Bukan tanpa alasan jika perusahaan minuman berenergi asal Austria, Red Bull, patut untuk bergembira saat ini. Kepakan sayap mereka terhadap dunia sepakbola, tengah menuju kesuksesan seiring dengan digdayanya tiga kesebelasan yang mereka miliki di tiga negara berbeda sekarang ini.
Setelah Red Bull Salzburg, yang bermain di Liga Austria, dan New York Red Bulls, yang bermain di MLS, tampil moncer terlebih dahulu di liganya masing-masing, kali ini, giliran ‘sang adik’ RasenBallsport Leipzig yang secara tak terduga mampu menggemparkan Jerman, bahkan dunia, dengan permainan memukaunya.
Di MLS yang baru berakhir pada Desember 2016 lalu, New York Red Bulls mampu mengakhiri musim dengan finish di peringkat ketiga sehingga mengantarkan mereka untuk berlaga di ajang Liga Champions Concacaf musim 2017/18. Sementara di Eropa, yang baru memainkan kompetisinya hingga paruh musim, sang juara bertahan RB Salzburg sedang menikmati posisinya di peringkat pertama Liga Austria dengan torehan 46 poin hingga pekan ke-22.
Begitu pun dengan RB Leipzig, yang saat ini duduk di peringkat kedua seiring dengan kesuksesannya menggangu hegemoni Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund di Bundesliga dengan para pemain mudanya, seolah mampu mengubah pandangan orang yang tadinya menganggap Red Bull hanya sukses di bidang otomotif atau olahraga ekstrem saja.
Bagi RB Salzburg atau RB Leipzig, andai mereka mampu mempertahankan performanya tersebut, sudah barang tentu mereka pun menantikan untuk berlaga di kompetisi Liga Champions musim 2017/18 nanti. Akan tetapi, mereka pun seharusnya sudah harus siap-siap untuk gigit jari. UEFA, selaku organisasi sepakbola tertinggi di Eropa, memiliki aturan yang melarang seseorang ataupun badan hukum yang memiliki kontrol dan pengaruh besar di lebih dari satu klub untuk tampil bersamaan di kompetisi Eropa.
Itu artinya, UEFA hanya mengizinkan salah satu dari kedua klub milik Red Bull, baik Leipzig ataupun Salzburg, untuk berkompetisi di Liga Champions musim depan. Atau dengan kata lain, UEFA akan mencoret salah satu di antara keduanya walaupun kedua klub tersebut kompeten untuk bermain di kompetisi tertinggi benua biru tersebut.
Hal ini memang mengacu terhadap regulasi kompetisi Eropa yang disusun oleh UEFA pada pasal kelima. Adapun isi pasal tersebut berbunyi demikian, “Tidak boleh ada klub yang berpartisipasi dalam kompetisi UEFA, baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki atau berurusan dengan saham klub lain yang juga berpartisipasi di kompetisi yang sama.”
Walau demikian, UEFA pun menganggap hal tersebut masih bersifat hipotesis, dan akan segera mengumumkan kepastiannya pada bulan Juni nanti. “Kami tidak dapat berkomentar apapun pada tahap ini karena pertanyaan seputar Leipzig dan Salzburg adalah hipotesis,” cetus UEFA kepada Omnisport.
“Akan ada informasi yang lebih konkrit di awal Juni nanti, ketika daftar klub yang ambil bagian dalam kompetisi UEFA Eropa diterbitkan,” tambahnya.
Sementara mengenai adanya isu tersebut, CEO RB Leipzig yang juga menjadi kepala bidang sepakbola globa di Red Bull, Oliver Mintzlaff, lebih memilih menanggapinya dengan santai. Ia menambahkan, jika klub yang didirikan pada tahun 2009 itu sama sekali tak memiliki rasa khawatir karena UEFA memang belum mengirimkan sinyal adanya larangan tersebut hingga sejauh ini.
“Sama sekali tak ada rasa khawatir di kubu RB Leipzig saat ini, dan larangan dari UEFA pun belum nampak sejauh ini. Jika kita memenuhi syarat, maka tak perlu diragukan lagi jika kami akan bermain di kompetisi Eropa musim depan,” cetus Mintzlaff seperti yang dikutip BeinSport.
Akan tetapi, andai larangan yang dikeluarkan oleh UEFA tersebut tetap tak bisa diganti, sudah barang tentu kerugian yang sangat besar siap menanti Red Bull. Selain harus memikirkan matang-matang mana klub yang akan dikirimkan ke ajang Liga Champions nanti, mereka pun dipastikan akan kehilangan pemasukan yang sangat besar dari UEFA terhadap salah satu kesebelasannya tersebut.
Sumber: Bein Sport
Komentar