Per Juli 2017, duet rumah produksi Falcon Pictures dan Maxima Pictures mengumumkan bahwa mereka akan mulai menggarap film “Dilan”, menjawab harapan dari masyarakat agar kisah dari Dilan dan Milea diangkat ke layar lebar. Nyatanya, kadang memang harapan tidak selalu berjalan sesuai dengan kenyataan, seperti halnya bursa transfer.
Novel ‘Dia adalah Dilanku” yang ditulis oleh Pidi Baiq adalah novel yang kelewat populer di masyarakat. Kisah renyah cinta dua anak SMA, yang dikemas dengan gaya tutur yang baik oleh Pidi Baiq dan berlatarkan kota Bandung, membuat novel ini tampak ringan untuk dibaca dan dinikmati, bahkan oleh orang yang tidak suka membaca sekalipun.
Dengan kepopulerannya ini, tak heran mulai banyak imaji-imaji yang muncul di benak masyarakat tentang sosok Dilan dan Milea. Ada yang membayangkan Dilan seperti ini, ada yang membayangkan Milea seperti itu, dan mulai banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi seperti Dilan. Malah ada yang menyebut novel Dilan ini selayak buku panduan cara menaklukkan perempuan.
Bagi penulis sendiri, sosok Dilan benar-benar sosok yang tak terjangkau di dunia nyata. Ia benar-benar cocok untuk berdiam di dalam imaji, bukan sosok yang bisa diejawantahkan ke dunia nyata begitu saja. Oleh karena itu, ketika mendengar kabar bahwa Dilan akan diangkat ke layar lebar, masyarakat (termasuk penulis) berdebar cemas siapa yang akan menjadi pemeran-pemerannya, terutama pemeran Dilan dan Milea.
Vanesha Prescillia kemudian terpilih sebagai pemeran Milea. Sekilas, ia sesuai dengan imaji yang sudah muncul di masyarakat tentang sosok Milea yang cantik, pintar, dengan rambut panjangnya yang terurai rapi. Namun, begitu muncul nama pemeran Dilan, gonjang-ganjing pun muncul di masyarakat. Iqbaal Dhiafakhir Ramadhan, atau yang lebih dikenal sebagai Iqbaal CJR, dipilih sebagai aktor yang memerankan sosok Dilan.
Ada yang setuju, tapi lebih banyak yang mengutarakan ketidaksetujuannya. Iqbaal dianggap tidak seimbang beradu akting dengan Vanesha karena Iqbaal terlihat masih kekanakan sementara Vanesha lebih dewasa, seperti adik kelas dan kakak kelas. Iqbaal juga dianggap tidak memiliki aura khas Dilan seperti yang tergambarkan dalam novelnya.
Cukup masif memang ketidakpuasan para pembaca Dilan atas terpilihnya Iqbaal sebagai Dilan. Bahkan sampai muncul sejumlah artikel yang menyodorkan aktor-aktor yang dianggap paling tepat memerankan Dilan, dimulai dari Adipati Dolken hingga Jefri Nichol.
Bahkan, salah satu teman penulis mengungkapkan kekesalannya dalam sebuah tulisannya berjudul “Bagimu Dilanmu, bagiku Dilanku”. Ketika Pidi Baiq pernah berujar “Cinta itu indah, jika bagimu tidak, mungkin kamu salah milih pasangan", penulis “Bagimu Dilanmu, bagiku Dilanku" itu mengungkapkan ketidakpuasannya dengan kalimat, "Dilan itu keren, jika bagimu tidak, mungkin kamu salah milih pemeran”.
Memang ada sebuah harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan muncul di masyarakat. Perihal tentang harapan yang kerap tidak sejalan dengan kenyataan, bursa transfer pemain pun kerap menyajikan hal yang sama. Apalagi bagi seorang penggemar sebuah kesebelasan yang selalu punya imaji tentang gambaran skuat idamannya.
**
Tidak ada yang pasti di bursa transfer. Ini adalah frasa yang tepat untuk menggambarkan betapa bursa transfer menjadi sebuah masa yang begitu penuh dengan kejutan dan hal-hal yang kadang di luar bayangan.
Selain penuh dengan masa yang tidak pasti, bursa transfer pun kerap menjadi masa ketika harapan kerap tidak berbanding lurus dengan kenyataan yang terjadi. Seperti kecewanya masyarakat ketika Dilan diperankan oleh tokoh yang bukan ada di dalam imaji mereka, suporter pun kadang merasa kecewa kala mereka melihat ada kenyataan yang tidak sesuai harapan mereka terjadi di bursa transfer, apalagi ketika hal itu menimpa klub yang mereka sayangi.
