Jose Mourinho adalah sosok yang kontroversial. Namun di balik sosok kontroversialnya itu, ia tetaplah sosok manajer yang punya cara berpikir yang menarik, terutama perihal pandangannya terhadap dunia sepakbola dewasa ini.
Dalam sebuah wawancara dengan The Independent, Mourinho mengungkapkan pandangannya terhadap sepakbola masa kini. Dalam posisinya sebagai manajer Manchester United, ia mengungkapkan pandangannya terhadap para pemain muda zaman sekarang, serta tentang tantangan yang sedang dan akan dihadapi oleh manajer Liga Primer Inggris, salah satu liga yang cukup ketat dan penuh tekanan di dunia
Mourinho Bicara Soal Pemain Muda
Pemain muda, apalagi pemain yang penuh dengan potensi, adalah investasi menjanjikan untuk masa depan, baik itu bagi kesebelasan maupun tim nasional tempatnya bernaung. Namun, Mourinho mengungkapkan bahwa pemain muda zaman sekarang memiliki sebuah kekurangan yang cukup mendasar. Ia menyebut bahwa pemain muda sekarang tidak memiliki sifat-sifat kedewasaan yang akan menjadi bekal bagi mereka ketika terjun ke dunia sepakbola profesional.
"Saya harus beradaptasi dengan keadaan sekarang ini, juga dengan keadaan para pemain muda yang berbeda dari zaman dulu. Sekarang ini, saya lebih senang memanggil para pemain muda sebagai "anak-anak" (boys) daripada "pria" (men) karena mereka hanya bocah-bocah nakal, ditambah lagi segala sesuatu yang berada di sekeliling mereka tidak mendukung mereka untuk menjadi pemain yang lebih baik," ujar Mourinho.
Manajer asal Portugal tersebut membandingkan pemain muda sekarang dengan Frank Lampard ketika ia masih muda dulu. Mourinho memang sempat bekerja sama dengan Lampard di Chelsea, dan mereka sukses menggondol dua trofi Liga Primer secara beruntun pada musim 2004/2005 dan 2005/2006. Ada sebuah sikap yang hilang, dan Mourinho menyebut pengaruh dari gawai (gadget) dan media sosial menciptakan sebuah perubahan tersendiri di mental para pemain muda.
Mou dan Lampard mengangkat trofi Liga Primer. Sumber: @VivaHazard
"Saya harus memahami perbedaan pemain muda sekarang dengan pemain muda seperti Frank Lampard pada beberapa tahun yang lalu. Ketika itu, pada usianya yang masih 23 tahun, Lampard sudah paham betul arti dari etos kerja pesepakbola serta profesionalisme dalam dunia sepakbola."
"Sekarang, semua itu sudah hilang di diri para pemain muda. Pengaruh dari gadget dan media sosial juga memberikan dampak yang besar bagi para pemain muda. Mereka menjadi kecanduan akan hal tersebut. Tapi, ya, saya harus menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Karena jika saya tidak menyesuaikan diri, saya seperti melawan sebuah hal yang alamiah dan hidup di zaman batu. Beruntung saya memiliki istri dan anak perempuan yang membantu saya memahami fenonema media sosial dan gawai ini," ungkapnya.
Fenonema pemain sepakbola dan media sosial ini juga sempat dikeluhkan oleh manajer Bayern München, Carlo Ancelotti. Ia menyebut bahwa pemain-pemainnya sekarang lebih suka untuk menatap layar gawai dan berselancar di media sosial daripada mengobrol dan berbincang satu sama lain. Hal ini sempat membuat Ancelotti pusing, karena berpengaruh terhadap hubungan sosial antara satu pemain dengan pemain lain.
Baca Juga: Carlo Ancelotti Khawatir Para Penggawa Bayern Kecanduan Media Sosial dan Smartphone
Tantangan yang Harus Dijawab Oleh Manajer Liga Primer
Selain berbicara soal pemain muda, Mourinho pun mengomentari perihal tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh manajer Liga Primer dewasa ini. Perputaran uang yang cukup besar di Liga Primer, membuat peta persaingan di liga ini menjadi sulit untuk ditebak. Kekuatan finansial yang bisa dibilang cukup merata membuat banyak kesebelasan sekarang sukses bertransformasi menjadi kesebelasan kuat.
"Di sini (Inggris), kekuatan finansial kesebelasannya begitu merata. Kekuatan finansial di Inggris tidak hanya terbagi kepada beberapa kesebelasan saja, seperti yang terjadi di Spanyol, Jerman, maupun Prancis. Di sini, semua kesebelasan adalah kesebelasan kuat, secara finansial. Hal ini berpengaruh terhadap pasar pemain di Inggris itu sendiri," ujar Mou.
Kekuatan finansial inilah, menurut Mourinho, yang menjadi tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh para manajer. Masa-masa tentang manajer yang membangun dinasti seperti halnya Sir Alex Ferguson sudah lewat. Itulah yang ia lihat di diri Arsene Wenger. Bahkan, beberapa pihak sudah menyarankan agar Wenger keluar dari Arsenal, seperti yang diujarkan oleh Gilberto Silva.
Arsene Wenger, sosok terakhir pembentuk dinasti di Inggris
"Wenger akan menjadi yang terakhir. Jika ia benar-benar pergi dari Arsenal, kita tidak akan melihat lagi manajer yang sanggup bertahan dalam waktu yang lama di satu kesebelasan dan membangun sebuah proyek jangka panjang untuk kesebelasan tersebut. Dalam beberapa tahun ke depan, hanya hal-hal instan-lah yang akan kita lihat. Ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi para manajer Liga Primer sekarang, dan juga manajer yang kelak akan menangani kesebelasan Liga Primer di masa depan," ungkapnya.
"Tradisi dan stabilitas sudah tidak ada lagi di negara ini. Pemilik-pemilik kesebelasan yang kebanyakan orang asing, bukan orang Inggris asli-lah, yang menghilangkan tradisi dan stabilitas yang pernah membuat para manajer bertahan lama di suatu kesebelasan. Entahlah, semuanya tampak kacau di Inggris sekarang ini. Contohnya, kasus (Claudio) Ranieri di Leicester, dan kasus saya di Chelsea musim 2015/2016 lalu," tutupnya.
Sumber: The Independent
Komentar