Ketika pertama melihatnya, saya hanya tertarik dengan satu hal: rambut kuningnya yang menyerupai Neymar. Sekarang, setelah mengamatinya lebih jauh, saya menjadi lebih paham akan satu hal: pemain ini punya kemampuan yang luar biasa. Dialah Fahmi Al-Ayyubi.
Di antara para pemain U23 yang mulai moncer dalam ajang Liga 1 2017, nama Fahmi Al-Ayyubi tidak boleh dikesampingkan. Pemain yang mengampu nomor punggung 77 di Persela ini perlahan mulai menunjukkan diri sebagai pemain potensial di masa depan. Total dalam ajang Liga 1 2017 ini, Fahmi sudah menorehkan tiga gol dari 15 penampilannya untuk Persela.
Meskipun sebagai pemain muda, ia kerap tidak canggung dalam bermain. Selayak anak muda yang diberikan kesempatan untuk main, Fahmi seringkali menunjukkan penampilan cemerlang. Mentalnya pun terhitung kuat, terlihat dari tidak gentarnya ia kala harus menghadapi tim-tim tradisional Indonesia.
Dengan segala capaian yang telah ia raih, cukup banyak yang menyebut bahwa ia adalah pemain harapan Indonesia di masa depan. Ia pun bercerita kepada tim Panditfootball soal awal karier sepakbolanya, yang ternyata dimulai dari sebuah bola kertas yang ia tendang-tendang ketika ia masih berusia lima tahun.
Bola kertas, awal perkenalannya dengan sepakbola
Rata-rata anak-anak mengenal sepakbola lewat sebuah perantara, baik itu lewat orang tuanya yang kerap mengajak sang anak ke stadion ataupun lewat orang tuanya yang membelikan sepatu atau bola. Tapi Fahmi sedikit lain. Ia mengaku pertama kali mengenal sepakbola lewat sebuah bola gulungan kertas. Bola gulungan kertas inilah yang menjadi pintu gerbangnya menapaki karier sebagai pesepakbola.
"Kalo saya pertama kali main sepakbola, mungkin sekitar umur lima tahun-an. Dulu saya awalnya gulung-gulung kertas, saya tendang-tendang. Itu kata ibu saya waktu saya kecil. Terus, akhirnya saya ikut SSB, mungkin umur tujuh tahun-an, ikut SSB dari kecil, SSB Naga Gempol Pasuruan," kenang Fahmi.
Setelah masuk dunia SSB, barulah Fahmi mengenal dunia sepakbola yang sesungguhnya. Ia berlatih keras, melanglang buana membela tim-tim junior yang ada di Jawa Timur, sebelum akhirnya sekarang melabuhkan diri di Persela senior, setelah namanya masuk rekomendasi tujuh pemain Persela U21 yang layak naik tim senior.
"Awal berlatih di SSB, pertama kompetisi main di internal Persebaya waktu itu, usia 12 tahun. Dari situlah saya terus belajar, terus berlatih di SSB itu, terus akhirnya saya ikut Persema U15, tahun berapa itu saya kurang ingat. Terus naik Persema U17, pernah main di tim Menpora Jawa Timur, pernah juga main di Indonesia Football Academy, terus balik lagi ke Jawa Timur main di Bajul Ijo Surabaya. Pernah juga main di Laga FC, Pra-PON Jatim, Persela U21, terus ke Persela senior," ujarnya dengan runut menyebutkan tim yang pernah ia bela.
Pengaruh kompetisi internal Persebaya dan regulasi U23 terhadap karier Fahmi
Pernah merasakan kompetisi internal Persebaya yang cukup keras namun memiliki prospek yang baik ini, ternyata memberikan pengaruh tersendiri bagi sosok Fahmi. Mengikuti kompetisi internal Persebaya sejak masih berusia 12 tahun, membentuk Fahmi menjadi pemain yang seperti sekarang ini.
"Waktu itu kompetisi pertama saya di usia dini, dan alhamdulillah waktu itu pertama saya langsung dapat gelar pemain terbaik U12," kenangnya mengenang kompetisi internal KU12 yang pernah ia ikuti dulu.
