Oleh: Surya Ariendra Iksana
Nama Sragen United mungkin masih asing bagi penggemar sepakbola di tanah air. Bagaimana tidak, nama Sragen United sendiri baru muncul beberapa bulan sebelum kompetisi Liga 2 Indonesia 2017 dimulai.
Sragen United adalah sebuah klub sepakbola yang bermarkas di sebuah kota kecil, tepatnya di Kabupaten Sragen. Sebuah kabupaten yang terletak di timur Kota Solo dan terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tim ini bermain di Liga 2 Indonesia.
Sragen United sebelumnya bernama Laga FC. Saat masih bernama Laga FC, klub ini dikenal sebagai klub yang “tidak memiliki kandang”. Dalam menghadapi Indonesia Soccer Championship B 2016 (ISC B 2016, Laga FC sempat mengalami beberapa permasalahan terkait dengan kandang mereka).
Beberapa di antaranya terjadi saat mereka gagal menggelar pertandingan kandang melawan Persik Kediri pada 1 Mei 2016, di Stadion Merdeka, Jombang. Pada tahun yang sama setidaknya ada tiga kota yang pernah dijadikan kandang Laga FC untuk mengarungi ISC B 2016 yaitu Surabaya, Jombang dan terakhir Stadion Brantas, Kota Batu, Malang.
Angin segar seolah-olah datang ketika seorang pengusaha asal Sragen, Indika Wijaya Kusuma membeli Laga FC dari PT Laga Nusantara Mandiri dengan harga lima miliar rupiah. Dengan pembelian tersebut Laga FC berpindah kandang ke Kabupaten Sragen dan berubah nama menjadi Sragen United.
Masyarakat Sragen yang sebelumnya tidak memiliki budaya sepakbola yang kuat perlahan-lahan mulai membicarakan Sragen United. Bahkan kedatangan Sragen United di Bumi Sukowati sempat memaksa Laskar Sukowati, sebutan untuk suporter PSISra Sragen untuk bermain dua kaki.
Laskar Sukowati yang hanya berjumlah puluhan orang memutuskan untuk juga mendukung Sragen United dan berjanji mengerahkan pendukung dengan jumlah yang lebih banyak. Namun beberapa pihak juga sempat menolak kedatangan Sragen United dengan alasan bahwa Kabupaten Sragen hanya memiliki PSISra.
Ketika media-media mulai memberitakan pembelian Laga FC dan perubahan nama menjadi Sragen United, masyarakat mulai berekspektasi jika tim “baru” ini akan menjadi the next Bali United atau the next Borneo FC. Logo klub yang kekinian, pemain kelas nasional, jersey dengan desain keren dan sosial media yang komunikatif dan dikemas secara menarik menjadi sesuatu yang menumbuhkan harapan.
Pembangunan stadion baru untuk Sragen United juga mulai dipertimbangkan oleh Pemkab Sragen, mengingat kurang tertariknya masyarakat Sragen terhadap sepakbola nasional dan lebih condongnya masyarakat Sragen bergabung dengan Pasoepati untuk mendukung Persis Solo. Seperti halnya produk baru, promosi besar-besaran dan konsep yang menarik dan modern tentunya sangat dibutuhkan untuk menggaet animo masyarakat. Hal-hal tersebut sudah dilakukan oleh Bali United dan Borneo FC.
Ekspetasi masyarakat pun seolah-olah hampir menjadi kenyataan ketika melalui akun Instagram @sragen.united, klub ini mengumumkan telah melakukan kesepakatan secara lisan dengan mantan pemain timnas U23, Agung Supriyanto.
Tak tanggung-tanggung nama-nama seperti Greg Nwokolo (Madura United) dan Tantan (Persib Bandung) sempat menjadi pemain incaran Sragen United. Bahkan pemilik Sragen United sempat berujar kepada salah satu media lokal jika Tantan selangkah lagi akan bergabung dengan tim yang bermarkas di stadion Taruna Sragen tersebut.
“Mereka menjadi pemain incaran kami, tetapi masih tahap komunikasi. Tantan peluangnya cukup besar,” ujar Indika kepada Solopos.com saat itu.
Namun sayangnya kabar tersebut buru-buru disanggah oleh sang pemain. Tantan mengatakan jika kabar tersebut tidak benar dan dirinya masih akan bermain untuk Persib Bandung.
Realita yang jauh dari Ekspektasi
Alih-alih mendatangkan Tantan atau Greg, manajemen Sragen United seolah-olah tidak mengerti bagaimana menjalankan sebuah klub profesional. Tak ada situs resmi, akun Instagram Sragen United pun terlihat seperti akun Instagram milik anak sekolah menengah pertama. Jangan mengharapkan berita terkini tentang Sragen United di akun Instagram tersebut, jangan pula mengharapkan informasi lengkap tentang klub ini dari akun Instagram mereka.
Dari akun Instagram mereka yang akan Anda temukan hanyalah beberapa foto dengan posisi miring yang disunting menggunakan filter-filter Instagram yang terlihat keren pada lima tahun yang lalu. Pada setiap foto yang diunggah, informasi yang ditulis pun tidak cukup lengkap. Yang mencengangkan lagi, Sragen United hanya merekrut 18 pemain untuk mengarungi Liga 2.
Tak ada nama Agung Supriyanto di skuad Sragen United, dan lupakanlah nama-nama seperti Greg Nwokolo dan Tantan. Nama Jaya Hartono yang ditunjuk sebagai pelatih seakan-akan hanya menjadi pemanis untuk Sragen United. Kondisi Stadion Taruna yang tidak layak menjadi pelengkap kekecewaan.
