Saat ini, perasaan pendukung AC Milan tampaknya campur aduk. Di satu sisi, mereka senang karena manuver transfer kesebelasan kesayangan mereka cukup positif yang menunjukkan ambisi besar pada musim 2017/2018. Di sisi lain, mereka khawatir kalau agresivitas Milan di bursa transfer saat ini akan terbentur dengan aturan Financial Fair Play pada akhir musim nanti.
Setelah Milan diakuisisi oleh pengusaha asal Tiongkok, Li Yonghong, pada akhir musim 2016/2017, era baru Milan memang seolah dimulai. Hal tersebut terwujud pada bursa transfer musim panas ini. Milan, hingga artikel ini ditulis, sudah mengeluarkan biaya transfer sekitar 187,5 juta euro untuk 10 pemain baru (termasuk Lucas Biglia). Bisa jadi masih akan bertambah karena Milan dikaitkan juga dengan beberapa nama, sementara Milan sejauh ini selalu sukses mendapatkan pemain incarannya.
Kekhawatiran muncul di benak pendukung Milan karena ketika jor-joran membeli pemain baru, penjualan pemain Milan baru menghasilkan 8 juta euro saja. Maka ada defisit yang cukup besar dari pembelanjaan pemain musim ini, yang cukup menunjukkan bahwa Milan tidak banyak mendapat pemasukan dari penjualan pemain.
Tapi Financial Fair Play tidak hanya sekadar pembelian dan penjualan pemain saja. Ada variabel-variabel lain yang akan menentukan sebuah kesebelasan melanggar FFP atau tidak. Baca selengkapnya dalam artikel "Segala yang Perlu Kalian Tahu Tentang Financial Fair Play".
Singkatnya, untuk terhindar dari FFP, Milan harus meraup keuntungan yang sangat banyak pada musim 2017/2018 agar biaya transfer yang hampir mencapai 200 juta euro sekarang ini tak menjadi penyesalan. Karenanya sebelum menilai bahwa Milan akan terkena FFP atau tidak, kita memang harus melihat potensi pendapatan Milan pada musim 2017/2018.
Harapan Milan Ada di Pasar Tiongkok
Perlu diketahui, pada musim 2016/2017, Milan mengalami kerugian cukup besar. Pada Mei 2017, Calcio Finanza menyebutkan bahwa Milan mengalami kerugian sekitar 70 juta euro. Sementara itu pada awal Juni, Forbes menyebutkan kerugian Milan "hanya" tinggal sebesar 45 juta euro. Jumlah tersebut tentunya membuat Milan seharusnya melanggar batas FFP.
Tapi sebelum musim berakhir, pihak Milan sudah bertemu dengan UEFA untuk membahas tentang situasi keuangan Milan pasca pengakuisisian. Milan kemudian menjelaskan rencana bisnis mereka untuk empat tahun ke depan. Hanya saja rencana tersebut ditolak oleh UEFA karena dianggap tidak masuk akal. Meski begitu, Milan masih punya kesempatan untuk menstrukturisasi kembali rencana bisnis mereka sebelum kembali diberikan kesempatan untuk presentasi pada Oktober mendatang.
"Milan mempresentasikan rencana baru setelah perubahan kepemilikan, tapi UEFA meminta klarifikasi karena laporan yang diberikan belum cukup," ujar jurnalis La Repubblica, Stefano Scacchi. "Milan kemudian menarik rencana tersebut dan akan kembali melakukan presentasi pada Oktober. Dua hal yang tidak diterima oleh UEFA adalah situasi ekonomi pemilik baru dan target penjualan merchandise yang terlalu besar, yang bahkan jauh lebih besar dari kesebelasan terbesar Eropa sekalipun."
Hal serupa dilansir oleh La Gazzetta dello Sport. Masalah utama rencana Milan tersebut adalah rencana pendapatan komersil dari pasar Tiongkok. Sementara bujet transfer mereka musim ini, yang awalnya direncanakan kisaran 100 juta euro hingga 150 juta euro, memang akan mengandalkan dari pendapatan pasar Tiongkok tersebut.
"AC Milan akan berinvestasi sekitar 100 sampai 150 juta euro di bursa transfer. Sebagian besar dana tersebut akan didapatkan dari pendapatan, yang lewat pemilik baru harapkan, yaitu pasar Tiongkok," ujar Marco Fassone, CEO Milan, seperti yang dilansir acmilan.info.
Berdasarkan hal tersebut, Milan bisa dibilang cukup nekat dengan mengambil keputusan untuk tetap berbelanja besar-besaran meski rencana bisnis mereka belum disetujui UEFA. Tapi sebenarnya cukup masuk akal Milan berani ambil risiko besar, karena ada beberapa aspek yang tampaknya bisa meningkatkan pendapatan Milan.
Keuntungan Berlaga di Liga Europa
Kerugian sebesar 45 juta euro didapatkan Milan karena musim lalu mereka tidak berlaga di kompetisi Eropa. Sementara musim ini, mereka akan berlaga di Liga Europa. Bermain di kompetisi Eropa sendiri merupakan ladang basah untuk meningkatkan pendapatan. Manchester United saja, yang musim lalu juara Liga Europa, mendapatkan 57 juta euro dari hak siar dan hadiah kompetisi.
Di kompetisi Eropa, setiap meraih kemenangan atau seri, serta lolos ke babak berikutnya, memang akan mendapatkan bayaran tersendiri. Menurut Total Sportek, kesebelasan yang berlaga di Liga Europa akan mendapatkan setidaknya 25 hingga 27 juta euro jika tampil hingga fase gugur.
Bersambung ke halaman berikutnya
Komentar