Keajaiban Leicester City yang menjadi juara Liga Primer Inggris musim lalu tidak terluang lagi musim ini. Kalaupun musim ini kita mau melihat selain Leicester, kita tidak banyak menemukan kejutan di liga-liga top Eropa.
Memang tidak mudah memprediksi kejutan seperti yang dilakukan Leicester musim lalu. Bahkan jika kita memprediksi gelar juara saja, kita mungkin tidak akan menerka jika Chelsea akan selancar ini untuk menjuarai Liga Primer, atau AS Monaco yang tiba-tiba bisa memutus dominasi Paris Saint-Germain, serta Feyenoord Rotterdam yang menjuarai Eredivisie Belanda.
Sayangnya, hal yang sama tidak berlaku di La Liga Spanyol, Bundesliga Jerman, dan Serie A Italia.
Dominasi Real Madrid dan Barcelona masih diteruskan, tapi kali ini Real Madrid yang keluar sebagai juara La Liga. Dominasi Bayern München yang sempat diganggu Borussia Dortmund juga tak tersentuh sampai akhirnya Die Roten kembali menjadi juara. Sementara Serie A masih menyisakan satu pertandingan lagi akhir pekan ini, tapi Juventus lagi-lagi sudah memastikan juara.
Meskipun begitu, tetap saja masih ada beberapa kesebelasan yang mengejutkan. Istilah “mengejutkan” di sini harus saya persempit terlebih dahulu, karena mungkin kita bisa terkejut melihat Arsenal keluar dari empat besar untuk pertama kalinya selama 21 tahun terakhir. Sehingga, “mengejutkan” di sini adalah dalam perspektif yang positif.
Namun demikian, di Liga Primer kita tidak bisa menemukan banyak kesebelasan yang mengejutkan. Mungkin hanya Bournemouth dan West Bromwich Albion yang finis berturut-turut di posisi 9 dan 10. Tidak ada yang menyangka Bournemouth bisa finis di posisi 9, itu hal positifnya, sangat positif bahkan untuk Eddie Howe dan para pemainnya. Tapi hal positif tersebut belum cukup membuat dampak besar bagi Liga Primer secara keseluruhan.
Menyeberang ke Eredivisie, penampilan Feyenoord dan Ajax Amsterdam menjadi sorotan. Feyenoord berhasil menjadi juara sementara Ajax lolos ke final Liga Europa UEFA meskipun dikalahkan oleh Manchester United. Kedua kesebelasan asal Belanda ini banyak mengandalkan para pemain muda. Namun jujur, Feyenoord dan Ajax memang sudah dominan di Eredivisie sejak lama, jadi ini tidak terlalu mengejutkan, bahkan sekalipun jika Ajax berhasil menjuarai Liga Europa.
Dari Serie A, Napoli bisa kita lirik untuk kemudian terkejut. Mereka masih berpeluang finis di posisi kedua untuk lolos langsung ke fase grup Liga Champions. Mereka juga menjadi kesebelasan dengan penguasaan bola 58,9% atau yang terbaik kelima di seluruh liga top Eropa (nomor satu di Italia), memiliki 87,2% akurasi operan atau yang terbaik keempat di liga top Eropa (nomor satu di Italia), berhasil mencatatkan 17,6 tembakan per pertandingan atau yang terbaik ketiga di liga top Eropa (nomor satu di Italia), serta mencetak 90 gol sampai pekan ke-37 Serie A (nomor satu di Italia). Meskipun demikian, angka-angka itu belum cukup membuat Napoli menyetop dominasi Juventus. Lagipula sejujurnya, Napoli memang kesebelasan besar di Italia dan bahkan sudah berlaga di Liga Champions musim ini, jadi ini seharusnya tidak terlalu mengejutkan bagi Napoli.
Di La Liga, Real Sociedad menjadi satu-satunya kesebelasan yang menciptakan kejutan karena berhasil finis di posisi keenam dan lolos ke Liga Europa musim depan. Akan tetapi, kejutan mereka hanya sampai situ saja.