Sragen United sebenarnya mengawali Liga 2 dengan cukup baik. Di laga pertamanya Sragen United sukses mencuri poin dari Persipon Pontianak. Sragen United sukses mempermalukan Persipon di kandang Persipon dengan skor 1-2. Namun masalah datang pada pertandingan kedua.
Sragen United harus menjamu sang saudara tua Persis Solo. Seperti diketahui jarak Solo ke Sragen hanya membutuhkan waktu 45 menit dan Persis Solo dikenal dengan pendukung fanatiknya yaitu Pasoepati. Seperti yang dikhawatirkan, Stadion Taruna yang sebenarnya sangat tidak layak, tidak mampu menampung para Pasoepati. Bahkan Pasoepati pun harus merangsek hingga pinggir lapangan.
Puluhan suporter Sragen United seakan-akan tenggelam dalam warna merah, warna kebanggaan Persis Solo. Situasi semakin buruk dengan ulah amatiran penjaga gawang Sragen United, Andi Setiawan, yang terlihat sengaja menendang kepala pemain Persis Solo menggunakan lututnya.
Akibatnya Dedi Cahyono, pemain Persis Solo tersebut, tidak sadarkan diri dan harus dilarikan ke rumah sakit. Tak ada kartu merah untuk Andi Setiawan, justru kartu merah didapatkan oleh pemain Persis karena dianggap melakukan protes berlebihan. PSSI pun bertindak.
Dalam sidang yang digelar di Kantor PSSI Jakarta pada 4 Mei 2017, Andi dilarang bermain selama dua bulan dan wajib membayar denda 20 juta rupiah. Panpel Sragen United juga wajib membayar denda sebesar 10 juta rupiah karena lalai dalam persiapan pertandingan dan lambat dalam penanganan saat pemain Persis mengalami cedera.
Stadion yang tidak layak, denda dan sanksi dari PSSI, mundurnya Jaya Hartono dari kursi pelatih, jumlah pemain yang pas-pasan hingga minimnya animo masyarakat Sragen seolah-olah menjadi kisah pahit awal perjalanan Sragen United. Namun tahukah Anda jika sebenarnya tak ada awal perjalanan, yang ada hanyalah akhir perjalanan.
Sragen United memutuskan untuk kembali berpindah kandang. Pacitan dipilih sebagai kandang berikutnya oleh tim yang awalnya bernama Laga FC ini. Kebersamaan tim Sragen United dengan masyarakat Bumi Sukowati Sragen resmi berakhir pada Senin, 5 Juni 2017. Pemilik Sragen United, Indika Wijaya Kusuma mengatakan pemindahan kandang lebih karena masalah sarana dan standarisasi venue.
Saat ini tim (yang awalnya) berjuluk Laskar Gajah Purba tersebut memilih berkandang di Stadion Pacitan dan pergantian nama kembali akan dilakukan. Sragen United mengganti nama mereka menjadi Laga Pacitan FC. Pelatih asal Swedia yang juga merupakan mantan pelatih timnas Myanmar U23 dan Mitra Kukar, Stefan Hansson, ditunjuk sebagai arsitek Laga Pacitan FC menggantikan Jaya Hartono yang mengundurkan diri.
Uji tanding melawan Persebaya juga sudah direncanakan. Seolah-olah momen indah akan segera dimulai di tanah kelahiran Susilo Bambang Yudhoyono ini, seperti ketika Laga FC baru saja berganti nama menjadi Sragen United beberapa bulan lalu. Iya, beberapa bulan yang lalu.
Namun seperti kisah-kisah suram sebelumnya, Sragen United masih jauh dari keberuntungan. Rencana perpindahan kandang Sragen United ke Pacitan tersebut langsung mendapat perlawanan dari Laga FC, klub yang menjadi cikal bakal Sragen United. Pemilik Laga FC, Haruna Soemitro mengatakan bahwa manajemen Sragen United saat ini tidak bisa melakukan transaksi apa pun atas nama klub tersebut karena melakukan wanprestasi ketika membeli klub tersebut.
”Mereka sampai saat ini belum melakukan pembayaran apa pun kepada kami. Masalah ini sudah kami laporkan kepada PSSI,” ujar pria yang juga manajer Madura United FC tersebut seperti yang dilansir dari Jawa Pos.
Sementara itu Pelaksana tugas (Plt) Sekjen PSSI, Joko Driyono, menegaskan bahwa PSSI tidak akan membenarkan klub mana pun untuk berganti nama di saat kompetisi sudah berjalan namun PSSI masih mengizinkan sebuah klub untuk berpindah kandang di pertengahan kompetisi.
Lantas bagaimanakah kelanjutan perjalanan dari Laga FC atau Sragen United atau Laga FC Pacitan selanjutnya? Berapa lamakah klub ini akan bermarkas di Pacitan? Ataukah Laga FC akan mengakhiri status mereka sebagai tim musafir di Pacitan? Tentunya hal ini menarik untuk ditunggu. Semoga segala kejadian yang dialami di Sragen bisa menjadi pembelajaran oleh manajemen Sragen United dan semoga manajemen Sragen United mampu menjalankan klub ini sebagaimana harusnya, selayaknya klub profesional.
foto: Instagram/Sragen.united
Penulis adalah seorang wiraswasta. Bisa dihubungi via surel antisurya@yahoo.com
Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis
Komentar