Ke mana para manajer asal Skotlandia di Liga Primer Inggris? Pertanyaan tersebut sepertinya akan terlontar ketika melihat daftar 20 manajer yang akan saling adu strategi di kompetisi level utama Inggris itu pada musim 2017/2018. Dalam daftar manajer tim Liga Primer Inggris musim depan memang tidak ada satu pun manajer asal Skotlandia.
Ini menjadi fakta yang cukup aneh, karena kecenderungannya pada setiap musim, manajer asal Skotlandia tidak pernah absen untuk memanaskan persaingan di Liga Primer. Selain aneh, situasi ini pun terkesan miris, mengingat pencapaian manajer asal Skotlandia pada kompetisi terbesar di ranah Britania Raya itu juga tidak bisa pandang sebelah mata.
Bill Shankly contohnya yang hingga hari ini dianggap sebagai manajer legendaris Liverpool. Setelah membawa Liverpool naik ke divisi teratas kompetisi Inggris pada era 60-an, Shankly berhasil memberikan berbagi gelar prestisius bagi The Reds.
Selain tiga gelar di kompetisi, Shankly pun sukses membawa Liverpool dua kali juara Piala FA, empat FA Charity Shield, dan satu Piala UEFA, plus satu gelar juara di kompetisi level dua Inggris. Semua prestasi tersebut diraih selama 15 tahun menangani Liverpool dari tahun 1959 hingga 1974.
Kalau zaman Shankly dirasa terlalu uzur, Alex Ferguson bisa menjadi contoh dari mumpuninya kualitas manajer asal Skotlandia di era yang lebih modern. Fergie, biasa ia disapa, mampu memberikan kejayaan bagi Manchester United sejak ia menukangi MU dari 1986 hingga 2013. Total, selama 26 tahun menangani Setan Merah, Fergie menyumbang 13 gelar kompetisi domestik, lima Piala FA, empat Piala Liga, dan dua gelar Liga Champions Eropa.
Fergie dan Shankly hanyalah contoh kecil dari banyaknya manajer asal Skotlandia yang menuai sukses di Liga Inggris. Ada banyak nama selain Fergie dan Shankly yang reputasinya cukup dihormati, seperti misalnya: Matt Busby, William Shankly, Jock Stein, Willie Maley, hingga Kenny Dalglish.
Grafik Kuantitas yang Terus Menurun
Melihat fenomena tidak adanya manajer asal Skotlandia yang dipercaya menukangi kontestan Liga Inggris pada musim depan, hal tersebut sebenarnya sudah bisa diramalkan. Merunut pada kuantitas manajer Skotlandia di Liga Inggris, jumlahnya memang selalu menurun pada setiap musimnya. Merujuk pada data di tahun 2011, ada enam manajer Skotlandia yang melatih di Liga Inggris. Jumlah tersebut bisa dibilang paling banyak dalam enam tahun terakhir.
Pada musim 2011/2012, selain Fergie yang kala itu masih menukangi MU, ada juga sosok Alex McLeish (Aston Villa), Steve Kean (Blackburn Rovers), David Moyes (Everton), Kenny Dalglish (Liverpool), dan Paul Lambert (Norwich City) sebagai manajer Skotlandia yang menghiasi persaingan manajer di Liga Inggris. Dari enam nama tersebut, hanya Steve Kean yang mengalami kegagalan telak, karena tidak mampu menghindarkan Blackburn dari jerat degradasi.
Pada musim berikutnya, jumlah manajer asal Skotlandia menunjukkan penurunan dengan hanya menjadi empat saja. Selain Kean, ada pula Kenny Dalglish yang dipecat Liverpool dan McLeish yang tersisih. Namun, posisi McLeish pun ditutup dengan kehadiran Lambert yang didatangkan dari Norwich. Pada musim tersebut, ada nama ‘baru’ yaitu Steve Clarke yang menukangi West Bromwich Albion.
Penurunan kemudian terus terjadi pada musim-musim berikutnya, hingga pada musim 2016/2017 hanya tersisa David Moyes. Namun Kinerja Moyes tak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pada akhir musim Sunderland terperosok ke divisi Championship setelah menjadi penghuni juru kunci di kompetisi domestik dengan total poin 24 dari 38 pertandingan yang mereka lakoni.
Mirisnya, setelah McLeish kepercayaan klub-klub liga primer Inggris kepada manajer asal Skotlandia pun seakan memudar. Mungkin ini adalah siklus yang akan berotasi pada setiap musim. Namun, McLeish terkesan pesimistis menanggapi fenomena yang terjadi kini. "Anda harap begitu (siklus akan kembali berubah)? Tapi saat ini terlihat agak suram,” ujar Moyes kepada Daily Mail.
