Sudah banyak sosok yang pernah membela Persib dan Persija dalam kariernya. Ada nama Thio Him Tjiang, Yudi Guntara, Imran Nahumarury, Firman Utina, Antonio Claudio, sampai yang teranyar ada Tony Sucipto, Maman Abdurrahman dan Atep. Di antara sosok-sosok tersebut, terselip satu nama yang juga pernah membela Persib dan Persija, ia adalah Budiman Yunus.
Pernah membela dua klub yang merupakan musuh bebuyutan, apalagi nama pemain tersebut kadung dicintai oleh suporter salah satu klub yang bermusuhan tersebut, kerap menyisakan sebuah cerita tersendiri. Luis Figo adalah salah satu contoh ketika ia dengan berani menyeberang dari Barcelona ke Real Madrid secara langsung pada masa-masa 2000an, sehingga akhirnya melahirkan sebuah tragedi kepala babi yang banyak dianggap sebagai simbol pengkhianatan.
Hal yang sama pun kerap terjadi di Indonesia, khususnya antara Persib dan Persija. Banyak pemain, baik yang pindah secara langsung maupun tidak, yang pernah membela dua tim yang merupakan musuh bebuyutan ini. Ada juga kasus ketika sang pemain besar di Persija, tapi akhirnya memutuskan pindah ke Persib, atau malah sebaliknya. Dari sekian banyak pemain yang pernah merasakan atmosfer kala membela Persib dan Persija, Budiman Yunus adalah salah satunya.
Budiman merupakan produk asli dari Persib dan pernah memperkuat Persib dari 1990 sampai 1993. Namun dalam perjalanan kariernya, ia cukup banyak melanglang buana membela klub-klub lain, termasuk Persija Jakarta, sebelum akhirnya ia menutup kariernya sebagai pemain di Persib Bandung.
Ia pun banyak bercerita tentang pengalamannya dalam pertandingan antara Persib melawan Persija, termasuk teror yang pernah ia dapatkan dari bobotoh serta perseteruannya di lapangan dengan adiknya sendiri, Deden Suparhan.
Kenangan Persib-Persija di dalam diri seorang Budiman
Di mata Budiman, laga Persib-Persija ini adalah laga yang cukup akbar. Ia merasakan bahwa jelang pertandingan antara Persib melawan Persija, seperti ada sebuah gengsi tersendiri antar pemain yang membuat para pemain harus mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Ia pun bahkan berani menjamin bahwa laga Persib melawan Persija kerap menyajikan tontonan yang menarik (walau kenyataannya tak selalu seperti itu).
"Kedua tim ini kalau ketemu kerap ada gengsi tersendiri. Masing-masing punya greget lebih, dan tiap-tiap pemain juga selalu ada pikiran harus punya tenaga ekstra. Ini pertandingan penuh gengsi, dan akan menyajikan tontonan yang menarik. Makanya kalau kedua tim ini bertemu selalu ada sedikit bentrokan, sedikit memanas. Secara pribadi, untuk masing-masing individu harus memberikan permainan terbaik," ujar Budi.
Sebagai pemain yang pernah membela Persib dan Persija, pemain yang semasa bermainnya kerap berposisi sebagai fullback kiri (atau wing back kiri dalam skema 3-5-2) ini menyebut bahwa banyak kenangan yang pernah ia alami dalam laga Persib lawan Persija. Ada teror yang pernah ia alami dari para pendukung Persib, termasuk juga perseteruannya dengan adik kandungnya sendiri, Dadan Suparhan, yang acap berujung menjadi perkelahian di atas lapangan.
"Itu pasti (dapet teror), waktu saya main di Persija pas mau main di depan rumah saya selalu ada teriakan yang kurang enak terdengar.
Tapi waktu itu saya bilang sama istri dan keluarga, selama tidak mengganggu, tidak mengganggu secara fisik, kalau cuma ngomong
silakan aja. Yang penting jangan ganggu secara fisik.
"Soal teror, saya bukan kena lempar lagi saja. Saya sempat waktu itu motor masuk hotel Naripan, sampai lobi semua pot bunga (dilempar) sama segelintir bobotoh. Saya sempat di situ adu mulut, sempat dilempar juga."
"Terus waktu saya main di Persija saya sering ketemu sama adik saya, Deden Suparhan, yang membela Persib. Kebetulan saya posisi
bek kiri, dan adik saya bek kanan, jadi sering ketemu di atas lapangan. Malah kami juga sering berantem (di atas lapangan)." kenangnya.
Walau kerap mendapat teror dan hal-hal negatif semacam itu, ia memilih untuk tidak ambil pusing. Ia menganggap bahwa itu semua adalah risiko yang ia dapat sebagai pesepakbola. Berkat kekuatan mentalnya itu, ia pun mengungkapkan bahwa selama membela Persija, ia seringkali menorehkan hasil positif kala bertandang ke Bandung sebagai pemain Persija. Ia juga mengingat pada 2001 silam pernah mengalahkan Persib 4-0 di Stadion Gelora Bung Karno, termasuk
"Ya, itulah bagian hidup sebagai seorang pesepakbola, mau bagaimana lagi. Tapi dengan itu, saya jadi kuat mental. Buktinya selama main di Bandung belum pernah kalah, Saya waktu main di Persija, away ke Bandung menang tiga kali dan seri satu kali. Alhamdulillah selama main di Persija saya belum pernah kalah main di Bandung."
"Setiap pertandingan itu berkesan, baik itu pas di Persija maupun di Persib, tapi lebih berkesan ketika di Persija karena banyak
menang di Bandung. Terus waktu di Persija, saya ingat lawan Persib main di Senayan kita menang dengan skor 4-0, saya menyumbang satu gol di situ, Kalau tidak salah itu waktu 2001, pas Persija. Tapi kalau main di Jakarta, kita lawan Persib menang terus," ungkapnya.
Pesan Budiman soal teror suporter
Sebagai orang yang pernah mendapatkan teror dari pendukung, Budiman menyebut bahwa teror boleh saja diberikan, asal jangan berlebihan. Ia pun mengungkapkan bahwa biarkan saja pemain yang bertanding di lapangan yang bersaing, dan penonton menikmati pertandingan yang disajikan di atas lapangan oleh para pemain yang bertanding. Lebih jauh, ia juga menyebut bahwa sportivitas adalah hal yang harus dijunjung tinggi juga oleh para suporter.
"Kalau menurut saya, yang ngasih teror gitu jangan keterlaluan. Kita kan mau nonton bola, biarkan aja yang bersaing itu (pemain) di
atas lapangan. Penonton cukup nikmati pertandingan aja, kita dukung tim kita secara fair play, jangan berlebihan."
"Pesan saya ya beri dukungan secara sportif, jangan ada lempar-lemparan apalagi sampai beradu fisik. Kita nikmati tontonan itu,
biarkan yang berkompetisi itu pemain, bukan penonton. Penonton cuma nonton aja, nikmati permainannya. Itu aja," pungkasnya.
Komentar