Ada salah dua kasus yang bisa kita ambil untuk menggambarkan betapa kadang kenyataan itu terasa pahit di bursa transfer. Pertama, mendaratnya Romelu Lukaku ke Manchester United. Pada awal-awal bursa transfer, nama Lukaku santer digosipkan akan kembali ke Chelsea.
Walau memang ia masih harus meningkatkan kemampuannya agar bisa beradaptasi dengan skema permainan Antonio Conte, kehadiran pemain yang mencetak 25 gol ini di skuat Chelsea tentu bisa menjadi tambahan amunisi yang baik untuk Chelsea. Apalagi santer dikabarkan bahwa Diego Costa akan meninggalkan Chelsea pada musim 2017/2018.
Pendukung Chelsea pun sudah berharap agar Lukaku bisa segera mendarat ke Stamford Bridge. Selain gelontoran gol, Lukaku punya pengalaman bermain di Liga Primer, tidak seperti pemain incaran Chelsea lainnya, Alvaro Morata atau Andrea Belotti. Lukaku juga berstatus sebagai pemain homegrown, yang bisa menguntungkan Chelsea untuk pendaftaran pemain ke Liga Champions.
Secara permainan pun Lukaku terbilang cocok dengan skema Conte. Lukaku merupakan pemain yang kuat dalam penguasaan bola. Tak jarang juga ia bisa melewati pemain atau menggiring bola dengan kecepatannya, mendukung skema serangan balik Conte. Lebih dari itu, ketangguhannya dalam duel udara pun bisa menjadi penyempurna umpan-umpan Marcos Alonso atau Eden Hazard.
Kedua, hal ini dialami juga oleh pendukung Arsenal pada musim lalu. Dalam benak mereka, Arsenal akan cocok dengan penyerang yang tidak egois, namun klinis dalam penyelesaian akhir. Penyerang tersebut juga harus tangguh dalam duel udara karena Arsenal punya banyak pemain yang bisa memanjakan penyerang tersebut. Benar-benar penyerang tipikal no. 9 murni.
Karim Benzema kemudian diisukan sedang dalam incaran Arsenal. Penyerang asal Prancis tersebut, dengan segala pengalamannya bersama Real Madrid, Olympique Lyon dan timnas Prancis, dianggap paling sesuai dengan skema yang diterapkan sang manajer, Arsene Wenger. Apalagi Wenger merupakan manajer yang suka pemain Prancis. Sangat cocok, bukan?
Tapi yang terjadi tidak sesuai harapan para pendukung The Gunners. Karena pemain baru yang didatangkan Arsenal pada bursa transfer musim panas lalu adalah Lucas Perez. Memang, Perez memilih no.9. Tapi secara permainan, Perez sangat jauh dengan Benzema. Apalagi Perez biasa ditempatkan pada pos gelandang serang.
Sialnya, ketika musim berlangsung pun Lucas Perez tidak sesuai harapan pendukung Arsenal. Selain tidak mencetak banyak gol, Perez juga beberapa kali mengalami cedera. Puncaknya, Arsenal kembali gagal juara Liga Primer. Bahkan Arsenal tidak berlaga di Liga Champions musim depan. Kekecewaan pada ekspektasi yang sudah membumbung tinggi dalam diri para fans Arsenal pun semakin memuncak.
**
Pernah Mark Twain mengatakan bahwa, “Kenyataan (kebenaran) itu lebih aneh dari sebuah fiksi, karena fiksi harus manut pada sebuah pola, sedangkan kenyataan (kebenaran) itu tidak”. Itu pula yang terjadi dalam berbagai segi kehidupan, termasuk pemilihan aktor yang memerankan Dilan, serta bursa transfer pemain sepakbola.
Masa depan adalah sesuatu yang gelap, pun dengan masa lalu yang tak akan pernah bisa ditarik kembali. Akan selalu ada ketidakpastian, akan selalu ada kenyataan yang tidak berjalan sesuai dengan harapan dalam hidup. Kita sebagai manusia wajar untuk kecewa akan kenyataan yang kadang tak sesuai harapan tersebut. Karena ketidakpastian adalah sebuah keniscayaan, tapi menikmati sebuah ketidakpastian adalah seni dari menjalani sebuah kehidupan.
foto: @CGV_ID
Komentar