Bagi kalian yang suka mendengarkan lagu-lagu Top 40, band alternative rock bernama Vertical Horizon tentu cukup familiar. Jika masih belum ingat, lagu andalan band yang berasal dari Washington D.C., Amerika Serikat, ini berjudul Best I Ever Had (Grey Sky Morning).
Dibanding-banding lagu-lagu Vertical Horizon yang lain, lagu The Best I Ever Had (Grey Sky Morning) yang dirilis pada tahun 2001 dan merupakan bagian dari album keempat bertajuk Everything You Want ini menjadi lagu yang masih sering diperdengarkan hingga saat ini. Padahal Vertical Horizon sudah menelurkan enam album.
Lagu Best I Ever Had (Grey Sky Morning) sendiri pernah pernah menempati posisi ke-7 U.S. Billboard Top 40 di awal kemunculannya. Bahkan ketika di remake oleh penyanyi country, Gary Allan, pada 2005, lagu ini menempati posisi 7 U.S. Billboard Hot Country Song.
Lagu Best I Ever Had (Grey Sky Morning) sebenarnya tidak sesukses lagu Everything You Want yang sempat menempati peringkat pertama U.S Billboard Hot 100 atau You`re a God yang populer di Selandia Baru, Australia, Belanda, Kanada hingga menjadi original soundtrack film Bruce Almighty. Namun lagu Best I Ever Had (Grey Sky Morning) tak lekang oleh waktu dan seolah menjadi identitas Vertical Horizon, setidaknya di Indonesia.
So you sailed away
Into a grey sky morning...
***
Ingatan tentang band Vertical Horizon menyeruak dalam ingatan saya ketika saya hendak menulis tentang penyerang asal Serbia, Mateja Kezman. Karier penyerang asal Serbia ini seolah mencerminkan lagu andalan dari Vertical Horizon yang sudah saya sebutkan di atas, Best I Ever Had (Grey Sky Morning).
Pada 2001, jika lagu Best I Ever Had (Grey Sky Morning) menggema di berbagai belahan dunia khususnya di AS, saat itu Kezman tengah menjadi buah bibir di Eropa. Kezman masih berusia 20 tahun, namun sudah menjadi top skorer divisi teratas Serbia (saat itu masih bernama Yugoslavia) dengan 27 gol dari 32 penampilan bersama kesebelasan raksasa Rusia, FK Partizan.
Kemampuan Kezman sudah menjanjikan setahun sebelum itu. Di usia 19 tahun, ia sudah bermain reguler untuk Partizan. Dua musim membela Partizan, Kezman mencetak 43 gol dari 74 pertandingan. Capaian itulah yang membuatnya diboyong raksasa Belanda, PSV Eindhoven.
Di PSV, ia berkolaborasi dengan baik bersama Arjen Robben. Bahkan julukan Batman and Robin sempat disematkan pada keduanya, dengan Kezman sebagai Batman alias tokoh utamanya. Dalam empat musim kariernya bersama PSV, Kezman memang semakin menjelma menjadi penyerang yang sangat diperhitungkan di Eropa.
Dari empat musim tersebut, tiga musim di antaranya Kezman berhasil menjadi top skorer Eredivisie alias divisi teratas Belanda. Dua trofi Eredivisie dan tiga gelar juara Piala Belanda pun dipersembahkan pemain kelahiran 12 April 1979 ini. Pada musim 2002/2003, secara sensasional pemain yang lahir di Belgrade ini mencetak 35 gol dari 33 penampilan (mendekati rekor Marco Van Basten yang mencetak 37 gol pada 1987) dan mengantarkan PSV meraih double winners. Kezman pun menjadi pemain terbaik Eredivisie pada musim tersebut.
Beberapa kesebelasan top Eropa pun mulai dikaitkan dengan Kezman. Namun kesebelasan yang berhasil mendapatkan jasanya adalah Chelsea. Saat itu, Chelsea sendiri memulai era barunya bersama Roman Abramovich beserta manajer yang kemudian memberikan sederet prestasi untuk The Blues, yakni Jose Mourinho.
"Saya menyukai Kezman karena ia merupakan pemain tim, tidak individualis," ujar Mourinho saat memperkenalkan Kezman seperti yang dikutip BBC pada 2004. "Ia memiliki motivasi untuk bermain di liga top dunia. Bersama dengan catatan golnya, ia adalah pemain yang tepat untuk saya."
Kezman diplot sebagai pengganti Jimmy Floyd Hasselbaink yang dilego ke Middlesbrough. Dengan rekam jejaknya yang mencetak 129 gol dari 176 penampilan di PSV, ekspektasi padanya cukup besar. Apalagi Kezman mengambil alih nomor punggung 9 yang sebelumnya dikenakan Hasselbaink, andalan Chelsea di lini depan dalam empat musim.
Kezman pun percaya diri bisa sukses di Inggris dengan segala pengalamannya. Ia mengatakan masa lalunya yang kelam, karena ia merasakan langsung ketika kampung halamannya dijatuhi bom oleh Nato, membuatnya lebih kuat dalam menjalani kehidupan seberat apapun situasinya.
"Saya bersyukur besar di Serbia karena itu membuat saya selalu siap di situasi apapun. Saya punya mentalitas yang sangat-sangat kuat," ujar Kezman seperti yang dikutip Guardian pada 2004. "Serangan Nato merupakan bencana, saya ada di sana bersama keluarga saya. Terkadang kamu harus pergi ke ruangan bawah tanah dan bertahan di sana selama beberapa jam bahkan satu hari. Itu bukan pengalaman yang bagus, tapi itu pengalaman penting bagi kami, dan membuat siapapun menjadi lebih kuat."
Bersambung ke halaman berikutnya...
Komentar