Semua manusia pada dasarnya adalah manusia biasa, manusia yang kerap berbuat kesalahan dalam hidupnya. Namun, bukan berarti manusia tersebut tak pernah atau tak boleh mencatatkan sebuah hal luar biasa meski hal itu hanya terjadi sekali dalam hidupnya. Inilah yang dialami oleh seorang Alan Pardew.
Pardew tidaklah setenar Pep Guardiola atau Antonio Conte sebagai ahli taktik. Ia juga mungkin tidak sekarismatik Ottmar Hitzfield maupun Carlo Ancelotti yang sudah meraih banyak trofi selama karier manajerial mereka. Melihat rekam jejak Pardew, orang-orang pun pasti setuju dan akan menganggap bahwa ia hanyalah manajer biasa saja.
Tercatat klub-klub yang pernah ia latih, meski klub tersebut berkompetisi di Liga Primer Inggris, klub-klub itu bukanlah klub-klub yang besar-besar amat. West Ham United, Charlton Athletic, Southampton, Newcastle United, serta Crystal Palace adalah jajaran klub-klub yang pernah dimanajeri oleh manajer kelahiran Wimbledon, Inggris ini.
Tidak ada nama klub besar bukan? Sudah pasti. Bahkan, sebuah tulisan di Sportskeeda menyebut bahwa para pecinta game Football Manager kerap memprediksi bahwa Pardew adalah manajer pertama yang akan dipecat oleh manajemen klub. Di game tersebut, kejadian ini benar adanya dan kerap disama-samakan dengan kejadian di dunia nyata.
Tapi apa memang benar seperti itu? Se-biasa-biasanya seorang Pardew, nyatanya ia tetaplah manajer yang pernah menorehkan sebuah catatan luar biasa. Hal ini terjadi ketika ia memanajeri Newcastle United, selama periode 2010 sampai 2014, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk memanajeri Crystal Palace pada pertengahan musim 2014/2015.
***
Pada pertengahan musim 2010/2011, manajemen Newcastle United melakukan sebuah langkah yang terbilang cukup berani. Performa The Magpies yang kala itu ambruk membuat manajemen segera bergerak mencari manajer baru untuk meningkatkan performa tim. Chris Hughton, manajer yang berjasa mengantarkan Newcastle kembali ke Liga Primer, dipecat. Alan Pardew adalah pengganti yang ditunjuk oleh manajemen Newcastle kala itu.
Sontak pemilihan Pardew ini mengundang reaksi para suporter. Mereka menolak kedatangan Pardew, apalagi dalam hasil jajak pendapat yang dilakukan manajemen soal manajer baru yang akan direkrut, Pardew hanya memperoleh suara sebanyak 5,5% saja dibandingkan dengan manajer lain.
Namun manajemen bergeming. Mereka tetap percaya kepada sosok Pardew, sebagaimana sosok Pardew yang juga merasa bahwa tantangan terbesarnya adalah menjawab suara-suara sumbang para suporter yang kerap mengejek dan menolak dirinya di St. James Park.
"Saya mendapatkan banyak pesan dari manajer lain saat itu, mengatakan bahwa "suasana di sana pastilah gila". Itu memang benar adanya. Tapi tawaran ini tak bisa saya tolak. Ini adalah proyek yang menarik bagi saya," ungkap Pardew saat itu seperti dilansir BBC.
"Pertarungan yang harus saya menangkan, selain di lapangan adalah memenangkan hati suporter. Saya paham risiko apa yang akan terjadi saat saya mengambil pekerjaan ini," tambahnya.
Walau diwarnai penolakan, nyatanya masa-masa Pardew di Newcastle adalah masa-masa yang terbilang cukup indah. Ia pernah mengantarkan Newcastle mengalahakn klub-klub besar macam Chelsea, Liverpool, dan Manchester United (khusus untuk United, Pardew pernah mengalahkan mereka di Old Trafford). Ia juga beberapa kali menyabet penghargaan manajer bulanan terbaik.
Puncaknya, ia berhasil mendapatkan gelar Manajer Terbaik Liga Primer pada musim 2011/2012, karena berhasil mengantarkan Newcastle masuk ke zona Eropa sekaligus mengantarkan Newcastle ke babak delapan besar Liga Europa, sebelum dikalahkan oleh Benfica.
Catatan luar biasa sang manajer yang dianggap biasa-biasa ini bukan hanya sampai di situ saja. Ia berhasil mengorbitkan pemain-pemain andal di Newcastle macam Demba Ba, Papiss Cisse, Sylvain Marveaux, serta Yohan Cabaye. Ia juga berhasil mengembalikan performa Hatem Ben Arfa yang sempat trauma karena mengalami cedera panjang.
Semua torehannya ini bisa dibilang bukanlah torehan yang biasa-biasa saja. Mengantarkan sebuah tim biasa-biasa menjadi tim yang cukup stabil di Liga Primer, bahkan sampai berbicara cukup banyak di kompetisi Eropa, serta mengorbitkan pemain-pemain kenamaan, adalah catatan tersendiri yang bisa dibanggakan oleh Pardew.
Catatan yang, sayangnya, kerap terlupakan dalam karier manajerial Pardew yang tidak terlalu bergelimang trofi. Kecerdasan taktik, kebijakan transfer yang baik, serta kemampuan Pardew mengatur pemain, nyatanya hanya menjadi angin lalu dan tidak terlalu dikenang oleh para suporter Newcastle, mengingat ia juga menjadi sosok yang begitu ditolak oleh suporter sejak awal kedatangannya ke St. James Park.
***
Seperti halnya Vincent van Gogh maupun Severus Snape dalam tokoh Harry Potter, kadang orang baru akan dihargai justru setelah kepergiannya. Inilah juga yang terjadi kepada Pardew setelah ia memutuskan untuk minggat ke Crystal Palace di pertengahan musim 2014/2015.
Newcastle United menjadi tidak stabil. Mereka terombang-ambing di Liga Primer, sampai akhirnya harus merasakan degradasi kembali pada musim 2015/2016. Di sisi lain, seperginya Pardew dari Newcastle ia juga pun kembali kepada asalnya sebagai manajer biasa, setelah di Palace pun ia tidak terlalu bertahan lama sebagai manajer.
Pardew memang manajer biasa-biasa saja, dengan catatan trofi yang tidak terlalu mentereng di Inggris. Ia selayak Sam Allardyce ataupun Tony Pulis yang acap dianggap sebagai manajer medioker Inggris. Tapi, setidaknya ia pernah menjadi manajer yang luar biasa walau hanya dalam beberapa saat, hanya sekira satu sampai dua musim saja.
Dan momen itu, adalah momen yang tidak boleh untuk dilupakan, karena pada dasarnya orang yang biasa-biasa saja pun berhak untuk menjadi luar biasa, walau mungkin itu hanya terjadi sekali ataupun sekejap dalam hidupnya.
foto: @SquawkaNews
Komentar