Oleh: Asep Nugraha
Hampir semua anak-anak memiliki cita-cita ingin menjadi pemain sepakbola profesional. Mereka terinspirasi oleh permainan cantik yang selalu ditampilkan oleh idolanya.
Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo adalah para pemain dunia yang sering diidolakan anak-anak, mungkin untuk di Indonesia sosok Febri Hariyadi seperti menjadi idola baru karena kepiawaiannya dalam melewati lawan dan kecepatannya yang sering merepotkan pertahanan lawan. Selain itu hadirnya kembali pertandingan-pertandingan sepakbola nasional di layar kaca setiap minggunya akan semakin merangsang mereka untuk berkeinginan menjadi pemain sepakbola profesional.
Lapangan bermain yang cukup sempit sering dijadikan sebagai wadah untuk bermain sepakbola, bahkan gang sempit dapat dijadikan lapangan pula. Di sisi lain orang tua mereka tidak tinggal diam, sekolah sepakbola menjadi incaran para orang tua untuk memoles kemampuan mengolah bola anak-anaknya. Pada akhirnya menjadi pemain profesional adalah puncak harapan untuk dapat tampil memainkan bola di layar kaca.
Untuk mencapai puncak sebagai pemain profesional tidaklah mudah. Latihan keras dan semangat yang tinggi sangat dibutuhkan. Butuh waktu yang sangat panjang untuk menjadi pemain profesional, dilansir oleh The Science of Sport dalam sebuah artikel yang berjudul Talent, training and performance: The secrets of success // Genes vs training menyatakan bahwa “atlet sepakbola internasional rata-rata telah menghabiskan waktu latihan selama 4000 jam”.
Selain itu berdasarkan penelitian Gobet & Campitelli (2007) bahwa “waktu paling cepat yang dibutuhkan untuk menjadi pemain profesional adalah 3016 jam, sebaliknya waktu terlama yang dibutuhkan adalah 23608 jam”. Tidak hanya waktu latihan saja yang dapat memengaruhi cepat lambatnya menjadi pemain profesional.
Pola makan, gen, dan kesempatan adalah faktor lain yang dapat membentuk pemain sepakbola profesional. Hal tersebut menandakan bahwa perlu ada program yang sangat panjang dan terencana untuk membentuk pemain sepakbola profesional.
Sayangnya, para pelatih di tingkat sekolah sepakbola belum menyadari hal itu. Jika diasumsikan setiap anak di SSB latihan tiga kali dalam seminggu dengan durasi latihan dua jam setiap satu kali latihan, maka dalam satu minggu anak-anak berlatih selama 6 jam jika dikalkulasikan selama satu tahun hasilnya 288 jam.
Artinya untuk mencapai waktu 4000 jam anak-anak harus berlatih secara konsisten selama 14 tahun. Jika rata-rata awal masuk SSB pada usia 10 tahun berarti diprediksi akan menjadi pemain profesional pada usia 24 tahun. Namun ada juga pemain yang baru menginjak usia 18 tahun sudah berstatus sebagai pemain profesional, seperti gelandang muda asal Persipura Jayapura, Osvaldo Haay yang dinobatkan sebagai pemain termuda Torabika Soccer Championship 2016.
Agar bisa seperti itu, maka durasi latihan pun harus disesuaikan dengan usia, seperti teori Practice Trajectory yang diungkapkan Ross menyatakan bahwa “di setiap usia harus diberikan waktu latihan yang berbeda untuk mencapai level elit atlet. Di usia 9-12 tahun latihan 3 jam dalam satu minggu, 12-15 tahun latihan 8 jam dalam satu minggu, dan usia 15-18 tahun latihan selama 14 jam dalam satu minggu”. Hal tersebut mengindikasikan bahwa beban latihan yang diberikan akan meningkat seiring bertambahnya usia.
Selain durasi latihan, pembagian porsi antara latihan dan pertandingan (uji tanding atau kompetisi) harus disesuaikan dengan usia. Pembagian usia menurut teori long term athlete development dibagi berdasarkan tahapan pembinaan meliputi empat tahapan.
Pertama, tahapan dasar (Fundamental Stage) 6-10 tahun difungsikan untuk melatih kemampuan dasar motorik seperti berlari, melompat, melempar, menangkap, dan tidak dianjurkan untuk diikutsertakan dalam kompetisi atau turnamen. Selain itu pada tahapan pertama atlet diperkenalkan dengan aturan dan etika dalam sepakbola.
Kedua, tahapan latihan untuk berlatih (Training to train) 10-14 tahun difokuskan pada latihan fisik dan teknik serta pembagian porsi latihan dengan pertandingan 75:25. Di samping itu, pertandingan yang dilakukan tidak ditekankan pada kemenangan yang harus dicapai tetapi lebih terhadap penerapan skill di dalam pertandingan untuk membangun kepercayaan diri atlet.
Ketiga, tahapan latihan untuk bertanding/kompetisi (Training to compete) 14-18 tahun difokuskan pada latihan fisik, taktik, dan teknik serta pembagian porsi latihan dengan pertandingan 50:50.
Keempat, latihan untuk menang (training to win) > 18 tahun, pada tahapan ini atlet sudah mampu terjun ke dalam kompetisi yang sebenarnya atau dapat dikatakan sebagai pemain profesional dan latihan yang dilakukan difungsikan untuk mempersiapkan menghadapi pertandingan demi pertandingan dengan porsi latihan dengan kompetisi perbandingannya sebesar 25:75.
Oleh karena itu perlunya penambahan durasi latihan di setiap minggunya dan pembagian porsi latihan dengan pertandingan berdasarkan usia dapat diimplementasikan oleh para pelatih untuk membentuk pemain profesional di usia 18 tahun. Harapannya, setiap klub maupun SSB dapat lebih cermat dalam melakukan pembinaan, tentunya lebih melek terhadap kebutuhan waktu latihan untuk melahirkan pemain muda yang berkualitas.
Tidak hanya didorong oleh kebijakan PSSI mengenai regulasi pemain muda saja, tetapi setiap klub juga dapat menerapkan pembinaan yang benar untuk menghasilkan pemain berkualitas. Pada akhirnya, semakin baiknya kualitas pemain akan mengangkat derajat persepakbolaan Indonesia di kancah domestik dan Internasional.
Penulis adalah seorang fresh graduate. Dapat dihubungi lewat akun Twitter @asepnugraha5
Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis
Komentar