Jika banyak orang yang terkesima dengan kemampuan Filippo Inzaghi dalam lolos dari jebakan offside, menemukan ruang kosong untuk menceploskan bola ke dalam gawang dengan mudah, hingga pergerakannya yang licin di depan kotak penalti, maka seharusnya Dario Hubner mendapatkan pujian yang lebih tinggi. Akan tetapi Hubner tidak mendapatkannya, mungkin karena ia tak pernah membela kesebelasan besar.
Di era 90-an, nama Hubner berkibar di Italia. Di Serie B, ia pernah menjadi pencetak gol terbanyak (dengan 22 gol) pada musim 1995/1996 saat membela Cesena. Namun namanya mulai mencuri perhatian dunia ketika ia hijrah ke Brescia yang pada 1997 baru promosi ke Serie A. Hubner sendiri saat itu sudah berusia 30 tahun.
Namun meski usianya sudah mencapai kepala tiga, kemampuan mencetak golnya tidak sembarangan. Di laga debutnya di Serie A itu, ia langsung mencuri panggung Giuseppe Meazza yang seharusnya menjadi milik rekrutan baru Inter, Ronaldo Nazario. Menerima umpan chip dari Andrea Pirlo, Hubner menguasai bola lalu balik badan untuk mengelabui bek Inter, Fabio Galante. Tendangannya pun kemudian menaklukkan kiper Inter, Gianluca Pagliuca.
Sensasi Hubner semakin nyata pada pekan berikutnya. Menghadapi Sampdoria, Hubner langsung mencetak hattrick pertamanya di Serie A. Saat itu, julukan Tatanka (bison) yang ia dapat saat berkarier di Serie C, kembali menggema. Namun Hubner lebih dikenal dengan julukan Bisonte yang juga berarti bison.
Hubner sebenarnya tidak terlalu berskill tinggi. Namun di Brescia, ia bermain bersama Pirlo dan Roberto Baggio, sebagai penyuplai bola untuknya. Tak heran pada musim pertamanya tersebut ia langsung mencetak 17 gol. Berkat gol demi golnya itu pun ia berhasil mengantarkan Brescia di musim pertamanya di Serie A untuk lolos ke UEFA Intertoto.
Hebatnya lagi dari seorang Hubner adalah ia merupakan seorang pecandu rokok meski berprofesi sebagai pesepakbola. Ia bahkan seringkali kedapatan sedang merokok ketika ia berada di bench. Bahkan ia bisa merokok sampai 30 batang per hari. Kebiasaan buruknya ini muncul karena saat muda ia terbiasa bergaul dengan para pekerja yang merokok.
sumber: zonacesarini.net
Hubner memang bukan pemain yang datang dari akademi sepakbola Italia. Ia menapaki karier sepakbolanya benar-benar dari bawah, terlebih ia berasal dari keluarga miskin. Pada usia 18 tahun, ia masih bekerja sebagai tukang kayu, besi dan almunium selama 10 jam per hari. Ia adalah orang yang kerap membetulkan perahu-perahu di pelabuhan Trieste.
Sepakbola baru secara serius ia geluti pada usia 20 tahun. Saat itu ia bergabung dengan kesebelasan Serie D, Pievigina. Dari kesebelasan Serie D kemudian ia direkrut oleh kesebelasan-kesebelasan Serie C seperti Pergrocema dan Fano. Berkat kerja kerasnya, ia akhirnya berlaga di Serie B saat direkrut oleh Cesena pada umur 25 tahun. Hanya butuh lima tahun bagi Hubner untuk bisa berkarier di Serie B di mana ia memulainya di Serie D.
Bersambung ke halaman berikutnya, menjadi top skor Serie A dan pensiun di usia 44 tahun.
Komentar