Menerka Faktor Penyebab
Melihat fenomena langkanya manajer Skotlandia di Liga Inggris pada musim 2017/2018, ada banyak faktor yang sepertinya cukup memengaruhi. Pemecatan bisa menjadi salah satu faktor pendorong. Namun itu hanya berpengaruh beberapa persen saja. Faktor yang lebih kuat bisa terlihat dari ambisi besar dari para petinggi klub yang disokong dengan pagu transfer yang fantastis mendorong situasi memilukan itu terjadi.
Dalam beberapa musim ke belakang, Liga Primer Inggris bak panggung pertunjukan bagi para manajer top dunia beradu taktik. Nama-nama besar seperti Antonio Conte yang sebelumnya sukses bersama Juventus berhasil didaratkan Chelsea. Kemudian Joseph Guardiola yang punya reputasi mengagumkan kala menangani Barcelona dan Bayern Munchen pun didaratkan Manchester City.
Selain itu, jangan lupakan pula sosok Juergen Klopp, manajer yang berhasil memberikan kejayaan bagi Borussia Dortmund itu pun telah menjadi bagian dari Liverpool sejak pertengahan musim 2015/2016. Ada satu nama lagi sebenarnya, yaitu Jose Mourinho yang setelah menukangi Real Madrid kembali lagi ke Chelsea pada musim 2013, yang kemudian berlabuh ke MU sejak musim 2016/2017.
Alasan paling logis keberhasilan kesebelasan papan atas Inggris bisa mendaratkan nama-nama yang disebutkan di atas itu tentunya adalah uang. Para manajer tersebut, selain mendapatkan gaji yang cukup besar, mereka juga diberi keleluasaan untuk memboyong pemain yang diinginkan. Sebab, rataan pagu kesebelasan Inggris bisa dikatakan yang terbesar dari klub-klub Eropa lainnya.
Tawaran yang jelas sangat menggiurkan, dan agak sulit untuk ditolak. Bagi seorang manajer tentu kebebasan memilih pemain yang diinginkan bak merasakan surga dunia. Sebab, mereka tak perlu dipusingkan dengan hitung-hitungan pengeluaran klub di bursa transfer. Contoh paling mutakhir adalah Joseph Guardiola di Manchester City.
Tercatat, enam pemain didatangkan dengan rata-rata harga mencapai 40-50 juta paun. Bahkan, baru-baru ini mereka baru saja mendaratkan Benjamin Mendy dari AS Monaco dengan 52 juta paun dan Kyle Walker dari Tottenham Hotspur dengan mahar 50 juta paun. Kedua pemain tersebut kemudian didaulat sebagai pemain belakang termahal dunia saat ini.
Roy Hodgson turut angkat bicara terkait fenomena memilukan itu. Menurutnya pola pencarian manajer yang dilakukan klub Liga Primer sudah berubah. Dulu, klub Liga Primer mau bergerilya mencari manajer hingga pelosok Britania. Namun, situasi telah berubah karena besarnya jumlah pendapatan mereka pada setiap musimnya.
Hodgson menilai, minimnya jumlah manajer Skotlandia di Liga Primer tidak ada sangkut paut dengan kualitas mereka. Artinya, kualitas yang dimiliki manajer Skotlandia tidak sama sekali mengalami penurunan, walau dalam beberapa tahun terakhir banyak yang mengalami pemecatan, hingga berdampak pada semakin sedikitnya jumlah manajer asal Skotlandia di Liga Primer.
"Saya kira Anda tidak bisa mengaitkan kualitas manajer di Liga Primer dengan kualitas pelatihan manajer di Skotlandia. Saat ini zaman sudah berubah, Liga Primer sudah diliputi oleh uang yang banyak. Setiap kali klub mendapatkan manajer yang tidak mereka inginkan, seperti yang sudah banyak terjadi, maka dunia akan tahu,” katanya
“Tapi ingat, hanya ada 20 klub Liga Primer yang tersorot pasar, dan hal itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan dunia manajerial dan kepelatihan, karena lisensi UEFA Pro dari Inggris dan Skotlandia adalah lisensi yang masih dianggap bagus di Eropa,"sambungnya.
Menerka apa yang dikatakan Hodgson bahwa memang tidak ada penurunan secara kualitas dari manajer asal Skotlandia. Sebaliknya, manajer asal Skotlandia justru memiliki etos kerja yang sebenarnya sangat spesial. manajer Skotlandia punya kemampuan mengatur keuangan klub dengan baik, hal yang kemudian membuat mereka bisa bertahan dengan pagu yang minim sekalipun.
"Pesan yang ingin saya sampaikan kepada para manajer dan manajer adalah jangan terlalu menanggapi masalah pemecatan sebagai masalah personal. Serta jangan juga menganggap bahwa hal tersebut adalah refleksi dari kemampuan yang mereka punya. Ketika klub Inggris mencari manajer dengan rekam jejak pernah memenangkan Liga Champions dan manajer yang lain punya pengalaman melatih klub Skotlandia, rekam jejak tersebut memang tidak akan pernah bisa dibandingkan,"
Foto: Mirror, B/R, Liverpool
Komentar