Beralih ke Prancis, Nice Côte d`Azur menjadi kesebelasan yang mengejutkan di Ligue 1 meskipun tidak berhasil menjadi juara seperti Monaco. Mereka finis di posisi ketiga dengan hanya 36 kali kebobolan (tersedikit ketiga di Liga Prancis) dan berhasil menyelesaikan 87,8% operan mereka (terbaik kedua di Liga Prancis maupun di liga top Eropa, di bawah PSG). Musim depan mereka berpeluang berlaga di Liga Champions jika mampu menang di babak play-off.
Dari semua kesebelasan di atas, sebenarnya ada satu kesebelasan yang pantas mendapatkan gelar sebagai kesebelasan paling mengejutkan musim ini. Jika kita melihat Bundesliga, RasenBallsport Leipzig adalah kesebelasan itu.
Mereka baru promosi ke Bundesliga, tapi sudah mampu menjadi runner-up dan lolos ke Liga Champions musim depan*. Ketika Bayern München menguasai Bundesliga adalah hal yang lumrah, maka jika kita melihat kesebelasan di peringkat kedua Bundesliga musim ini, ada nama RB Leipzig yang tidak lumrah sama sekali.
Baca juga: Taktik yang Meroketkan RB Leipzig ke Papan Atas Bundesliga
Kesebelasan ini baru berdiri pada 2009, setelah perusahaan minuman berenergi, Red Bull, mengakuisisi kepemilikan kesebelasan SSV Markranstädt. Selain kisah-kisah yang berisikan tentang perjuangan sekaligus usaha untuk mengembalikan kesetaraan sepakbola Jerman Timur dan Barat, serta inovasi taktik yang berhasil diterapkan oleh Ralf Rangnick dan Ralph Hasenhüttl, RB Leipzig pun kaya akan kisah-kisah berbau penolakan dari suporter lain.
Ini tak lepas dari nama Red Bull yang mereka bawa di stadion (Zentralstadion yang namanya diganti menjadi Red Bull Arena). Para suporter lawan menganggap kalau RB Leipzig membawa korporasi masuk ke dalam tubuh kesebelasan, sesuatu yang dilarang di Jerman dengan aturan “50+1” yang diterapkan oleh DFB.
Tidak heran, suara penolakan kerap bermunculan ketika Leipzig bermain tandang, seperti usaha boikot, lemparan kepala banteng, dan spanduk-spanduk berisikan penolakan yang terbentang di stadion.
Walau dibumbui dengan hal-hal negatif dalam perjalanan mereka sepanjang musim ini, apa yang mereka catatkan patut untuk diapresiasi. Kebijakan pemain muda yang mereka terapkan membuat banyak pemain muda seperti Marcel Sabitzer, Naby Keïta, Yussuf Poulsen, Oliver Burke, Davie Selke, dan Timo Werner bersinar.
Werner, yang kami anggap sebagai pembelian terbaik musim ini, bahkan berhasil menciptakan 21 gol dan menjadi top skor RB Leipzig (peringkat keempat pencetak gol terbanyak Bundesliga). Begitu juga Emil Forsberg yang berhasil membuat 19 asis atau yang terbaik di liga top Eropa dan pastinya di Bundesliga juga.
Selain itu statistik pun menunjukkan bahwa RB Leipzig adalah kesebelasan yang mengejutkan. Mereka baru mencicipi kekalahan pada spieltag 14 ketika dikalahkan oleh FC Ingolstadt dengan skor 1-0. Sampai akhir musim, mereka mencatatkan 20 kemenangan (lebih sedikit lima dari Bayern), 22,3 intersep per pertandingan (terbaik kelima di liga top Eropa), dan 52,5% menang duel udara (terbaik keempat di Bundesliga).
Masih adakah lagi kejutan dari RB Leipzig? Jika kamu melihat tanda bintang (*) di paragraf ke-13, hal yang mengejutkan masih bisa menanti RB Leipzig ke depannya, karena meskipun mereka finis sebagai runner-up Bundesliga (artinya lolos langsung ke fase grup Liga Champions musim depan), mereka justru masih bisa terancam tidak bisa berlaga di Liga Champions karena ada RB yang lain (meskipun singkatannya lain), yaitu RB Salzburg dari Austria.
Komentar