Selain diasah baik secara fisik, mental, dan taktik, Fahmi menyebut bahwa keunggulan kompetisi internal Persebaya yang ia ikuti semasa kecil dulu adalah karena adanya jenjang usia yang jelas. Kompetisi internal dipisah-pisah sesuai dengan kelompok umur. Dari kompetisi internal inilah, menurutnya, lahir pemain-pemain berbakat yang kelak akan bermain di klub ataupun timnas.
"Kalau menurut saya, sangat pengaruh di waktu saya waktu itu di tahun 2006 itu. Saat itu kompetisi internal Persebaya sangat bagus, berjenjang dari usia 10, 12, 13, terus sampai kelas satu, kelas dua, kelas utama, sangat bagus waktu itu. Dan, pengaruhnya untuk generasi muda ke senior bikin pemain lebih baik. Lebih banyak melahirkan pemain-pemain bagus," ujarnya.
"Waktu internal dulu saya satu generasi sama Evan Dimas, dia main di Mitra Surabaya. Ada lagi ini, Angga yang sekarang di Persib. Dia ikut Mahesa. Banyak pesepakbola dulu yang berasal dari Jawa Timur," tambahnya.
Ia pun mengenang masa-masanya ikut kompetisi internal dahulu, ketika ia dilatih oleh Ghufron Hasyim. Ia membela Naga Gempol Pasuruan, yang menggunakan nama Pusura Surabaya. Ia juga mengingat sosok Bambang DH, walikota Surabaya yang pernah memberikannya gelar pemain terbaik kompetisi internal.
"Di kompetisi internal waktu itu, saya membela Naga Gempol Pasuruan atas nama Pusura Surabaya. Pelatih saya waktu itu Pa Ghufron Hasyim dari Pasuruan. Dan yang paling saya ingat itu waktu juara, yang ngasih gelar pemain terbaik ke saya waktu itu Pa Ismony dan Bambang DH (walikota Surabaya waktu itu)," ungkapnya.
Keikutsertaan di kompetisi internal inilah yang membentuk mental Fahmi sebagai pemain. Ia menjadi pemain yang tangguh dan tidak kenal takut ketika berada di atas lapangan. Kebiasaan berkompetisi ketika muda membikinnya tidak terlalu kaget kala harus menghadapi atmosfer Liga 1 2017 yang cukup panas bersama Persela.
Namun, selain karena kompetisi internal, ia juga mengungkapkan bahwa regulasi U23 memberikan pengaruh yang cukup besar juga dalam karier sepakbolanya. Banyaknya kesempatan untuk bermain serta banyaknya kesempatan belajar kepada para pemain senior, membantu dirinya dalam meningkatkan performanya di atas lapangan hijau. Apalagi di Persela sekarang cukup banyak sosok pemain senior macam Samsul Arif, Eka Ramdani, Zaenal Arifin, serta Choirul Huda yang bisa ia jadikan tempat untuk belajar.
"Menurut saya, regulasi U23 ini ada pengaruhnya. Alhamdulillah, saya bisa lebih banyak belajar ke senior, saya juga bisa dapat jam terbang bermain dan pengalaman yang banyak. Saya juga cukup sering dikasih kesempatan main," ungkapnya.
***
Pernah ikut seleksi timnas U19 namun gagal, membuat Fahmi punya keinginan tersendiri untuk membela timnas. Namun, ia juga tidak mau memaksakan kehendaknya ini, jika memang permainannya tidak masuk skema pelatih timnas. Ia akan tetap mengasah diri di klub, dan meningkatkan kemampuan sehingga kelak kemampuannya cukup untuk membela timnas.
"Setiap pemain pengen membela negaranya sendiri, tapi mungkin saat ini saya belum ada kesempatan. Pandangan pelatih mungkin berbeda, dan saya belum masuk skema pelatih. Saya bikin jadi cambuk aja untuk meningkatkan diri dan belajar jadi lebih baik lagi," pungkasnya.
Jalannya masih panjang. Dengan usianya yang baru menginjak 21 tahun, masih banyak yang bisa Fahmi raih dalam hidupnya. Asal, ia tahu ke mana arah tujuannya melaju dan tahu apa yang harus ia lakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Tapi, setidaknya untuk sekarang, Fahmi sudah membuktikan diri bahwa bocah yang dulu menendang bola kertas itu sudah bisa menjadi pemain di Liga 1.
Komentar