ini. Melihat susunan pemain yang diturunkan oleh Wenger, kita bahkan bisa tahu jika Wenger tidak benar-benar sepenuh hati untuk bermain bertahan (yang sebenarnya sah-sah saja untuk dimainkan di kandang lawan).

Ia menurunkan Alex Iwobi alih-alih Danny Welbeck. Padahal soal kewajiban bertahan dan kerajinan untuk naik-turun, mantan pemain Manchester United ini adalah personel yang dinilai lebih tepat.

Melihat rata-rata posisi pemain Arsenal juga kita bisa melihat jika permainan bertahan Arsenal tidak tercermin dari sini. Garis pertahanan Arsenal tergolong masih tinggi.

Kemudian jika bukan dari rata-rata pengambilan posisi, mungkin kita bisa melihatnya dari peran para pemainnya. Ternyata, permainan defensif juga tidak terlihat dari situ.

Misalnya saja Francis Coquelin. Sebagai gelandang bertahan, ia tidak banyak melakukan aksi defensif dengan hanya dua tekel dan satu intersep. Pun dengan aksi ofensifnya dengan hanya enam dari sembilan operan sukses sepanjang 77 menit.

Pada gol pertama yang dicetak oleh Arjen Robben di menit ke-10, Coquelin bahkan tidak mampu bereaksi dengan tepat saat Robben melakukan gerakan “hapalannya”. Ia membiarkan Robben mendapatkan ruang yang leluasa untuk melakukan cut inside dari sayap kanan ke arah dalam untuk menembak bola dengan kaki kirinya.

Arsenal memang sempat melakukan lima serangan balik (empat di antaranya terjadi di babak pertama) saat penguasaan bola mereka hanya 22%. Mereka juga berhasil mendapatkan gol dari kemelut di depan gawang Manuel Neuer: kemelut yang menghasilkan penalti (proses yang patut diperdebatkan) dan dua kemelut pasca penyelamatan penalti Neuer yang berhasil dimanfaatkan oleh Alexis Sánchez.

Skor 1-1 sempat menghiasi di jeda turun minum, dan hanya di 45 menit itu saja Arsenal berhasil mendapatkan hasil (bukan proses) dari konferensi pers pra-pertandingan yang Wenger sampaikan.

Semuanya berubah pada babak kedua, tepatnya pada menit ke-49 ketika Laurent Koscielny menderita cedera dan harus digantikan oleh Gabriel. Setelah empat menit Gabriel menginjakkan kakinya di atas rumput Allianz Arena, Arsenal langsung mendapatkan hasil buruk.

Hanya dalam 10 menit, The Gunners berhasil dibobol sampai tiga kali.

Arsenal kalah karena Koscielny keluar? Ya. Arsenal kalah karena Gabriel bermain? Bisa jadi. Pada tiga gol ini kita bisa melihat jika Wenger tidak memiliki perubahan taktik.

Bayern berhasil mengeksploitasi Arsenal dengan permainan menekan. Ketika ditekan, Wenger selalu percaya jika pemainnya akan cukup pintar untuk keluar dari tekanannya ini. Namun dini hari tadi, para pemainnya tidak menunjukkan tanda-tanda dari hal tersebut.

Tapi tidak etis jika kita menyalahkan Mesut Özil, Sánchez, Iwobi, atau yang lainnya. Ketidakmampuan Arsenal merespon permainan menekan Bayern (yang sudah mereka peragakan dari awal pertandingan, kalau dari tengah pertandingan, mah, wajar, deh) adalah cerminan dari miskinnya kemampuan adaptasi taktikal Wenger.

Pada saat Gabriel masuk, ia dan Arsenal butuh adaptasi untuk nyetel seperti babak pertama saat Koscielny masih bermain. Bayern pintar memanfaatkan hal ini dengan menekan lebih ekstra di saat Gabriel dan lini pertahanan Arsenal belum selesai beradaptasi, padahal sudah 14 menit sejak Gabriel masuk; ternyata 14 menit belum cukup.

Hal ini wajar karena mungkin (mohon koreksi jika kamu tahu yang sebenarnya) Wenger tidak menginstruksikan Gabriel dan pemain-pemain lainnya saat melakukan perubahan. Wenger hanya mengandalkan kemampuan para pemainnya. Tanpa arahan yang jelas, wajar saja 14 menit yang sebentar tersebut terasa begitu menyiksa bagi The Gunners.

Setelah pertandingan, seperti yang dikutip dari BTSport, Wenger berkata: “Ini sulit dijelaskan. Aku rasa kami memiliki dua kesempatan bagus untuk mencetak gol sebelum turun minum. Aku rasa kami tidak beruntung pada gol kedua saat wasit memberikan sepakan pojok. Kemudian kami kebobolan gol kedua dan yang paling penting adalah kami kehilangan Koscielny. Kami kolaps.”

“Secara keseluruhan, aku harus berkata jika mereka lebih baik daripada kami, mereka bermain sangat baik di babak kedua dan kami menurunkan level permainan kami. Aku tidak sedang mencari alasan. Sangat mengejutkan tentunya karena kalah pada level itu. Kami membuat segalanya salah, gol kelima menunjukkan hal tersebut.”

“Pertandingan seperti ini kamu butuh fokus selama 90 menit. Aku merasa gol ketiga adalah gol yang membunuh kami setelah kami tidak bisa merespon.”

Melihat perbandingan grafis operan di sepertiga akhir lapangan di atas, sebenarnya hasil pertandingan ini tidak terlalu sulit untuk dijelaskan. Arsenal bukannya tidak mampu merespon, tapi mereka memang seperti tidak punya rencana sama sekali.

Babak pertama padahal Arsenal tergolong sudah cukup lumayan: empat serangan balik dan empat (dari enam) tembakan tepat sasaran. Tapi begitu melihat konteks secara keseluruhan, kita jadi tahu jika Arsenal kalah telak dari Bayern yang mencatatkan 12 (dari 24) tembakan tepat sasaran (di saat Arsenal hanya menambah satu tembakan off target di babak kedua), 74% penguasaan bola, grafis operan final third di atas, dan tentunya, lima buah gol.

Tidak ada tekanan sama sekali ke pertahanan Bayern. Sehingga, boro-boro bisa melakukan serangan balik, apalagi mencetak gol. Lagipula jika kita kita melihat skor di sudut kiri atas televisi kita, kita pasti sudah diingatkan kalau ini adalah Arsenal.

Foto: Squawka

Komentar